Sendu sepertinya terasa sampai ke atas langit. Gemericik gerimis sedikit membuat suasana tidak terlalu sunyi.
Tak ada yang meninggikan suaranya, semua tampak diam dengan mulut komat kamit berucap doa atau ada yang hanya sekedar duduk termenung menatap beberapa orang yang berlalu lalang keluar masuk rumah.Marsha masih duduk di samping Zee, dari awal sampai selesai pemakaman ia tak pernah sedikitpun menjauh dari Zee.
"Kamu belum minum dari tadi" bisik Zee sambil memberikan minuman kemasan gelas, namun di tolak begitu saja oleh Zee.
Mata Zee sedikit melihat kearah Bang Andre yang nampak serius berbicara dengan Pak Haji, salah satu tokoh sepuh di kampung ini.Samar-samar terdengar ucapan mereka yang memikirkan nasib Zee kedepan nya.
Marsha sedikit geram, tak bisakah mereka membicarakan itu saat pulang dari sini? Ia takut Zee lebih merasa terpuruk mendengar setiap ucapan kasian dari para tetangganya."Aku mau istirahat" ucap Zee, tentu itu langsung di angguki oleh Marsha.
Ia membantu Zee untuk masuk ke kamar nya lalu membiarkan Zee untuk sendiri.
Marsha berjalan keluar, meregangkan otot nya yang terasa kaku karena lama duduk.
"Kenapa kamu bisa disini?"
Marsha menoleh, ternyata Ashel yang bertanya dan kini sudah berdiri di samping nya.
"Memang nya kenapa?"
Salah satu kebiasaan Marsha sepertinya, ia selalu menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.
"Aku aja sahabat nya baru tau kalau Ayah Zee meninggal tadi pagi tapi kamu udah ada disini saat semua nya belum datang"
Marsha tertawa, tidak kencang hanya terkesan geli dengan apa yang baru saja ia dengar.
Marsha mengubah posisi nya hingga kini berhadapan tepat di depan Ashel.
Kedua tangan nya ia simpan di saku jaket, tatapan nya berubah menjadi dingin."Kata-kata kamu lucu, harus nya kamu ucapin itu sambil bercermin, terus kamu bilang deh, aku yang sahabatnya Zee kenapa ga bisa ada saat dia terpuruk, kenapa malah orang lain, gitu.. coba deh"
Marsha menepuk bahu Ashel cukup kencang, sepertinya Ashel tak berkutik sedikitpun, tatapan Marsha terasa mengintimidasinya.
Mata Ashel mengerjap ketika merasakan cengkraman kasar di bahu nya.
"Cemburu kamu ga mendasar" desis Marsha, berbisik tepat di telinga Ashel lalu pergi begitu saja meninggalkan Ashel yang masih mematung.
Pemakaman sudah selesai, beberapa orang yang datang melayat pun sudah mulai berkurang, hanya ada Andre, Ashel dan bbrapa guru Zee yang datang.
Ashel membuka pintu kamar Zee dengan perlahan, sebenarnya ia tak ingin mengganggu Zee tapi ia sangat khawatir saat ini.
Ternyata Zee tak tidur, ia hanya duduk di pinggir ranjang dan hanya diam menunduk.
"Zee.."
Zee menoleh lalu kembali menunduk, sangat jelas kesedihan masih mendominasi raut wajah nya.
Ashel duduk di samping Zee, menarik tubuh Zee untuk bersandar di bahu nya.
"Kamu ga sendiri" ucap Ashel.
Zee masih diam, ia memejamkan matanya dengan kepala yang masih bersandar di bahu Ashel.
Marsha terdiam di balik pintu kamar Zee, celah kecil yang terbuka membuatnya bisa melihat Ashel dan Zee di dalam. Tangan Marsha mencengkram erat bungkusan plastik yang ia bawa.
Tok.. tok..
Marsha mengetuk pintu tapi ia juga yang langsung membuka pintu nya, membuat Ashel dan Zee langsung menoleh.
