Degupan jantungnya berpacu cepat. [Name] ada di Klinik, apa yang terjadi dengannya? Apa dia terluka? Atau, sakit barang kali? Pertanyaan-pertanyaan itu terus muncul dalam benaknya. [Name] tidak pernah mengatakan apa pun soal keadaannya, dia selalu terlihat ceria seperti biasa. Satu-satunya yang ia khawatirkan hanya soal sang Duke.
Dengan cepat pria itu mendatangi Klinik, melewati orang-orang yang berusaha menyapanya dan dengan wajah kalut sampai di sana. Dia melihat seorang gadis terbaring di atas kasur klinik, sesekali mendengar suara batuk dari arah gadis itu.
Perasaan bersalah menyerangnya. Wriothesley turun dengan langkah pelan dan mendekati kasur dimana gadis itu terbaring.
"[Name]...." dia memanggil, dengan suara lemah.
Gadis itu tersentak dan menoleh sedikit kemudian kembali memalingkan pandangannya dan menyembunyikan wajahnya dari balik selimut. Ah, tentu saja ini akan terjadi. Wriothesley tidak akan menyalahkannya.
"Aku ingin kau paham dan tahu bahwa aku benar-benar menyesali atas perbuatan yang sudah kulakukan dan kuakui kalau ucapanku...." Wriothesley mengeratkan kepalan tangannya dengan kuat, dadanya berdenyut. "... sudah melewati batas. Maaf karena aku berkata kalau aku kecewa padamu, seharusnya aku tidak katakan itu kepadamu."
"...."
Gadis itu terdiam, dia masih menutup wajahnya. Wriothesley simpulkan jika gadis itu sungguh sudah sakit hati dengan kata-katanya dan wajar jika kini [Name] yang marah padanya.
Dibandingkan didiamkan seperti ini, Duke lebih memilih agar gadis ini memukulnya dan berteriak kepadanya. Ini sangat menyakitinya untuk beberapa alasan. Dia tidak suka gadis ini mendiamkannya demikian.
"[Name]... aku... mungkin sudah jatuh hati padamu." Wriothesley menarik napasnya dalam-dalam. Ia mendengus dan tersenyum getir. "Ah, sial... aku tahu aku egois sekali. Padahal aku sudah mengatakan hal buruk padamu, tapi aku tidak ingin kau pergi."
"...."
Gadis itu masih enggan untuk menjawab. Ucapannya mungkin terdengar seperti dalih dan ia mengatakan itu seolah hanya karena tidak ingin gadis ini lebih marah lagi padanya dan meninggalkannya. Meskipun itu tidak benar, dan jika [Name] mengatakan itu, dia pun tidak akan menyangkalnya.
Karena saat ini Duke benar-benar lebih takut jika membayangkan gadis ini pergi dari Benteng Meropide dan meninggalkannya. Dia berpikir, jika dengan membencinya bisa membuat [Name] tetap di sini, dia akan melakukannya. Ya, itu lebih baik.
"[Name], aku—!"
"Yang Mulia?"
"!?"
Wriothesley menoleh cepat ke arah undakan anak tangga. Kini dihadapannya [Name] sedang berdiri dengan ekspresi terkejut di atas sana. Begitu [Name] turun dan berdiri dalam jarak cukup jauh, dia bertanya, "sedang apa Yang Mulia di Klinik? Apa Yang Mulia merasa sakit?"
"[Name]?"
"Ya? Ini aku?" [Name] melirikkan matanya ke kanan dan kiri dengan bingung. "Apa ada yang salah?"
Wriothesley menjadi cemas, keringat dingin meluncur dari pelipisnya. Lantas siapa yang ada di atas ranjang dan sedang terbaring? Hantu dan semacamnya itu tidak ada, dia meyakinkan itu dalam benaknya. Dia lebih mempercayai keberadaan monster daripada hantu. Tapi dia pernah mendengar tentang keberadaan hantu di Inazuma dari salah satu tahanannya. Tidak mungkin....
Lalu tiba-tiba dari arah belakangnya terdengar gesekan kain yang beradu, orang yang terbaring di sana berkata, "kau sudah kembali, Nona Sekretaris?"
"Nelly, apa kau sudah—"
KAMU SEDANG MEMBACA
✅️ [21+] I'll Taming the Duke and Marry Him! | Wriothesley x Reader
FanfictionAda sebuah buku terkenal yang beredar di dunia atas dan bawah laut Fontaine. Ceritanya mengenai seorang Duke muda berambut hitam dengan mata kelabu pucat. Sangat familiar, bukan? Siapa pun akan menyadarinya siapa karakter yang dimaksud walaupun penu...