Chapter 19 : Jantung berdetak

1K 27 0
                                    

"Aku tidak bisa menjadi sekretaris penggantimu, Sean." ujar Elina, menanggapi ketika dirinya keluar dari kamar mandi dengan memakai balutan kimono putih satin untuk mengambil paper bag yang ketinggalan di tepi ranjang.

"Kau hanya perlu mencatat point penting yang klienku sampaikan saat meeting nanti."

"Kalau begitu kau bisa minta tolong kepada Ben."

"Asistenku sibuk mengurus hal lain."

"Kau pikir aku tidak sibuk?"

"Memang tidak," Sean menjawab dengan tenang cukup mengintimidasi karena benar adanya. "Kau setiap hari hanya menemani anakmu bermain dan sesekali ikut bepergian jika mommy mengajak dirimu."

Pernyataan itu berhasil membuat Elina mati kutu dan merasa sedikit kesal. Ia dalam hati membenarkan perkataan Sean. Dia juga bosan selalu mengikuti mommy Grace untuk selalu berkumpul dengan para sosialita yang selalu memamerkan perhiasan terbaru setiap minggu dan seputar jalan-jalan mereka ke luar negeri.

"Karyawan di kantormu banyak," tolak Elina, mencoba mencari alasan yang masuk akal. "Pasti ada salah satu dari mereka yang bisa memback up pekerjaan itu."

"Mereka mempunyai pekerjaan yang tidak bisa diganggu gugat." jawab Sean dengan suara rendah namun tajam penuh penekanan.

"Tapi aku tetap tidak mau." putus Elina akhirnya.

Tidak mempedulikan, Sean duduk di tepi ranjang, matanya terus memaku pada layar tablet. Saat berbicara pun sedari tadi Sean tidak menatap Elina sama sekali.

Sungguh pria sialan.

Merasa diabaikan, Elina dengan kesal menyambar paper bag dan langsung mengacir ke kamar mandi.

Setelah lima belas menit bersiap diri, Elina sudah rapi dengan balutan kemeja berwarna abu-abu gelap dan rok selutut. Ia tidak memakai riasan karena memang tidak ada makeup wanita di meja rias penthouse Sean. Untungnya pria itu membawa clutch-nya saat ia tak sadarkan diri. Jadi, Elina tidak lupa mengoleskan sedikit lipstik yang selalu ia bawa. Rambut hitam panjang nan juga lebat yang masih basah, ia sisir rapi dan dibiarkan tergerai bebas agar cepat kering.

Kali ini Elina duduk di single sofa menyandarkan punggungnya untuk berhadapan dengan Sean yang berada di tepi ranjang. Kemudian menyilangkan kaki dan memejamkan mata beberapa saat. Sejenak untuk menenangkan diri. Setelah itu menghembuskan napas pelan tanpa kentara.

"Baiklah aku setuju menjadi sekretaris penggantimu," kata Elina seraya memandangi lamat-lamat ekspresi suaminya. Cukup labil namun dia mencoba memikirkan kejadian yang kemarin.

Masih terlihat acuh tak acuh, Sean masih saja fokus pada benda berbentuk persegi panjang itu. Tapi Elina yakin bahwa telinga Sean masih berfungsi baik untuk mendengarkan ada wanita yang sedang berbicara kepada dirinya.

Kemudian Elina melanjutkan kembali. "Tapi aku punya syarat untukmu."

Sean langsung menolehkan kepala dan memandang Elina dengan mata membelalak.

"Tidak ada yang gratis di dunia ini, bukan?" Elina berusaha tersenyum tipis ketika berhasil membuat arah pandang Sean berubah padanya bukan lagi ke tablet sialan itu.

"What do you mean?"

"Kau bilang ini rapat penting, kan? Aku tidak mau mendapatkan bayaran selayaknya sekretaris biasa. Aku minta bayaran lebih," Elina berkata pelan dengan nada penuh hati-hati. "Aku bisa membantumu memenangkan project yang kau tangani saat ini. Satu syarat dariku, aku hanya mau dibayar lima juta dollar untuk bagianku."

Sean sangat tercengang akan permintaan Elina.

Di dalam kamar mandi, Elina sudah mencari informasi project apa yang sedang ditangani oleh Sean. Ia sudah memikirkan secara matang agar mendapatkan uang dengan cepat tanpa perlu meminta dari Sean. Yah, walau dari tangan yang sama— tapi caranya berbeda. Dengan bekerja seperti itu jauh lebih terhormat dari pada meminta uang secara langsung kepada Sean yang menurutnya sama saja seperti mengemis. Berbeda cara, sebab Elina mendapatkan uang dengan cara bekerja dengan Sean walau dengan imbalan yang sangat tidak masuk akal.

REVENGE DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang