"Menurut ibu, kayaknya si dia naksir sama Kamu. Ah, tapi ibu paham. Terserah Kamu saja. Eh La, tapi Mas Dony pakai tato ya?"
"Ehm, iya Bu," jawab Lala pelan, sedikit cemas.
"Kaya ayahmu,"
Semalam obrolan mengenai Dony berlanjut ke tempat tidur. Lala tidur dengan ibunya, sedang Nana sudah masuk kamarnya sendiri. Iya, gegara perkara tato obrolan itu berlanjut. Lala akhirnya mendapat kesempatan untuk membahas perkara ayahnya.
"Apa ibu mau ketemu ayah?" tanya Lala.
Pertanyaan itu keluar setelah ibunya cerita bagaimana dulu kakek Lala tidak suka ayah Lala yang bertato. Membuatnya murka. Cerita mengenai buyutnya membuat kakek Lala tidak suka yang berbau kiri. Apapun itu. Keluarga Harwan dan Wati yang anak tukang kayu dan menggarap rumah-rumah warga keturunan Tionghoa membuat hubungan Asih dan Harwan ditentang. Alasan Asih minggat dari orang tuanya.
Asih bercerita, dia sama sekali tidak ingin meninggalkan ayahnya. Himpitan ekonomi yang bersaing dengan ego ayahnya yang membuat Asih minggat dari Jakarta meninggalkan suami yang dicintai dan putrinya, Lala. Asih meneteskan air mata saat menceritakannya. Dikecupnya kening Lala saat itu. Lala tau ibunya tidak bermaksud meninggalkannya. Begitu juga dengan cintanya. Buktinya dia tidak menikah lagi. Tapi kehadiran Lala membuat Asih meragu untuk bertemu Harwan. Belum tentu mantan suaminya itu menerimanya lagi.
"Tentu ibu sangat ingin Nana bertemu ayahnya," ujar Asih, menitikan air mata lagi.
Lala jadi ikut menangis saat itu. Mengingat cerita-cerita adiknya, serta antusiasnya ketika Lala bilang ingin Nana bertemu dengan ayahnya. Gadis itu lebih tidak beruntung. Tangisan berhenti saat obrolan kembali ke cowok dengan lengan bertato.
"Mas Dony sepertinya anak baik, La. Meskipun dia bertato. Eh, udah sampai dia?" tanya Asih.
Saat itulah Lala berkirim pesan pada Dony. Pesan itu berlanjut sampai malam karena Dony yang rupanya ketiduran. Lala sampai ditegur ibunya gegara cekikikan sendiri. Setelah ditegur Lala pun tidur.
_________
Paginya, Lala heboh karena dia akhirnya bisa menyapa ayahnya. Tidak langsung ke nomor ayahnya. Tapi ke nomor Bu Dar, penjual warteg di dekat rumahnya di Jakarta. Pagi itu seperti biasanya Harwan membeli ramesan. Lala menjalankan saran Dony semalam, menelpon tetangganya. Bu Dar lah yang Lala telepon.
Setelah memastikan ayahnya membeli sarapan, Bu Dar membuat panggilan video dengan Lala. Bu Dar menyerahkan telepon itu ke Harwan. Awalnya ayah Lala enggan.
"Ayaaah!" teriak Lala mencurahkan rindunya. Lanjutnya, "Ayah nggak kangen ya sama Lala,"
Pertanyaan itu membuat Harwan akhirnya memegang sendiri telepon Bu Dar, "Nggak gitu, La. Kamu itu yang nggak kangen sama Ayah, lama sekali pergi ninggalin Ayah, nggak kangen?"
Obrolan berlanjut, Lala cerita mengenai Wati yang dirawat di puskesmas karena Chikungunya. Lala akhirnya bercerita juga kalau sudah bertemu dengan ibunya. Harwan tercenung saat memasuki cerita itu. Harwan hanya diam tidak menanggapi. Sementara Lala terus nyerocos cerita sampai akhirnya cerita mengenai Nana. Adiknya.
Harwan tampak terbelalak, dihampiri kebingungan yang tak terkata. Adik? Namanya, Ajeng Arjuna katanya.
"Na! Nana!" panggil Lala ketika melihat Nana tampak melintas di kejauhan hendak berangkat kuliah. Harwan terpaku.
"Na, ayah..." ucap Lala dengan senyum lebar.
Nana bingung, hanya menghadap layar melihat sosok laki-laki yang belum pernah dilihatnya. Hanya beberapa foto yang Lala perlihatkan kemarin. Nana benar-benar bingung. Dia hanya bisa tersenyum tipis melihat sosok di layar hp yang juga ternganga kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna Bianglala [END]
DiversosSebuah daerah di tengah Jawa Tengah, menarik perhatian Dony untuk datang mengunjunginya. Dony, seorang fotografer dari ibukota yang menyukai warna masa lalu. Daerah ini memiliki jejak cerita masa lampau yang panjang dan memukau. Jejak warnanya akan...