⚜️⚜️⚜️ANASTASIA terbangun dari tidurnya dengan perlahan, sinar matahari lembut menerobos melalui celah-celah tirai sutra yang melambai pelan di jendela. Ia mendapati Nicholas sudah terbangun lebih dulu, duduk di tepi ranjang mereka, matanya memandangi lantai marmer yang dingin dan berkilau, seolah tengah melamun dalam keheningan.
Anastasia, mengucek kedua matanya, menyibak selimut untuk menggeser tubuhnya mendekat dan merangkul suaminya dari belakang. Kehangatan pelukan sang istri membawa Nicholas kembali dari lamunannya. Ia tersadar, menoleh dengan senyuman. Tetapi Anastasia seolah tahu, bahwa senyuman itu tidak sepenuhnya tulus.
Anastasia mengeratkan pelukannya, merasakan kehangatan tubuh Nicholas yang sedikit bergetar. Ia bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres dari raut wajah suaminya. "Apa yang sedang kau pikirkan, Nich? Aku tahu ada sesuatu yang mengganjal hatimu."
Nicholas menarik napas dalam, seolah mencari kekuatan dalam tatapan mata cokelat Anastasia yang selalu menenangkan. Ia kemudian menatapnya sangat dalam. ""Aku bersedih, Anastasia," katanya dengan suara lirih. "Aku bersedih karena aku tidak bisa membahagiakanmu dengan memberimu keturunan. Aku gagal membuatmu bahagia. Aku..."
Air mata mulai mengalir di pipi Nicholas, dan Anastasia merasakan hatinya hancur melihat suaminya dalam keadaan seperti itu. Memiliki anak memang adalah impian mereka berdua, tetapi saat ini, Anastasia mulai belajar bahwa rencana Yang Maha Suci seringkali lebih indah dari yang pernah terbayangkan.
Dengan lembut, Anastasia menangkup kedua pipi Nicholas, mengelusnya penuh kasih sayang. "Nicholas, cukup. Jangan terus menyalahkan dirimu atas sesuatu yang tidak bisa kau ubah. Kau tidak gagal, kita tidak gagal. Aku masih ada untukmu dan kau masih ada untukku, dan itu sudah cukup."
Nicholas menghela napas panjang, merasakan kehangatan dan cinta yang terpancar dari Anastasia. Ia menutup matanya sejenak, menikmati sentuhan lembut sang istri yang seolah menenangkan seluruh kegelisahannya. "Terima kasih, Bie," ucapnya pelan, "Kau selalu tahu bagaimana membuatku merasa lebih baik. Kau selalu mau menerima aku apa adanya. Aku sangat beruntung memilikimu. Aku mencintaimu dan aku berjanji akan selalu berada di sisimu, apapun yang terjadi."
Anastasia tersenyum. Ia menyandarkan dahinya pada dahi Nicholas. "Aku mencintaimu juga." Lalu ia mengecup dahi Nicholas dengan hangat.
Dalam momen hangat itu, Nicholas tiba-tiba tersadar akan sesuatu yang penting. Hari ini mereka akan menghadiri persidangan Madeleine, agenda yang tak boleh mereka lewatkan. Ia mengangkat wajahnya, "Anastasia, kita harus bersiap-siap. Hari ini persidangan Madeleine."
Anastasia tertegun sejenak, kemudian mengangguk sambil melepaskan pelukan mereka. "Benar, aku hampir lupa."
Nicholas berdiri dan mulai bersiap-siap, sementara pikirannya melayang kembali pada pembicaraannya dengan Dravenor di kuil kemarin sore. Namun, Nicholas memutuskan untuk menyimpan informasi itu dulu sampai persidangan Madeleine selesai. Ia tidak ingin membebani Anastasia dengan pikiran lain saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying A Prince ✔️
FantasyPangeran Nicholas Veer Ralph, putra bungsu dari Raja Luther pemimpin Kerajaan Tharvis, terkenal sebagai seorang yang angkuh, pemarah, dan pemberontak. Bahkan reputasinya sebagai seorang pemain wanita telah tersebar luas di seluruh negeri. Sikapnya y...