Sudah hampir satu jam Elina berendam melemaskan otot-otot tubuhnya. Sekarang dirinya merasa jauh lebih baik kondisi tubuhnya.
Elina beranjak dari bathtub, lalu berjalan mengarah ke shower untuk membersihkan diri dari busa yang sudah memenuhi tubuhnya. Setelah itu, dirinya mengambil bathrobe putih yang tersedia di dalam closet. Berjalan keluar dari kamar mandi dengan balutan bathrobe selutut dan rambut yang masih basah.
Matanya fokus mencari keberadaan Sean untuk meminta pakaian. Elina menuju ruang tengah ketika matanya menemukan pria itu tengah berada disana sedang berbicara dengan Ben.
Elina melihat penampilan Sean sudah lengkap dengan setelan celana jeans dipadukan dengan sweater berwarna abu abu sudah melekat di tubuhnya.
Sean sudah berganti baju, apakah dia sudah mandi? Bukankah kamar mandi di kamar hotel ini hanya satu. Elina membatin dengan pikirannya sendiri.
"Selamat siang, Nyonya Elina." sapa Ben dengan ramah, sambil berdiri ketika melihat Elina berjalan ke arah ruang tengah.
Elina mengerutkan dahinya— bukan karena panggilan Nyonya yang disematkan— melainkan sapaan Ben yang mengucapkan selamat siang.
Bukankah sekarang masih pagi?
Seketika ia menoleh ke arah jendela yang masih tertutup gorden. Samar-samar ia bisa melihat cahaya matahari sudah jatuh perlahan menyinari hotel ini. Bola matanya fokus mencari jam dinding hotel, dan benar saja— jam sudah menunjukkan pukul 12.00 siang.
Selama itukah dirinya melakukan hubungan intim dengan Sean?
"Siang juga, Ben." sapa balik Elina sambil tersenyum.
Elina ikut bergabung dengan Sean dan Ben di sofa yang masih kosong. Sebelum mendaratkan bokongnya Elina berkata sesuatu. "Maaf aku belum sempat berkenalan secara formal denganmu, Ben."
"Tidak masalah, Nyonya." kata Ben sambil menundukkan kepalanya.
"Nice to meet you, Ben." Elina menyapa dengan senyum hangat, sembari mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Ben.
Ben terlihat bingung sekarang. Dirinya harus menerima balik jabat tangan dari Elina atau hanya membalas dengan kata dilanjutkan dengan senyum ramah.
Hal tersebut tidak biasa bagi Ben. Biasanya para wanita akan menyapa Sean terlebih dahulu. Bukan kepada Ben yang hanya asisten saja di mata para wanita yang mengoda bossnya.
Akhirnya Ben memilih untuk mengulurkan tangannya sebagai tanda sopan santun darinya.
"Tidak usah dijawab, Ben." Sean menepis kasar pergelangan telapak tangan Ben.
Elina mengerutkan kening tipis ketika manik mata pria itu menatap tajam dirinya.
Ada apa dengan Sean?
"Lain kali panggil aku Elina saja. Tidak usah ada embel-embel nyonya. Itu terdengar sangat aneh di telingaku, Ben." perintah Elina dengan begitu lembut, seraya mendaratkan pantatnya ke sofa.
Kali ini Ben tidak bisa menjawab pertanyaan dari Elina.
Jika mengiyakan sangat tidak sopan baginya, Elina adalah bossnya juga saat ini. Ben hanya tersenyum ramah kepada Elina. Lalu, ia pergi menjauh beberapa meter dari ruang tengah ketika Elina dan Sean kembali berdebat.
"Cepat ambil paper bag milikmu, Elina," perintah Sean sambil mendaratkan bokongnya kembali ke sofa. "Dan jangan menggoda asistenku." ucap Sean seraya menyilangkan kaki bak sultan.
"Apa maksudmu? Aku sedang tidak menggoda Ben." bantah Elina.
Sean menjelaskan. "Kau sengaja berkenalan dengan asistenku saat bathrobemu hampir memamerkan payudaramu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE DESIRE
RomanceCERITA INI MENGANDUNG UNSUR ADEGAN DEWASA, KEKERASAAN DAN KATA-KATA KASAR. BIJAKLAH DALAM MEMBACA! DARK ROMANCE 21+ | Sean yang sudah berusia 29 tahun, terpaksa menikah dengan wanita pilihan ayahnya. Pernikahan ini dilaksanakan atas dasar perjodohan...