Udara yang terasa dingin bahkan rasanya lebih dingin dari cuaca di luaran sana, tempat yang asing dan tak pernah diinginkan siapapun.
Christy duduk cukup tegang, bahkan bergerak pun rasanya sangat canggung ia lakukan.Tubuh Christy sedikit terlihat tegang saat dua penjaga mengapit sosok orang yang saat ini menjadi tujuan utama ia datang ketempat ini.
Gita cukup terkejut saat melihat siapa orang yang dikatakan penjaga ingin bertemu dengan nya, sosok yang selalu ia rindukan lebih dari siapapun.
Saat duduk dan saling bertatapan, keduanya hanya diam saling mencerna pikiran nya masing-masing sebelum akhir nya Gita yang lebih dulu berbicara.
"Maaf.. saya sering buat kamu celaka"
Christy masih diam, jika dibandingkan Shani Gita sangatlah kaku untuk menjadi seorang ibu.
"Kalau kamu datang kesini untuk marah atau ingin saya lebih lama mendapatkan hukuman disini, saya bisa terima"
Kali ini Gita menunduk, tak kuasa rasanya ia menatap kembali wajah putrinya.
"Aku akan tunggu mama pulang"
Gita terpaku, akhirnya perlahan ia berani menatap wajah putrinya lagi yang kini tengah tersenyum manis tanpa ada sorot mata kebencian lagi, sepertinya Christy benar-benar bisa berdamai dengan masa lalu nya, menerima sosok yang bahkan sempat sangat asing untuk nya.
Mata Gita berkaca-kaca, sepanjang hidup nya ia selalu di tuntut kuat bahkan menampakan kesedihan sedikit pun rasanya tak boleh dan kini hanya darah daging nya lah yang bisa meluluhkan sisi keras Gita selama ini.
Tangan Gita terangkat menyentuh kaca pembatas, ingin rasanya ia menyentuh anak nya secara langsung tapi apa daya peraturan tak membolehkan nya dan hanya bisa berbicara di balik kaca pembatas seperti ini.
"Tolong bertahan dalam kondisi apapun nak, mama janji akan cepat pulang"
Christy mengangguk, hatinya terasa lega saat ini, keputusan nya untuk meredam semua ego berhasil, ia jauh merasa lebih baik saat ini.
****
Samar-samar terlihat cahaya yang mulai memudar. Shani mulai membuka matanya secara perlahan, pikiran nya sibuk menerka dimana dia berada saat ini, apakah ini sebuah mimpi atau memang sosok yang sudah lama ia rindukan benar-benar nyata di hadapan nya.
Tangan Shani yang lemah itu terangkat dan di sambut baik oleh Gracia, ia menggenggam erat lengan Shani bahkan sesekali mengecup nya, menyalurkan kerinduan yang selama ini ia pendam sendirian.
Shani masih tak mampu berkata banyak, tapi setetes air mata yang mengalir dari sudut matanya cukup mewakilkan perasaan nya saat ini.
"Hei, ini aku" Gracia tersenyum sembari menghapus air mata yang mengalir dari mata orang yang sangat dicintainya itu.
Jinan yang baru datang langsung berucap syukur."Sudah aku duga, kamu wanita yang kuat Shan, sabar ya.. secepatnya kita akan coba meyakinkan Zee buat donorin hatinya buat kamu" ucap Jinan.
Gracia tersentak kaget saat Shani mencengkram erat tangan nya, dilihatnya Shani yang saat ini semakin menangis sambil menggelengkan kepalanya.
"Hey tenang.. operasi itu ga akan merugikan Zee, hatinya akan tumbuh lagi seiring berjalan nya waktu, kalian pasti baik-baik aja" Gracia berusaha untuk menenangkan Shani tapi sepertinya Shani sama sekali tak sependapat dengan nya, ia semakin menangis saat ini.
"Jangan lukai anak ku, aku akan hidup dan mati tanpa melukai anak ku lagi" ucapan Shani sedikit terbata. Gracia menggigit bibir menahan sesak di dadanya, bukan kondisi Shani seperti ini yang ia inginkan saat bertemu lagi, hati mana yang tak hancur melihat kodisi orang yang disayanginya separah ini.