31 Minggat

1.6K 202 248
                                    

Setelah Dony pergi, Asih menatap Lala dalam, "Ada masalah apa di Pringapus, La?"

Lala bingung, menjelaskannya. Kesal, karena Dony sudah keceplosan membahas Warno. Menambah beban masalah saja. Lala menatap ibunya, matanya sayu. Perempuan itu berkata pelan, "Bu, kita bicara di dalam ya,"

Asih, Lala dan Nana duduk di ruang tamu. Lala menceritakan kejadian malam itu. Kedatangannya bersama Eko suatu malam beberapa hari yang lampau. Hari terakhir Lala di pringapus. Kedatangannya bersama Eko membuat Rani menangis. Juga perdebatan Wati dan Warno. Asih memandang Lala dalam, masih menyimak dengan seksama. Nana juga. Prihatin dengan hal yang sudah dialami Lala.

Lala malah jadi teringat malam yang hujan itu. Dingin yang memeluk. Memeluk, ah, juga pelukan yang hangat. Cowok badak yang lembut.

Sampai Lala cerita mendengar perihal uang hasil penjualan rumah di Jogomertan yang dipakai oleh Harwan. Membuat Lala merasa keberadaannya merepotkan di Pringapus. Lala cerita kalau dia minggat malam itu. Asih membuka mulutnya, yang langsung ditutup tangannya. Kaget. Lala dan Nana melihat Asih bingung.

"Kok iso?" ucap Asih lirih. Sedikit tidak percaya.

"Kenapa, Bu?" tanya Lala.

"Kami kira uangnya dipakai oleh Wati dan Warno," ujar Asih. Perempuan itu melanjutkan ceritanya, "Pak Wadi, ah orangnya sudah meninggal. Dia dulu sempat kerja di Jakarta. Saudara dari keluarga ayahmu. Dia sempat dititipi uang pada kami, uang hasil penjualan rumah di Jogomertan. Tapi seingat Ibu, kami hanya mendapat sedikit. Kami pikir Wati yang menggunakannya. Dia yang mengurus Pak Pasrah, jadi kami pikir dia lebih berhak."

Lala melihat ada kesalah pahaman. Apakah alasan yang sama, Wati tidak mau mencari Asih? Seperti di suratnya. Seperti amarah Warno malam itu. Wati menyangka Harwan dan Asih sudah menikmati uang hasil penjualan rumah itu?

"Uang itu cukup membantu saat krisis. Tapi hanya cukup untuk membayar kontrakan dan makan, karena ayahmu yang dipecat. Uang semakin menipis, Ibu jadi bingung. Ibu memikirkan bagaimana hidup kita selanjutnya kalau terus begitu. Ibu mengajak ayahmu pulang, mencari peluang di Temanggung. Tapi sepertinya ayahmu begitu sakit hati dengan Eyang Singodimedjo. Merasa direndahkan, disepelekan, inginnya membuktikan," ada kekecewaan mendalam di balik kalimat Asih. Entah pada Wadi atau Wati.

"Bu..." Lala mengusap punggung ibunya.

"Malam itu Ibu minggat, setelah mikir dalam-dalam. Ibu harus bergerak, tidak hanya menunggu ayahmu," pungkas Asih dengan tangis.

Lala memeluk ibunya. Asih mengingat malam disaat meninggalkan anak dan suaminya. Anak perempuan berusia 3 tahun, sedang lucu-lucunya. Tangis pecah di antara mereka, kesedihan mengudara. Lala kesal lagi dengan cowok badak yang lembut itu.

"Bu, apakah ibu mau bertemu ayah? Lala rasa, Nana juga perlu beremu ayah," ujar Lala kemudian.

_________

Lala duduk di kursi kayu berbalut busa hijau itu lebih lama memikirkan perasaan ibunya, bagaimaan keadaan ayahnya , juga adik perempuannya. Lala masih bingung, langkah apa lagi yang mesti ia tempuh. Nana masuk kamar, terdengar suara lagu-lagu yang dipakai di aplikasi tik-tok. Tiba-tiba hp-nya bergetar, beberapa pesan masuk.

 Tiba-tiba hp-nya bergetar, beberapa pesan masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Warna Bianglala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang