12 Sejarah yang Panjang

1.3K 169 73
                                    

"Ngapain Kamu kesini, hah?! Dasar anak haram!"

Lala tersentak. Dony dan Eko juga.

Lala sampai mundur selangkah, lemas mendapat hardikan itu. Dony sampai memegang pinggang cewek itu agar tidak terjatuh. Hati Lala hancur, berkeping-keping. Apa maksud pernyataan itu?

Perempuan paruh baya itu masuk ke rumah, tanpa bicara sepatah katapun meninggalkan 3 orang yang masih terpaku di tempatnya. Dony dan Eko saling pandang, lalu keduanya melihat Lala yang tertunduk penuh pertanyaan di kepalanya. Dadanya naik turun, tanda perasaannya belum stabil. Wajahnya merah padam, menahan emosi yang dalam.

"La..." ucap Dony, mengusap lengan cewek itu.

Lala mengerjapkan matanya beberapa kali. Mencoba sadar. Tapi efek kekagetannya masih belum hilang.

"Mas Dony, kita ke rumah Rani dulu saja. Biar Mbak Lala lebih tenang," ujar Eko.

Dony mengangguk, setuju.

Cowok bertato itu mengajak Lala kembali ke parkiran situs Liyangan. Si singa betina yang biasanya cuek dan bersemangat saat itu tampak begitu lemas, harinya kelabu. Bukan, mungkin ungu, terpukul kenyataan yang baru saja didengarnya.

Rumit sekali jejak masa lalunya. Lala menggigit jemarinya, mencoba menerima keadaan, tapi pikirannya menyangkal terus. Berusaha menyambung-nyambungkan informasi yang diketahuinya, tapi tidak bisa. Dia benar-benar tidak tahu jejak masa lalunya.

Dony menggandeng Lala, pandangan singa betina itu nanar. Dua laki-laki yang bersama cewek itu semakin bingung. Siapa sebenarnya cewek yang tiba-tiba hadir di hidup mereka membawa segudang masalah. Tapi namanya juga laki-laki, selalu ingin bisa diandalkan. Bertemu cewek seperti itu, membuat mereka ingin hadir sebagai kesatria.

Dony membukakan pintu untuk Lala. Cewek itu begitu shock sampai tidak peduli dengan sekitarnya. Dony sampai harus meminta Lala duduk.

"Mas Eko ikut ke rumah Rani ya," pinta Dony.

"Ehm..." Eko menimbang sesaat permintaan Dony.

"Saya kurang paham ibu itu tadi ngomong apa aja, saya minta tolong nanti Mas Eko bantu menjelaskan," ujar Dony.

Eko mengangguk paham, dia langsung naik ke vespanya. Jalan lebih dulu, mobil Dony mengikuti di belakangnya.

"Lala..." panggil Dony.

Lala bergeming.

"La..."

Dony membukakan tutup sebotol air mineral dan menyerahkannya ke Lala. Lala baru sadar dan menerima botol tersebut. Meminumnya.

"La..." panggil Dony sekali lagi.

Lala memandang Dony, tatapan Dony yang teduh membuat Lala ingin menumpahkan sisi hatinya yang rapuh. Lala akhirnya menangis. Dia menangkupkan kedua tangan ke wajahnya. Dony mengusap punggung Lala, berusaha menenangkannya. Ah, cowok itu sebenarnya ingin memeluknya, tapi tidak. Dia tidak melakukannya.

"Gue salah apa sih, Don?" tanya Lala dalam isaknya.

Sebenarnya dia ingin teriak, tapi dia malu pada cowok di sebelahnya. Dony tidak menimpali, tidak bisa. Lidahnya kelu. Ucapan perempuan tadi juga mengagetkannya. Membuatnya emosi juga, tapi melihat Lala yang rapuh dia hanya bisa diam.

Jahat sekali perempuan itu. Kalaupun benar Lala adalah anak yang tidak diharapkan, tidak semestinya dia berkata kasar seperti itu.

Dony membiarkan Lala menangis, membiarkannya melegakan rasa-nya.

_________

Sesampainya di rumah Wati dan Warno, Dony membukakan pintu untuk Lala. Lala sudah berhenti dari tangisnya. Sebisanya Lala menahan rasa hatinya yang tidak karuan. Eko sudah ada disana. Menunggu bersama Wati di depan rumah.

Warna Bianglala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang