48 Warna

1.5K 232 196
                                    

"Siapa sih La?" tanya Dony curiga.

"Mau tau aja apa mau tau banget?" ledek Lala.

Dony cemberut. Kesal juga dia diledek, meski dia juga suka meledek. Dari tadi kesabarannya terus diuji dengan pertanyaan-pertanyaan Lala. Sekarang Lala malah meledeknya.

Lala nyengir. Ternyata meledek begitu membuat Dony tampak menggemaskan sekali. Pantas saja Dony suka melakukannya. Sebenarnya Lala percaya pada Dony. Bagaimana cintanya cowok itu padanya, dia tahu. Lala mengerti. Kata-kata Dony selalu menenangkannya. Tapi dia tidak mau terlalu terlena dengan kata-kata manis itu saja. Dia harus tetap waspada, begitu bukan?

Lala beranjak dari duduknya. Mau membayar. Dony ikut beranjak, juga mengeluarkan dompetnya.

"Aku aja Mas, Sasya udah transfer," ucap Lala dengan senyum.

"Nggak gitu La..." sergah Dony, mengeluarkan selembar uang berwarna merah..

"Aku juga pengen mengupayakan Kamu lho, Mas," ucap Lala. Tersenyum manis.

Dony tersenyum lagi. Dia menyerah. Kata-kata Lala juga menenangkannya. Senang merasa diperjuangkan. Meskipun perkara siapa yang tadi mengirim pesan masih mengganggu pikirannya.

Drama beradu membayar itu menjadi perhatian abang nasi goreng. Juga sepasang suami istri tetangga Lala. Mereka seperti menyimpan cerita baru di kepala masing-masing. Siap-siap menyebarkannya. Seolah bisa menjadi sumber informasi memberi mereka posisi yang lebih baik di rantai pergosipan.

Lala membiarkannya, tidak peduli.

Dony meninggalkan mobilnya tak jauh dari kedai nasi goreng itu. Ia dan Lala berjalan kaki menuju rumah Lala. Sepasang kekasih dengan pakaian begitu rapih, berjalan kaki menyusuri jalan sempit. Pemandangan yang ganjil, tapi lucu.

"La..." panggil Dony, menggamit tangan Lala.

"Mas," Lala melepas genggaman tangan Dony, menyisakan kebingungan di wajah cowok itu. Kenapa?

"Malu lah, dilihat tetangga," ujar Lala.

Dony mengerti. Walaupun Lala tidak peduli dengan omongan tetangga lagi, tapi Lala tidak mau mengundang gosip itu sendiri. Dony memasukkan kedua tangannya ke saku celananya.

"Lala..." panggil Dony lagi.

"Hm...?"

"Siapa yang nge-chat tadi?" tanya Dony, penasarannya belum pergi sepertinya.

Lala nyengir, tengil. Wajah penasaran Dony sangat menggemaskan.

"Coba tebak?" tanya Lala mengerjai.

"Aku nggak suka tebak-tebakan begitu," ucap Dony. Iya, kesal.

Lala diam mengulur waktu. Menikmati kegemasannya sendiri.

"La...?" Dony rupanya tetap menunggu.

Lala nyengir lagi menoleh melihat wajah Dony di sampingnya yang begitu memohon. Cowok itu dibuat gundah, dia melihat Lala yang begitu asik berbalas pesan tadi. Pikirannya kemana-mana, cemburu.

"Tadi ayah yang nge-chat, nyuruh pulang udah malam. Terus... Nana," jawab Lala. Wajah Lala yang tadinya tengil karena gemas mengerjai Dony berubah sendu. Dony melihat perubahan itu. Dia lega dengan jawaban Lala, bukan cowok lain seperti yang dicurigainya. Tapi perubahan wajah Lala menimbulkan pertanyaan baru.

"Kenapa La?"

"Bulan depan Nana libur semester, aku pengen ngajak dia kesini. Nana ingin sekali ketemu sama ayah," ungkap Lala.

"Ya udah suruh sini aja," timpal Dony.

"Mas, ayah masih belum menerima dengan kehadiran Nana," cerita Lala.

Warna Bianglala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang