Extra Story : Chapter 3

563 89 10
                                    

Pada akhirnya, [Name]—Ibunya memarahinya dan menyita gun-sword miliknya. Dia juga dilarang masuk ke bengkel pribadi milik Ayahnya yang ada di Benteng Meropide, ditambah dia juga dilarang datang ke Ring Pankration lagi.

Jadi Alexandre sedang sangat senggang hari ini dan hanya berbaring di Klinik milik Sigewinne dengan bosan.

Namun ia akui kalau Ayahnya benar-benar payah. Bukannya berusaha menenangkan Ibunya agar ia tidak marah, tapi Ayahnya justru semakin membuatnya bertambah marah. Sebaliknya, saat itu Navia-lah yang menenangkan Ibunya dan membuatnya hanya dihukum sebatas tidak diizinkan untuk membantu Navia lagi di Spina di Rosula sampai ia cukup dewasa.

"Kudengar Yang Mulia sampai tidak diizinkan masuk ke kamarnya," ujar Sigewinne.

"Iya. Ibu menyalahkan Ayah karena tidak menyembunyikan cetak biru dan senapannya di tempat yang lebih aman."

Sigewinne terkekeh. "Walaupun Yang Mulia melakukan itu, aku yakin Tuan Muda pasti akan menemukannya juga."

Alexandre bangun dari posisinya dan membalas, "Ayah juga mengganti kuncinya lagi walaupun aku pasti bisa membukanya juga kali ini."

Itu bukan kebohongan. Borgol yang selalu Wriothesley bangga-banggakan karena tidak bisa dibuka dengan kunci biasa nyatanya dapat dibuka dengan mudah oleh putranya ini dengan sedikit kerja keras.

Selama ini dia selalu penasaran dengan sarung tinju milik Ayahnya sejak pertama kali ia melihat Ayahnya bergelut di Ring Pankration, tapi Ayahnya tidak pernah menunjukkannya dari dekat karena takut Ibunya mengetahui itu. Karena itulah dia diam-diam masuk ke bengkel Ayahnya dan menemukan cetak biru untuk sarung tangan Ayahnya.

Aku senang Ibu khawatir padaku, tapi bukankah ini berlebihan?

Saat sedang memikirkan itu, Sigewinne yang seolah tahu berkata, "itu karena Duchess tidak ingin Tuan Muda terluka."

"Tapi aku baik-baik saja...."

"Sekarang ini? Iya, besok? Kau tidak tahu." Sigewinne mendekat dan duduk bersebelahan dengannya. "Tuan Muda selalu merakit itu seorang diri tanpa ada yang mengawasi, wajar kalau Duchess khawatir padamu."

"...."

"Sama seperti Yang Mulia dulu," Sigewinne bergumam. Saat itu Alexandre bisa melihat ekspresi Sigewinne yang melembut. Gadis Melusine itu tersenyum kecil dan melanjutkan, "Tuan Muda, apa kau pernah meminta Yang Mulia untuk mengajarimu? Atau mungkin, menemanimu untuk membuatnya?"

Mata Alexandre membola karena terkejut, lalu ekspresinya berubah muram. "Tidak pernah. Lagi pula dia itu Ayah yang selalu sibuk, dia tidak akan pernah melakukan itu."

Selama ini, Alexandre selalu merasa iri pada semua anak yang setiap akhir pekan ia lihat tengah bersenang-senang dengan Ayahnya. Sementara Ayahnya selalu sibuk dengan pekerjaan di Benteng Meropide seolah tidak pernah ada hari libur.

Saat ia menanyakan hal itu pada Ibunya, Ibunya hanya menjawab sambil tersenyum, "karena kejahatan tidak mengenal waktu. Mereka selalu datang di waktu dan tempat yang tidak pernah diduga."

Ia pernah tidak bertemu Ayahnya selama tiga hari, dan sekalinya Ayahnya ada di rumah, yang dilakukannya hanya tidur dan mengganggu Ibunya.

Pernah sekali ia menikmati waktu minum teh dengan Ayahnya karena permintaan Ibunya, tapi itu terasa sangat canggung hingga ia memutuskan untuk berhenti melakukannya. Bukannya dia tidak suka, dia hanya bingung apa yang harus ia bicarakan dengan Ayahnya mengingat dia tidak pernah benar-benar menghabiskan waktu dengan Ayahnya itu.

"Entahlah. Apa benar begitu?" Sambil berkata begitu, Sigewinne menempelkan stiker berbentuk hiu di pipi Alexandre yang kemerahan.

Bentuk stikernya sedikit berbeda, itu berubah sejak beberapa tahun yang lalu. Hiu pada stiker itu kini tidak sendiri, melainkan ada seekor hiu lagi yang serupa dan berukuran lebih kecil di sampingnya.

✅️ [21+] I'll Taming the Duke and Marry Him! | Wriothesley x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang