"Apakah Yang Mulia akan menemuinya?"
[Name] sangat tahu petugas yang satu ini, sama halnya dengan Wriothesley. Sesaat ia meneguk teh di dalam gelas porselennya sebelum ekspresinya berubah kesal.
"Biarkan saja. Orang yang tidak paham bahasa manusia itu akan sulit untuk diajak berbicara."
Sesaat [Name] menutup catatan bersampul hitamnya yang tebal dan meletakannya di atas meja. Kemudian ia berjalan ke arah sofa yang ada di sebrangnya dan memeriksa kembali kondisi mantel Wriothesley, mengambil dasinya, lalu bertanya pada sang Duke, "... kata-katamu sedikit tajam."
"Aku sudah memperingatinya dua kali, lalu kau satu kali, dan ini kesalahannya yang sama untuk keempat kalinya," Wriothesley bergumam pada dirinya sendiri.
Sekali lagi ia meneguk teh hangatnya di dalam gelas, meletakannya di atas pisin, dan bangkit dari tempat duduknya.
Dengan santai, dia menghampiri [Name] sambil mengaitkan kancing pada rompi yang ia kenakan. Kemudian ia menunduk dan menatap [Name].
"Katakan padaku, [Name]. Dia yang terlalu bodoh atau aku terlalu tegas padanya karena itulah ia membangkang?"
Biasanya Duke adalah sosok yang santai, tapi kata-katanya bisa sangat tajam juga. Dia tidak terang-terangan untuk menegur para tahanan dan penjaganya, tapi memberikan sindiran halus. Oleh karena itulah orang cenderung bersikap santai juga padanya.
Walaupun mendengarkan gerutuannya seperti ini adalah hal yang tidak ada di dalam game aslinya, [Name] cukup menikmatinya.
Yang Mulia sangat menggemaskan ketika sedang kesal, itu yang gadis itu pikirkan. Karena itulah ia hanya tersenyum menanggapinya sambil memakaikan dasi di leher Wriothesley.
Wriothesley memasang emblem Benteng Meropide di tangan dan dadanya, mengikat kuat garter di bahunya, sementara [Name] menyampirkan mantel tepat di bahunya dengan sempurna.
"Dia hanya sangat mengagumi dirimu, Yang Mulia." [Name] kembali ke hadapannya, menarik kerah mantel sang Duke agar lebih pas. "Yang Mulia adalah sosok teladan baginya. Tidak heran dia berani melakukan itu karena takut akan mengecewakanmu."
"Begitu, ya?"
"Iya." Sambil menjawab begitu, [Name] menepuk-nepuk pelan bahu sang Duke yang lapang itu. "Itu seperti memberikan tekanan yang berat padanya. Cobalah berbicara dengannya dulu, Yang Mulia."
Mendengar perkataan [Name] yang ramah saat membela pria itu, membuat perasaan Wriothesley jadi tidak nyaman. Dia berekspresi muram.
"Ada apa?"
"Kau... kenapa memihaknya?"
[Name] terkekeh dan tersenyum. "Aku tidak memihaknya."
"Tapi tadi kau membelanya."
"Yang Mulia cemburu."
Wriothesley merasa tertohok. Walaupun ia tetap menjaga wajahnya seolah tanpa ekspresi, [Name] bisa melihat kerutan tidak senang di dahinya.
"Siapa yang cemburu?"
Gadis itu hanya tertawa sebagai balasan lalu tersenyum. [Name] menautkan kedua alisnya. Ya, Yang Mulia cemburu.
Untuk beberapa saat, Wriothesley tidak menjawab. Ia kembali duduk di kursinya seakan sedang tenggelam dalam pikirannya.
Ini bukan pertama kalinya [Name] mendapati Duke seperti ini dan setiap kali gadis itu bertanya, Duke selalu menjawab "tidak apa-apa" atau "tidak ada masalah apa pun, kau tenang saja" lalu mengganti topiknya.
"[Name]," Wriothesley memanggilnya dengan nada serius.
"Ya?"
Mendengar suaranya yang dalam seperti itu, [Name] mengira pria ini akan membicarakan hal yang sangat penting. [Name] berjalan kembali ke arah meja dengan sopan.
KAMU SEDANG MEMBACA
✅️ [21+] I'll Taming the Duke and Marry Him! | Wriothesley x Reader
FanfictionAda sebuah buku terkenal yang beredar di dunia atas dan bawah laut Fontaine. Ceritanya mengenai seorang Duke muda berambut hitam dengan mata kelabu pucat. Sangat familiar, bukan? Siapa pun akan menyadarinya siapa karakter yang dimaksud walaupun penu...