Chapter 57 : Keajaiban

498 23 1
                                    

Sean tidak menyangka Elina pergi meninggalkan Blue yang saat ini masih berada di playtopia. Satu kebiasaan buruk Elina yang melekat dalam jiwanya, wanita itu gemar sekali melarikan diri dari setiap masalah tanpa mengucapkan sepatah katapun. Pada akhirnya, Sean mendekat dengan tangan dimasukkan dalam saku celana. Mengamati Blue yang sedang duduk dengan wajah memerah seperti baru selesai menangis.

Meminta penjelasan, Sean mengangkat kedua alisnya pada Benny.

"Maaf Sir," Benny buru-buru menjawab. "Blue menangis akibat kelalaian saya. Kuku-kukunya ada yang patah beberapa karena memaksa naik rubik climbing."

Sean hanya menatap Benny tanpa kata. Benny menunduk pasrah diomeli karena memang tidak bisa menjaga anak Elina dengan baik.

"Itu bukan kesalahan Uncle Ben." Blue angkat suara sambil berdiri, menarik tangan Sean dan menggengam telapak tangannya. "Aku sendiri yang ingin mencoba memanjat. Uncle Ben telah memperingatiku agar jangan naik. Aku mohon jangan marah padanya." Dengan nada khas anak kecil, Blue membela Benny karena bocah itu yang keras kepala.

"Uncle tidak marah pada siapapun sayang." Sean mengelus pipi Blue. "Coba liat kuku mana yang copot."

Blue mengajak Sean untuk duduk di sebelah. Sean pun menurut. "Ini Uncle." Bocah empat tahun itu mengulurkan tangan kanan— memberi kode bahwa telunjuk, jempol dan jari manis yang sedikit lagi hampir copot. "Aku akan meminta tolong dan menunggu mami yang menarik karena mami penuh kelembutan dan aku tidak akan kesakitan."

"Boleh paman yang menariknya? Janji tidak akan sakit."

"Mami ke mana?" tanya Blue seraya menoleh ke pintu masuk dan melirik ke semua area tidak melihat keberadaan ibunya.

Sean menelan saliva susah payah. Bagaimana menjelaskan bahwasanya maminya telah kabur entah pergi ke tempat mana. Anak buahnya belum melapor.

"Mami tadi ada urusan sebentar ditelepon oleh temannya." ujar Sean berbohong.

"Mami tidak punya ponsel, Paman." seru Blue memicingkan mata tidak percaya.

Sean menghela napas tidak tenang. Dari mana anak kecil itu tahu?

"Tadi teman mami menghubungi dari ponsel paman. Ada hal penting jadi tidak sempat berpamitan." Sean berbohong lagi.

"Mami tidak punya teman selain Uncle Lian, Auntie Feli dan Ante Jenjen. Auntie Feli kalau tidak salah telah meninggal dunia beberapa hari lalu. Uncle Lian sedang bekerja di luar negeri. Sedangkan Ante Jenjen sepertinya sedang tidak akur dengan mami. Mereka terlihat tidak akur paman. Aku mengetahui semua teman mami. Jadi teman yang paman maksud siapa?" oceh Blue menjelaskan panjang lebar. Mengisyaratkan pada Sean bahwa dia mengetahui semua hal mengenai maminya.

"Auntie Nancy, rekan dokter dulu saat mami masih bekerja." Sean terpaksa berbohong lagi.

Nancy bukanlah seorang teman bagi Elina. Dulu mereka sempat bersaing secara sehat siapa yang akan menjadi dokter residen terbaik di bidang saraf.

Blue akhirnya diam dan Sean menghela napas bersyukur.

"Tidak usah memikirkan permasalahan orang dewasa. Coba ceritakan pada paman bagaimana sekolahmu? Lalu selama di Roma apakah Blue punya teman?" Kali ini Sean yang bertanya dan berusaha menggapai tangan kanan Blue dan terus mengajaknya mengobrol.

Seperti sedang menangkap ikan umpan Sean berhasil ditangkap oleh Blue. Bocah fanatik biru itu menjelaskan dia mengikuti preschool dan dia bahagia sekali jika berada di taman kanak-kanak. Teman-teman sekolahnya baik-baik dan Blue memiliki banyak teman karena dia pandai bergaul. Mendengar sedikit cerita Blue, Sean memiliki celah dan berpikir sama dengan yang dipikirkan Benny. Kepribadian Blue sangat berbeda dengan Elina. Blue kelihatan ekstrovert dan Elina memiliki jiwa introvert.

REVENGE DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang