Chapter 47 : Keterlibatan

600 20 0
                                    

Di sebuah apartemen bangunan lama sederhana yang terletak di daerah Barcelona Selatan, seorang pria berjas putih khas dokter datang dengan langkah panjang setelah keluar dari lift. Pria itu terlihat buru-buru melangkah cepat menuju salah satu kamar yang berada di ujung lantai paling atas pada apartemen tersebut. Telapak tangan yang lain segera menekan gagang kenop pintu begitu sampai namun sebuah tangan besar secepat kilat pula mencengkramnya.

Pria berjas dokter menatap kesal, dia sendiri kenal siapa dalang yang tengah berdiri menghalangi dirinya masuk. Pria yang mencegatnya masuk tak lain dan tak bukan adalah orang kepercayaan pria yang ingin dia temui.

Bisa dibilang orang kepercayaan bos besar sama saja seperti babu. Ia lebih menyukai penyebutan 'budak bos' ketimbang personal assistent. Intinya, pria bersetelan kaos hitam dilapisi dengan jaket kulit hitam yang sedang menatapnya adalah pesuruh bos.

Sialan! Pria berjas dokter itu tidak suka cara budak bos itu memandangnya dengan tatapan tidak takut bahkan kelihatan tidak hormat padanya.

"Aku ingin bicara empat mata dengan dia." kata pria itu berusaha berbicara dengan nada baik.

Dia yang dimaksud tentu bos besar dari babu kurang ajar yang semakin melihat pria berjas putih dengan tatapan penuh permusuhan.

"Tidak bisa. Bos besar tidak ingin berjumpa dengan siapapun hari ini."

Dalam beberapa detik kedua manik mata mereka saling bersitatap tajam tak mau mengalah.

"Jangan menghalangiku, brengsek!" Pria itu kembali bersuara setelah jeda sesaat sembari berusaha menarik gagang kenop ke arah bawah. Akan tetapi usahanya berhasil digagalkan karena si asisten cerdik itu lebih dulu melepaskan jari tautan dan menghempas secara kasar tangannya.

"Tidak mengerti bahasa manusia, huh." seru si asisten bos besar. Nada suaranya rendah namun terdengar tajam di telinga pria itu. "Ini masih pukul 8 pagi jangan buat keributan tidak penting. Enyahlah dari hadapanku!"

"Ini masalah penting, babu sialan!" Pria itu mulai meninggikan suara. Dia tidak takut akan ada orang menegurnya karena keberisikan telah menganggu penghuni apartemen. Pria itu sudah berpikir bahwa tempat dia berpijak sekarang sudah pasti telah disewa dijadikan tempat tinggal sementara untuk bos besar beserta para pengawalnya.

Tentu untuk tujuan yang telah mereka sepakati bersama beberapa waktu lalu.

"I am so sorry." Asisten bos besar masih berkata sopan tidak terpancing dengan penghinaan yang keluar dari mulut kotor pria itu. Ia masih memandang balik tanpa rasa takut di balik kacamata hitamnya. "Tidak perlu memikirkan hal lain. Setiap masalah akan kami selesaikan sesegera mungkin. Sekali lagi kubilang padamu, bos besar tidak mau diganggu oleh siapapun. Jika telinga kau masih berfungsi sebaiknya pergi meninggalkan lantai apartemen ini segera. Dan jika kau berakal sehat tolong dimengerti kata-kataku wahai anak manusia." Pria itu menekankan dengan kalimat menohok.

"Beri aku waktu untuk bertemu dengan bosmu, son of a bitch." Pria itu tetap bersikeras. Kata-kata kasar terucap lagi pertanda sudah semakin terpancing emosi.

"Pergilah." Sang asisten pun kembali mengusir.

"Kau tidak kenal siapa aku?" Pria itu berkata nyaris mendesis menahan amarah di sela-sela katupan gigi-giginya.

Asisten bos besar pun terkekeh pelan sebelum menjawab sambil berkacak pinggang. "Tentu saja aku mengenal siapa kau, Dokter Máximo."

"Lalu?" kata Máximo.

Pria itu pun kembali menyunggingkan seulas senyum yang dipaksakan. "Bos besar, kau dan Fransisco adalah teman kuliah semasa kedokteran dulu. Bos dan Fransisco keluar saat semester 5 dan tidak meneruskan pendidikanya sebab merasa sudah salah pilih jurusan. Entah bagaimana caranya kau bisa lulus dan berhasil menjadi dokter." Ada cemooh di akhir kalimat dan Máximo tidak menggubris hinaan tersebut.

REVENGE DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang