"hayo mau kemana?"
Suara Viny nyaris saja membuat Marsha melompat kaget, bahkan kini di dalam hatinya ia mengumpat kasar pada Viny yang seenak nya membuatnya kaget.
"Ayok pulang", Vinya menarik tangan Marsha tapi Marsha langsung menahan nya.
"Yuk Sha.. eh kak Viny" sapa Zee saat ia melihat Viny.
"Kamu ga ada niatan buat pulang Zee? Andre sering mikirin kamu, sesekali pulang ya, Andre udah anggap kamu kayak adeknya sendiri"
Ucapan Viny membuat Zee terdiam dan Marsha yang saat ini menatap wajah Zee sangat bisa merasakan apa yang Zee rasakan, rumah yang banyak kenangan untuk Zee pasti akan membuat Zee kembali merasa sedih.
Zee tersentak saat Marsha menggenggam erat tangan nya, ia menoleh dan mendapati Marsha yang kini tersenyum padanya, senyuman yang rupanya mampu membuat hati Zee sedikit tenang.
"Iya kak, nanti aku kesana"
"Kenapa ga sekarang aja? Kamu tinggal dimana sekarang?"
"Kak udah dong, nanti kalau Zee mau pasti dia pulang" bela Marsha.
"Gapapa, aku bisa nemuin kak Andre sekarang kok" ucap Zee tapi Marsha justru terlihat khawatir.
"Nanti aku bilang kak Jinan kalau aku pulang telat" Zee mencoba meyakinkan Marsha yang masih menatap khawatir padanya.
"Ya udah, ayok aku antar kamu setelah antar anak ini pulang" ucap Viny dan itu membuat Marsha semakin mengeratkan genggaman tangan nya.
"Ih ga mau, aku mau ikut juga"
"Kamu masih kakak hukum ya, ga boleh keliaran dulu"
"Ish ga mau pulang kalau gitu!"
Zee hanya tersenyum, ia menoleh pada tangan Marsha yang kini memeluk erat lengan nya, sangat erat.
"Hadeuh, ya udah ayok"
*****
"Kenapa kamu?"
Bukan mendapat jawaban Gita justru mendapat tatapan enggan dari orang di hadapan nya, walaupun tengah terbaring dengan perban di perut nya tapi tidak membuat Cio melunakkan hatinya di hadapan Gita.
"Bawa Shani lagi di hadapan ku"
Suara Cio terdengar serak, bahkan ia mengabaikan sepotong apel yang Gita berikan di hadapan nya.
"Untuk apa?" Gita meletakan apel itu kembali di atas piring.
"Dia istriku, kenapa kamu bertanya untuk apa"
"Cih.." Gita tersenyum remeh
"Bahkan pernikahan kalian hanya sebatas ikatan bisnis orang tua kalian saja, oh.. aku lupa kalau kamu mungkin sudah mulai jatuh cinta pada Shani, tapi sayang dia tak pernah memiliki rasa itu untuk kamu"
Cio menatap lebih tajam, ini pertama kalinya Gita bisa berbicara cukup lantang di hadapan nya.
"Kamu sudah berani padaku rupanya" ucap Cio dan lagi-lagi Gita hanya tersenyum penuh arti.
"Aku bukan budak mu Cio" Gita memundurkan langkah nya lalu meraih tas nya yang tadi ia simpan diatas nakas.
"Kamu harus mengakui anak ku atau ini awal dari hancurnya karir yang bertahun-tahun kamu bangun"
Gita berlalu begitu saja meninggalkan Cio dengan wajah memerah penuh amarah, bahkan hancur sudah vas bunga di atas meja yang harus terlempar hanya demi melampiaskan kekesalan nya.
Pintu tertutup dengan rapat, seketika tubuh Gita melemah, ia bersandar pada tembok dengan mata yang terpejam kuat, ada sesak di dadanya mendengar Cio berteriak.