Sunyi suasana rumah sakit semakin terasa sendu bagi Shani dan Gita yang saat ini hanya bisa duduk menatap dua gadis yang masih saja belum membuka kedua mata mereka.
"Apa hasil tes dna nya sudah keluar?"
Gita tercekat, ia terdiam cukup lama sebelum akhir nya menjawab pertanyaan Shani.
"S..sudah Bu"
Gita mengeluarkan sebuah amplop coklat dari tas nya dengan ragu lalu memberikan amplop itu pada Shani.
Shani menerima nya, membuka nya tanpa ragu tapi perlahan air matanya kembali jatuh."Dia bukan anak ku"
Gita menunduk lebih dalam seakan enggan melihat pemandangan di hadapan nya.
Shani menoleh pada Christy, lebih tepat nya pada kalung yang Christy pakai, kalung yang sama dan hanya di buat khusus untuk anak nya.
"Kalau memang anak ini adalah anak ku, kenapa hati ku tidak merasa bahagia sekarang" lirih Shani.
Gita tak menanggapi apapun perkataan Shani, ia masih menunduk dengan tangan yang mengepal kuat.
Entah misteri apa lagi yang sedang ia simpan tapi kali ini air mata Shani seolah membuatnya benar-benar merasa takut.Tangan lentik Shani mengelus pelan pipi Christy, mencoba mencari ikatan seorang ibu dan anak yang sangat lama tak pernah ia rasakan.
"Apa kesalahan ku dulu benar-benar fatal? Sampai Tuhan cabut perasaan sayang ku pada anak ku sendiri?" Ucap Shani.
Gita mengangkat wajah nya yang sejak tadi menunduk, ia berjalan menghampiri Shani untuk sekedar mengelus punggung Shani, tapi tatapan nya tak lepas dari Zee yang masih dengan kondisi yang sama.
Air matanya pun ikut menetes, bibirnya bergumam kata maaf pada gadis di hadapan nya itu."Aku akan rawat kedua nya, tolong siapkan semua nya gita"
*****
Marsha berlari cukup kencang, kabar mengejutkan yang di bawa Viny tadi benar-benar membuat hatinya hancur, seakan tak peduli jika ini adalah Rumah Sakit, Marsha tetap mengabaikan suara bising hentakan sepatu nya, yang penting ia ingin segera melihat kondisi gadis kesayangan nya itu.
Dengan nafas terengah Marsha berhenti di depan sebuah pintu, tapi sayang seorang suster mencegahnya yang baru saja akan membuka pintu.
"Pasien sedang di tangani dokter, tolong jangan masuk dulu ya"
Marsha hanya mengangguk, sedikit mengintip dari celah kaca yang terpasang di pintu, tak banyak yang bisa ia lihat, hanya punggung seorang dokter yang saat ini ada di pandangan nya.
Adel dan Ashel pun terlihat tergesa menghampiri Marsha. Terlebih lagi Ashel, matanya sudah sembab menandakan ia sudah cukup lama menangis.
Pintu pun akhirnya terbuka, Marsha berdiri menghampiri ibunya yang ternyata sejak tadi menangani Zee.
"Zee gimana Ma?"
Adel dan Ashel sedikit terkejut, karena mereka tak pernah melihat orang tua Marsha sebelum nya.
"Sudah sadar tapi jangan terlalu banyak di ajak bicara, biarin Zee istirahat" ucap Veranda.
Marsha mengangguk lalu bergegas masuk.
Nafas nya tercekat melihat Zee yang terbaring lemah dengan banyak perban di tubuh nya, ingin rasanya ia menangis seperti Ashel saat ini tapi Marsha bika tipe orang orang dengan mudah menunjukan air mata nya di depan orang banyak.
"Kok bisa gini sih Zee, kamu kapan sih ga bikin aku khawatir" Ashel menangis di sela ucapan nya tapi Zee hanya tersenyum, tubuhnya masih belum bertenaga untuk menjawab apapun.