Chapter 73 : Kenyataan indah

544 17 1
                                    

POV ELINA

Brooklyn, Amerika

Pernahkah kalian merasa seperti diikuti oleh seseorang?

Ini memang agak sedikit menakutkan. Lima tahun belakangan ini, aku merasa seperti ada sosok tak kasat mata terus mengikutiku tanpa lelah dan kentara.

Setiap kakiku melangkah, setiap kegiatan yang kulakukan, rasa-rasanya ada seseorang menghantuiku. Sekelebat bayangan pakaian berbalut serba hitam mengawasiku dari kejauhan.

Setelah kematian suamiku, melahirkan bayi kembarku, aku hanya mencoba menjalani hidup sebaik mungkin dan sewaras mungkin.

Sungguh ini bukan aku mulai gila dan ilusi semata dari mataku. Demi Tuhan aku merasakan bulu kudukku meremang dan hatiku berdetak tak karuan membayangkan ada seseorang mengikutiku. Anehnya aku tidak takut. Akan tetapi setiap kali aku menengok dan mencari sekelilingku tidak kudapati apa-apa. Semua orang berjalan lalu lalang dan melakukan aktivitasnya. Tidak ada gerakan mencurigakan seperti menguntit seseorang.

Sering kali aku mengadu pada mertuaku, namun dia mengabaikan dan hanya bisa menjawab, "Tentu ada yang mengawasimu, Elina. Selain Benny, pengawal-pengawal terkuat telah aku bayar. Kau bisa melakukan aktivitas sesuka hatimu tanpa ada rasa takut. Mereka sangat terlatih. Hentikan pikiran parnomu karena di luar sana memang ada penjaga yang kusiapkan dari kejauhan menjagamu dari jarak aman."

Setidaknya ucapan yang terlontar dari Albert membuat pikiran parnoku seketika menyurut sementara bagaikan ombak yang berhenti akibat gelombang pasang.

Tidak setiap hari, namun entah perasaanku saja dalam setahun aku merasa ada yang memataiku. Hari itu semakin nyata ketika setiap menjelang natal tiba.

Setiap hari menyedihkan itu pasti aku akan mendatangi makam suamiku yang berada tak jauh dari sisi ayahku Leonardo de Rojas. Aku menghabiskan waktu hanya sekadar mengobrol pada gundukan makam dari matahari terbit hingga tenggelam, terganti dengan bulan menyorot penuh sinar temaramnya yang mengkilau.

Bisa dibilang aku sangat membenci hari kejadian itu. Hari yang di mana telah membinasakan dua orang berharga dalam hidupku.

Sulit rasanya menerima kenyataan tidak adanya Sean dalam hidupku.

Sulit rasanya membesarkan buah hati kami yang keduanya memiliki raut wajah yang hampir mirip dengan rupa suamiku.

Sulit rasanya menjelaskan kepada mereka kenapa ayahnya bisa tiada bahkan sebelum mereka lahir.

Sulit rasanya bertahan hidup hingga sesekali pernah muncul dalam pikiranku untuk mati menyusul Sean di akhirat.

Sulit rasanya mempercayai hari di mana dokter mengatakan suamiku telah tiada.

Duniaku amat runtuh membayangkan tidak adanya Sean.

Hari besar itu semacam kutukan Tuhan bagiku. Tidak ada yang menduga hari menyedihkan itu. Dulu pun, anak pertamaku— Brown Alexander, suami tercintaku dan ayahku dinyatakan meninggal dengan cara paling menyakitkan hati.

Orbit hidupku benar-benar runtuh. Menurutku tidak ada lagi keadilan Tuhan dalam hidup. Kebahagiaan yang baru saja dirasakan beberapa bulan, direnggut secara beruntun lagi seolah diriku adalah pendosa yang tak layak dapat pengampunan dan tidak boleh merasa senang. Demi iblis beserta teman-temannya, aku bersumpah tidak akan mengampuni orang-orang yang telah merenggut kebahagiaanku.

Aku sudah benar-benar jatuh hati padanya. Setiap detik, menit dan jam selalu pikiranku tertuju bagaimana mati dengan cepat tanpa melukai diri sendiri. Sayangnya niat buruk tersebut harus aku urungkan mengingat Alesha, Alvarez dan Alvaro membutuhkan aku dalam menopang hidup mereka.

REVENGE DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang