Dony membuka pintu mobil. Memaksa Lala masuk. Menggeser switch child-lock di pintu sebelum menutupnya. Tanpa diketahui Lala. Dony bergegas masuk ke mobil juga. Lala berusaha membuka pintu tapi tidak bisa. Dia kebingungan, sedikit panik. Dia mau berpindah ke belakang, tapi Dony menghalanginya.
"Dony! Buka!" teriaknya.
"Udah, La... Lo, ikut gue aja," ucap Dony pelan.
"Anjing, Lo! Bangsat! Apa maksud Lo?" serapah Lala pada cowok di balik kemudi.
"La, di terminal sendiri tu bahaya. Kalau Lo ketiduran gimana? Barang Lo dirampok gimana?" tanya Dony masih pelan.
"Bukan urusan Lo. Berhenti!" ucap Lala ketika mobil mulai melaju. Lala berusaha untuk mengguncang Dony. Membuat cowok itu kesulitan mengemudi.
"Berhenti, bangsat!!!"
"La, ayolah, gue nggak bermaksud macem-macem,"
"Alesan! Berhenti!" teriak Lala penuh curiga juga amarah, sambil memukul lengan Dony.
"Diem! Brisik!" bentak Dony akhirnya, dia tidak suka suara bernada tinggi.
Bentakan itu membuat Lala terguncang, kaget sekaligus takut karena Dony tiba-tiba berucap kasar.
Lala menenangkan diri, jemarinya saling meremas. Menyusun strategi, dia akan lari saat cowok itu menghentikan mobilnya. Cewek itu kali ini merutuki keputusannya nebeng cowok di sebelahnya. Pikirannya kalut, ketakutan.
Tiba-tiba dia rindu ayahnya. Dadanya sesak, merasa bersalah pada laki-laki yang seumur hidup Lala begitu menyayanginya, penuh.
Malam semakin larut, mereka melewati jalan dengan pembatas yang tinggi. Memisahkan jalur arus utama dengan jalur lambat. Pembatas itu ditumbuhi pohon kiara payung yang meninggi juga. Suasana terasa semakin mencekam bagi Lala.
Di ruas jalan dengan lampu reklame yang terang Dony membelokkan mobil ke kanan, memasuki sebuah tempat yang bertuliskan nama tempat besar-besar, menunjukkannya sebagai Catering Resto, Guest House.
Gapura dari batu bata jadi gerbang masuk. Mobil melaju ke parkiran yang lebih dalam. Sepi. Lampunya pun tidak terlalu terang. Dony melihat cewek di sebelahnya yang sedang memeluk tasnya. Matanya hanya melihat ke jemarinya. Bibirnya bergerak seperti merapal mantra. Dony melihat bibir yang tidak berpewarna itu, lucu. Cowok itu menyeringai.
Dony mematikan mobilnya, keluar lebih dulu. Mengambil barang-barangnya di seat belakang. Saat Dony membuka dan menutup pintu Lala segera berusaha membuka pintunya sendiri. Tapi tetap tidak bisa. Kenapa semua pintu bisa Dony buka tapi dia tidak bisa membukanya. Dony semakin lebar seringainya melihat Lala yang kebingungan. Polos sekali cewek itu.
Dony berjalan dengan pongah ke arah pintu Lala. Seringai di bibirnya masih disana. Lalu cowok itu membuka pintu Lala. Seperti rencana Lala, dia akan lari jika ada kesempatan. Dia segera mendorong pintu begitu Dony membukanya, sekuat tenaga.
Dony sampai mundur selangkah sangking kuatnya Lala mendorong. Sesuatu yang tidak diduganya. Lala langsung berusaha lari, tapi Dony bisa meraih lengannya. Cowok itu lebih cekatan. Lebih kuat. Seringai di bibirnya semakin melebar.
Lala ketakutan.
Dony menarik perempuan itu masuk ke kawasan penginapan. Melewati semacam pendopo menuju resepsionis. Dua orang laki-laki yang berjaga menyambut mereka.
"Mas..." ucap Lala, mau meminta tolong ke orang dibalik resepsionis. Dony mencengkram erat lengan Lala. Tatapannya lembut tapi mengancam.
Gobloknya, Lala terdiam karena tatapan lembut tapi mengintimidasi itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Warna Bianglala [END]
SonstigesSebuah daerah di tengah Jawa Tengah, menarik perhatian Dony untuk datang mengunjunginya. Dony, seorang fotografer dari ibukota yang menyukai warna masa lalu. Daerah ini memiliki jejak cerita masa lampau yang panjang dan memukau. Jejak warnanya akan...