Chapter 71 : Kesempatan hidup kedua

580 20 0
                                    

POV SEAN

Tokyo, Jepang

"Bagaimana kondisimu?"

Aku diam tak menjawab. Seluruh luka memar dan saraf yang terjepit akibat kecelakaan mulai membaik. Tapi berita buruknya kakikulah banyak mengalami masalah.

"Besok lusa aku hanya mengingatkan, kita ada jadwal ke Jerman untuk pengobatanmu."

Aku memilih bungkam lagi tak menyahut sekalipun dokter pribadiku memberitahu jadwal. Akibat kecelakaan truk sialan di hari natal itu, kedua bagian lutut sampai telapak kakiku sulit digerakkan sama sekali.

Masih terpatri jelas dalam benakku, tungkai kakiku menyentuh salju-salju yang menyakitkan dan dingin.

Dokter yang mengobatiku pun berspekulasi saat kejadian terjadi benturan sangat keras hingga merusak struktur ligamen tulangku. Pria berusia hampir lima puluh tahun itu tidak mendiagnosa bahwasanya kakiku lumpuh. Tapi otakku, mencoba realistis serta memahami hal medis yang sudah dilakukan olehnya tidak bisa menolongku. Maksudku mereka tak berani menjamin aku bisa sembuh total dan bisa berjalan kaki seperti pria normal.

Tidak diketahui oleh masyarakat di penjuru dunia, bahwa aku Sean Williams masih hidup. Hanya segelintir orang yang mengetahui ternyata aku masih menghembuskan napas dengan baik.

Diberi kesempatan hidup kedua sangat bersyukur kendati kondisi tubuhku memburuk.

Berita bahagianya aku selamat dari kecelakaan maut yang menimpaku. Entah bagaimana caranya pun rasanya aku sampai sekarang sulit mendeskripsikan kata-kata dan masih tidak mempercayai cerita dari orang yang menolongku. Rasa-rasanya kala itu aku sangat bersyukur kepada Tuhan mau mendengarkan doaku. Dia menjawab doaku dengan cara luar biasa.

Hanya saja mengetahui kondisiku yang lumpuh sebagian ini tak membuatku senang. Pasalnya karena itulah aku harus bersembunyi dari dunia selama sepuluh tahun terakhir. Tak terasa pun, kejadian kecelakaan yang menimpaku sudah mencapai satu dekade.

"Memang butuh waktu lama menyempurnakan struktur tulang-tulang yang patah dan remuk lagi, Sir. Kami sudah berupaya sekuat tenaga dan terapi selalu mengandalkan peralatan medis canggih. Yang kita butuhkan saat ini hanyalah sebuah keajaiban."

Mendengar itu aku merespon dengan tertawa sumbang.

Mataku terus memandang jendela luar mansion yang kutempati. Dari atas aku duduk, kulihat para pengawal melakukan latihan menembak dan juga bela diri. Serta sebagian orang melatih simulasi pertahanan diri di perkarangan. Kegiatan sore yang menyedihkan hanya itu yang bisa kulakukan sejak lima tahun belakangan. Menjadi salah satu rutinitasku mengurung diri sendirian jika tidak mau keluar.

"Hiroshi." Aku memutarkan kemudi kursi rodaku demi menghadap ke arah dokter yang terus merawatku tanpa henti.

"Dengan selamat dari kecelakaan maut itu saja dan masih bisa hidup, aku merasa Tuhan telah memberikan keajaiban yang luar biasa padaku. Pada aku yang tidak percaya pada agama." Kemudian aku melanjutkan lagi.

"Tungkai lututmu hanya bergeser tidak sampai harus diamputasi. Mungkin butuh beberapa waktu lagi agar penyembuhan terapi yang sudah kita lakukan bisa maksimal. Kau bisa sembuh, Sean." Hiroshi— dokter spesialis ortopedi asal jepang itu sepertinya sedang menyakinkan diriku yang sudah diambang putus asa.

"Butuh berapa tahun lagi? Lima tahun? Sepuluh tahun lagi? Sampai kapan aku harus begini?" tanyaku balik, sedikit marah dan menyudutkan Hiroshi. Entah siapa yang harus kusalahkan dalam hidupku yang miris seperti ini. "Selama lima tahun sudah aku koma dan terbaring di ranjang rumah sakit. Aku pikir saat membuka mata pertama kali, aku akan menemukan istriku duduk menemaniku, nyatanya istriku dan seluruh dunia mengenal sosok Sean Williams telah mati. Dan lima tahun sudah aku berobat demi kesembuhan kakiku tapi tidak ada hasil. Jika kau jadi aku apa tidak lelah? Sudah sepuluh tahun aku begini." Suaraku bergetar hebat meratapi nasibku yang malang.

REVENGE DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang