⚜️⚜️⚜️NICHOLAS duduk sendirian di sudut tersembunyi Istana Riverdale yang jarang dilalui orang. Wajahnya yang tampan tersembunyi di balik ekspresi kesedihan dan kekecewaannya yang mendalam. Baru saja Raja Luther memarahinya secara terang-terangan di hadapan seluruh penghuni istana karena tindakannya di Arena Arion. Bukan hanya sekadar teguran, tapi juga tamparan keras yang menghantamnya hingga bibirnya berdarah.
Ini bukanlah kali pertama Raja melontarkan kemarahan di depan publik, dan setiap kali itu pula hati Nicholas terluka dan dibuat malu karena merasa tak pernah dicintai oleh sang ayah. Air mata yang tak tertahankan lagi mulai mengalir deras, membasahi pipi pucatnya. Ia putus asa. Di mata Raja, ia tak lebih dari seorang anak nakal yang tak kunjung belajar, seorang pembuat keributan.
Nicholas merasa sedih karena Raja tak pernah melihat sisi baiknya, selalu menyalahkannya tanpa memahami hatinya. Yang ia inginkan hanyalah perasaan dicintai, bukan dihukum. Hanya Ibunda Permaisuri yang selalu memahami perasaannya, yang senantiasa memberinya pelukan hangat. Sikap Raja selalu membuat Nicholas merasa bahwa tak ada tempat baginya di dunia ini. Ia selalu berharap bisa menghilang dari bumi ini.
"Pangeran Nicholas."
Nicholas segera menyeka air matanya saat mendengar panggilan itu. Ketika ia berbalik, ia menemukan Anastasia berdiri di belakangnya. Raut wajahnya terkejut, tak mengira akan ada orang yang tahu keberadaannya di sini. Biasanya, saat dalam kesedihan dan kekesalannya memuncak, Nicholas mencari tempat sepi seperti ini untuk berdiam diri.
"Untuk apa kau datang?" tanya Nicholas dengan suara parau, mencoba menyembunyikan kesedihannya. Ia tidak suka ada yang melihatnya menangis. Itu membuatnya terlihat lemah.
Anastasia mendekatinya. "Aku khawatir padamu, dan mencarimu ke mana-mana." Di balik mata yang sembab, Nicholas bisa melihat ekspresi kekhawatiran yang dalam di mata Anastasia.
"Dari mana kau tahu aku ada di sini?"
"Aku hanya menebak." Anastasia telah menyaksikan sendiri bagaimana Raja Luther memarahi dan menampar Nicholas lalu melihat suaminya melarikan diri entah ke mana sejak sore tadi. Sejak saat itu pula, Anastasia sibuk mencarinya ke sana kemari, hingga akhirnya menemukannya disini. Sungguh ia takut Nicholas nekat melakukan hal yang tak sepatutnya ia lakukan.
Nicholas tetap terdiam, matanya terpaku pada langit yang gelap, mencerminkan kerumitan batin yang tengah ia alami. Dunianya terasa seperti labirin yang tak terurai, sulit dipahami. Selama beberapa saat, mereka hanya menyaksikan keheningan malam yang mengelilingi mereka di sana.
Namun akhirnya, Anastasia mengumpulkan keberanian untuk berbicara lagi. "Nicholas," panggilnya lembut. "Aku minta maaf kalau aku membuatmu marah di Arena Arion tadi," lanjutnya. Ia sadar bahwa kekisruhan di Arena Arion yang berujung pada teguran keras dari Raja sebagian besar disebabkan oleh tindakannya. Meskipun ia tidak benar-benar tahu di mana letak kesalahannya yang membuat Nicholas begitu marah.
Nicholas menoleh padanya dengan pandangan tajam. "Aku sudah berulang kali katakan padamu, jangan meminta maaf atas hal yang tak kau sadari di mana letak kesalahannya."
Anastasia tertunduk.
Sejujurnya, Nicholas pun merasa terjebak dalam kebingungannya sendiri. Ia tidak sepenuhnya mengerti alasan di balik kemarahannya. Yang pasti, ia hanya tidak suka Anastasia memuji Stephen. Apakah itu yang disebut cemburu? Nicholas tidak yakin. Dan itu tidak mungkin.
Nicholas juga sebenarnya sudah sadar bahwa perilakunya yang kasar terhadap Anastasia tadi tidaklah pantas. Seharusnya, ia yang terlebih dahulu meminta maaf. Namun, kata-kata permintaan maaf itu tercekat di tenggorokannya. Selalu saja rasa gengsi dan keangkuhan lebih besar menguasai hatinya.
Nicholas terbatuk, ia memegang dadanya yang terkena tendangan dari Stephen. Rasa tidak nyaman itu membuatnya meringis.
Anastasia segera peka. "Dadamu masih sakit?"
Nicholas mengangguk kecil dengan wajahnya menahan sakit.
"Mau aku olesi minyak rempah?"
Nicholas mengangguk lagi dengan pasrah.
"Tunggu sebentar, aku ambilkan," ucap Anastasia, lalu melangkah cepat menuju tempat penyimpanan minyak rempah.
Tak butuh waktu lama untuk ia kembali dengan botol kecil berisi minyak rempah serta segelas minuman hangat di tangannya.
"Nich, kau belum minum. Aku membawakanmu air lemon madu," ujarnya sambil menyerahkan gelas itu kepada Nicholas.
Nicholas menatap gelas itu sejenak, lalu meraihnya.
"Aku ijin membuka bajumu, ya?"
Nicholas mengangguk singkat. "Iya."
Dengan hati-hati, Anastasia mulai membuka tiga kancing tertas, kemeja yang dipakai Nicholas. Setelah itu, dengan lembut menyapu minyak rempah di sepanjang dada suaminya. Nicholas merasa lebih nyaman, merasakan hangat dari sentuhan minyak rempah itu.
"Nich, kalau kau ada sesuatu yang ingin diceritakan, aku siap mendengarkannya," ucap Anastasia saat melihat Nicholas melamun menatap langit dengan sendu. Tanpa Nicholas tahu, Anastasia sempat melihatnya menangis tadi, dan hatinya terasa hancur melihat itu.
Nicholas menghela napas dalam-dalam, lalu memalingkan wajahnya untuk menatap Anastasia. Matanya terperangkap dalam tatapan lembut sang istri, namun ia ragu. Apakah dengan menceritakan kesedihannya pada Anastasia akan membuatnya merasa lebih baik? Apakah Anastasia akan benar-benar memahaminya dengan baik? Nicholas tidak yakin. Sungguh ia sulit mempercayai orang-orang selain dirinya.
Sudah terlalu lama ia membangun tembok yang menghalangi orang lain masuk ke dalam dunianya, terutama mengenai hati dan perasaannya yang terdalam. Yang orang lain lihat hanyalah sisi kenakalannya, tapi mereka tidak tahu apa sebenarnya yang tersembunyi di balik itu semua.
Melihat Nicholas hanya diam, Anastasia segera memahami. "Tidak apa-apa kalau kau belum siap untuk bercerita," katanya. "Yang penting, jangan terlalu lama memendamnya sendiri. Kita sudah menikah, Nich. Aku akan selalu ada untukmu, baik dalam suka maupun duka."
"Aku cuma ingin dipeluk," ujar Nicholas lirih.
Anastasia tersenyum kecil. Mengancingkan kembali kemeja Nicholas yang terbuka. "Dan ini dia pelukan untukmu," katanya sambil merangkul Nicholas erat-erat. Hangatnya pelukan itu memberikan kedamaian pada hati Nicholas, meredakan sedikit beban yang ia rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying A Prince ✔️
FantasyPangeran Nicholas Veer Ralph, putra bungsu dari Raja Luther pemimpin Kerajaan Tharvis, terkenal sebagai seorang yang angkuh, pemarah, dan pemberontak. Bahkan reputasinya sebagai seorang pemain wanita telah tersebar luas di seluruh negeri. Sikapnya y...