Chapter 55 : Bahagia

615 22 1
                                    

"MAMI!!!"

Sesuai perkiraan, Blue sudah datang di kediaman mansion Barcelona menjelang makan siang. Karena jarak tempuhnya hanya dua jam menggunakan pesawat komersial.

Blue menyelonong masuk. Berteriak nyaris melengking dan membuat suasana mansion yang tadinya hanya ditempati oleh Sean dan Elina serta beberapa pelayan dan penjaga, kini ramai kedatangan tamu. Tidak disangka-sangka Rachel membawa segenap keluarganya kecuali Julian. Tidak hanya itu dia membawa pulang Grace dan Albert selaku orangtua dari Sean.

Sean yang sedang sibuk mengurus sesuatu hal bersama Benny menoleh dan mendapati saling menatap dengan sang ayah. Tatapan Albert memandang penuh arti sambil berjalan.

"Saya permisi, Sir." Benny yang tahu situasi segera mengundurkan diri.

"Bantu Penélope menyelidiki." Sean berpesan. "Jangan biarkan kejaksaan mencium kita mengusut ulang. Terlebih berhati-hatilah pada mertuaku. Aku merasa dia memiliki anak buah di sekitar kejaksaan dan kepolisian yang menjadi kaki tangannya."

Benny mengangguk sudah paham, lalu pergi meninggalkan ruang tamu. Sebelum keluar, pria itu menyapa sopan kala berpapasan dengan orangtua bosnya.

Tahapan penyelidikan pun sudah memasuki titik terang. Selama berada di Barcelona Sean tidak berdiam diri, ia ikut andil membantu, walaupun Penélopelah lebih banyak mengumpulkan bukti. Memang sudah kerjaan lagi pula jaksa penuntut umum itu juga mendapat uang hasil kerja kerasnya jika berhasil mengusut kasus tersebut.

"Astaga, Blue!" pekik Elina sangat terkejut. Ia nyaris menjatuhkan buah apel yang sedang dia kupas saat melihat penampilan anaknya itu.

Satu perubahan penampilan Blue mampu membuat Elina menganga lebar.

Seketika Elina berlutut menyamaratakan posisi dengan bocah empat tahun itu. "Ya Tuhan, Sayang. Apa yang terjadi dengan dirimu? Astaga siapa yang melakukan ini—"

Elina tidak sanggup lagi melanjutkan kata-kata. Ia kaget setengah mati dan hampir mau copot jantungnya.

"Bagaimana keren tidak, Mami?" Blue berkacak pinggang seraya memutar badannya berkali-kali serta mengibaskan rambut panjangnya yang awalnya berwarna pirang kini berubah menjadi biru.

"Ini namanya style." lanjut Blue kegirangan. Tidak sadar raut wajah ibunya tidak suka akan perubahan sang anak.

Elina menghentikan gerakan Blue dan memandangi wajah anaknya yang pipinya semakin gembul, sangat terlihat lucu. Wajahnya menampilkan senyum merekah tanda dia sangat bahagia liburan. Karena selama ini, Blue dan Elina hanya mendekam di rumah kecil di pinggiran kota Roma, Orvieto.

"Siapa yang mengajarimu mewarnai rambut? Katakan?" Walau telah melakukan kesalahan Elina tidak bisa berkata kasar pada Blue. Diusapnya lembut pucuk kepala Blue sambil menoleh pada seseorang.

Elina sudah tahu biang keladi atas perubahan Blue. Memang penampilan putrinya sebelumnya pun juga serba biru. Namun sekarang penampilan Blue kini lebih nyetrik menyerupai manusia avatar. Semua dari atas kepala hingga ujung kaki berwarna serba biru. Rambutnya kini berubah diwarnai biru. Buku-buku jarinya pun diberi cat kuku berwarna biru sampai kakinya pun ikut di beri nail art.

"Jangan menatapku seperti ingin memangsaku, Mrs. Williams." Jennie angkat suara penuh sarkastik kala Elina memindainya lekat dan tajam.

Tatapan permusuhan masih ada dalam jiwa mereka. Jennie masih enggan memanggil Elina dengan nama. Dia memang sengaja memanggil nama belakang wanita itu. Ada nada mengolok dan penuh ejekan dalam penekanan kalimatnya.

Elina masih mengunci iris bola mata milik Jennie seakan tidak percaya.

"Bukan aku! Ketahuilah bahwa Blue sendiri yang menginginkan rambutnya dicat warna biru." ujar Jennie ketus, tidak terima akan tuduhan yang melayang pada dirinya secara tidak langsung. Menghiraukan orang-orang yang masih berdiri dan menatap mereka bingung kenapa nada bicara mereka terlihat tidak bersahabat.

REVENGE DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang