"hai.."
Christy menoleh kearah pintu, ekpresi nya sedikit menampakan rasa kaget.
Freya tersenyum canggung tapi segera ia mengendalikan dirinya agar tak terasa kaku di hadapan Christy."Gimana kabar kamu hari ini?" Tanya Freya sambil meletakan sekotak kue di atas nakas.
"Jauh lebih baik" hanya itu jawaban Christy dan Freya pun hanya mengangguk. Selama menjadi teman sekelas mungkin ini kali pertama nya mereka berdua berbincang, itu yang membuat kedua nya terasa canggung.
Freya menarik kursi dan duduk tepat di sebelah ranjang Christy, pandangan nya sesekali memperhatikan beberapa bagian tubuh Christy yang terbalut perban dan beberapa memar yang sudah hampir pudar.
"Apa memar itu ulah adik ku?" Tanya Freya sambil menunjuk kearah memar di sikut Christy.
Christy tak menjawab, ia hanya menggerakkan tangan nya untuk melihat memar yang nyaris sudah ia lupakan.
"Aku pernah melihat Kathrin dengan sengaja mendorong tubuh kamu sampai kamu terjatuh" ucap Freya setelah yakin kejadian yang ia ingat itu pasti membuat lengan Christy memar seperti ini.
"Apa peduli kamu? Bukan kah kalian sama? Kalau kamu merasa sikap adik mu itu ga baik, kenapa kamu diam aja"
Entah keberanian dari mana, Christy lancar mengucapkan kalimat itu pada Freya, hingga membuat Freya hanya diam tak berani menatap wajah nya.
"Maaf" hanya itu yang keluar dari mulut Freya.
Christy terdiam cukup lama menatap Freya yang masih menunduk, ia sedikit tak menyangka sosok dingin yang sangat pendiam itu kini berada di hadapan nya dengan sikap penuh penyesalan.
"Cuma Kathrin yang aku punya, aku selalu memastikan apapun yang bisa buat dia bahagia, dia itu baik Christy.. dia cuma kurang perhatian dari orang tua kami"
"Lalu kamu?"
Freya tercekat, ia kini beralih menatap Christy cukup dalam, pertanyaan yang terasa sangat sulit untuk ia jawab.
"Sepertinya kita sama, kebahagiaan kita sendiri justru ga pernah kita pikirkan, aku pernah ada di posisi itu Freya, bahkan selalu seperti itu sebelum akhir ya aku bertemu dengan ibu kandungku sendiri juga teman baik yang ngebuat aku sadar kalau kebahagian ku itu justru lebih utama dibandingkan apapun"
Freya masih terdiam mencerna setiap kalimat yang diucapkan Christy.
"Aku selalu berusaha untuk tidak membenci siapapun termasuk kamu dan adik mu, jadi jangan khawatir" Christy menepuk pundak Freya dengan wajah yang tersenyum.
Pandangan Christy beralih saat pintu kembali terbuka dan muncul Zee yang duduk di kursi roda dengan Marsha yang mendorong nya.
"Kamu lagi? Toy.. kamu ga di apa-apain kan?" Cecar Zee dengan tatapan sinis menatap Freya, sementara Marsha terlihat memperhatikan Freya lebih detail.
"Engga lah Zoy, kamu ga liat aku gapapa, malah Freya bawain aku kue nih" jawab Christy. Tapi Zee sepertinya tak bisa tenang begitu saja.
Marsha tercekat, ia seperti teringat sesuatu yang sangat penting untuk nya.
"Kamu..." Kalimat Marsha terpotong saat Freya langsung berdiri dan menatap nya.
"Kebetulan, aku juga mau ketemu kamu" ucap Freya.
Kening Zee berkerut, ia merasa bingung dengan situasinya.
"Kalian saling kenal?" Tanya Zee yang menatap Marsha dan Freya secara bergantian.
"Kalau ga keberatan, boleh kita ngobrol berdua sebentar" ucap Freya dan Marsha pun langsung mengangguk.
"Sha.." Zee menarik lengan jaket Marsha seolah menahan Marsha untuk pergi, ia hanya khawatir.
