⚜️⚜️⚜️PADA siang itu, sinar matahari yang lembut menerobos masuk ke dalam istana, menyinari langkah Nicholas dan Anastasia yang sedang menjelajahi lorong-lorong megah Istana Riverdale. Setiap sudut istana dipenuhi dengan keindahan seni arsitektur klasik dan hiasan yang elegan. Dengan kedua tangan mereka yang saling bertautan, Nicholas mengajak Anastasia berkeliling untuk mengusir kebosanan, sambil menceritakan sedikit yang ia tahu tentang sejarah-sejarah Kerajaan Tharvis. Anastasia tampak terpukau, mendengarkan dengan baik. Dan Nicholas suka momen dimana ada orang mau mendengarkannya bercerita tanpa dicela.
Istana Riverdale memiliki ratusan ruangan yang berbeda-beda fungsi. Tentu saja, satu hari tidak akan cukup untuk mengelilingi seluruhnya, namun Nicholas berusaha sebaik mungkin memperkenalkannya pada Anastasia. Meski banyak hal terasa asing bagi Anastasia, ia berupaya keras untuk mengingat semuanya, menyadari bahwa sebagai bagian dari kerajaan, penting baginya untuk memahami hal-hal tersebut.
Para pengawal yang berdiri di setiap sudut ruangan memberikan hormat kepada Nicholas dan Anastasia saat keduanya melangkah di depan mereka. Hal yang sama terjadi dengan para pelayan dan pengurus istana. Suasana di istana tidak pernah sepi. Dimana-mana ada orang-orang yang berlalu-lalang.
"Kau pasti tidak pernah merasa kesepian di sini, Nicholas. Istana Riverdale selalu ramai orang," kata Anastasia dengan senang melihat keramaian di sekelilingnya.
"Keramaian bukan jaminan untuk tidak merasa kesepian, Stasia. Nyatanya, aku selalu merasa kesepian di tengah keramaian ini," jawab Nicholas. Kalimat Anastasia membuat Nicholas teringat akan kesepiannya. Meskipun memiliki sahabat, namun pandangan orang yang remeh padanya, membuatnya merasa kecil. Bahkan Raja Luther sendiri tidak mempercayainya.
Anastasia menatap Nicholas dengan simpati. Mengapa suaminya berbicara seperti itu? Kembali ia teringat dengan cerita Putri Joselynn yang sempat terpotong kemarin. Apa ada hubungannya dengan itu?
"Jangan menatapku dengan kasihan, Stasia. Aku tidak suka dikasihani. Aku kuat dan mampu bahagia sendiri. Tidak perlu keramaian untuk itu." Nicholas yang terfokus pada langkahnya di depan, menyadari bahwa Anastasia kini menatapnya.
Anastasia hanya diam lalu menundukkan kepala. Nada bicara Nicholas terdengar kesal, sepertinya ia salah paham mengira Anastasia meremehkannya. "Maaf, Nicholas. Aku tidak bermaksud seperti itu. Mulai sekarang, kau tidak akan merasa kesepian lagi. Aku akan berusaha menjadi istri yang selalu ada di sisimu," ucapnya mencoba menenangkan.
Nicholas tidak merespons, sulit mempercayai kata-kata Anastasia. Kalimat tersebut terdengar seperti lelucon yang menggelitik perutnya. Di dunia ini, yang ia percaya hanya dirinya sendiri. Kembali mempercayai dan menggantungkan hidup pada orang-orang hanya akan membawa kekecewaan. Dan Nicholas tidak mau itu terjadi lagi.
Alih-alih menjawab, Nicholas justru menarik tangan Anastasia, membawa mereka masuk ke sebuah ruangan di mana Raja Luther biasanya bersantai. Ruangan ini dipenuhi dengan ornamen klasik abad pertengahan yang khas, serta rak buku yang tersusun rapi. Tempat ini seringkali menjadi saksi kebijakan-kebijakan yang mengubah negara Tharvis, hasil pemikiran Sang Raja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying A Prince ✔️
FantasyPangeran Nicholas Veer Ralph, putra bungsu dari Raja Luther pemimpin Kerajaan Tharvis, terkenal sebagai seorang yang angkuh, pemarah, dan pemberontak. Bahkan reputasinya sebagai seorang pemain wanita telah tersebar luas di seluruh negeri. Sikapnya y...