Dony menghentikan mobilnya di depan rumah kayu berwarna putih. Ya, dia akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah Wati dan Warno untuk mengembalikan buku jurnal milik Lala, buku bersampul merah itu. Menunggu semesta mempertemukannya dengan Lala adalah hal yang tidak menentu. Di kolong langit ini dia juga harus mengupayakannya sendiri, bukan?
Dony mengambil buku itu dari laci dashboard. Sebelum turun, cowok itu mengambil sesuatu dari dompetnya dan menyelipkannya di tengah buku tersebut.
Dony turun dari mobilnya. Memandang sekitar rumah sederhana yang masih memiliki pekarangan di sebelah tempatnya parkir. Ada tanaman kakao dan kopi disana. Tidak banyak, hanya beberapa. Tapi rumah itu menjadi salah satu yang masih memiliki pekarangan, sedangkan tetangga lainnya kebanyakan sudah sangat lengket. Agak aneh di desa tidak memiliki halaman rumah.
Seperti malam sebelumnya, saat mendengar suara mobil berhenti Wati keluar dari rumahnya. Kali ini lewat pintu samping, pintu dapurnya. Melewati tumpukan kayu bakar yang tertata rapi di samping rumah.
"Mas Dony, ada apa ya? Nyari Lala?" tanya Wati menyambut Dony.
"Eh, iya Bu. Ini bukunya ketinggalan di mobil kemarin," ujar Dony.
Cowok itu membuka pintu belakang, mengambil bungkusan lalu menyerahkan ke Wati.
"Ini Bu, tadi saya ke pasar,"
"Owalah, repot-repot. Makasih, Mas. Tapi Lala sedang keluar, mau dititipkan ke saya saja, bukunya?" tanya Wati.
Dony memutar otak, mencari cara untuk menolaknya, tujuannya bukan hanya itu.
"Boleh tidak kalau saya menunggu Lala disini?" tanya Dony.
"Oh, boleh-boleh, duduk dulu Mas, saya buatkan minum ya," Wati sepertinya paham maksud Dony.
"Ehm, makasih Bu," ujar Dony.
Dia berjalan ke teras rumah itu, ada bangku kayu disana. Dony duduk di bangku itu. Wati masuk ke dalam, membawa bungkusan pemberian Dony. Dony mengeluarkan kamera pocketnya sambil menunggu. Mengambil gambar dari tempatnya duduk. Kadang berdiri sebentar untuk mengambil foto detil.
Wati datang kembali membawa segelas teh. Meletakannya di sebelah Dony duduk.
"Silahkan. Maaf Mas, saya tinggal ya, sedang masak singkong," ujar Wati.
"Eh, iya. Nggak papa Bu, saya tunggu disini saja,"
Wati kembali masuk ke dalam. Dony kembali sendiri di teras. Duduk menikmati keadaan sekitar. Tempat yang asri, adem tanpa polusi. Rumah itu sepertinya sepi. Tidak ada Warno ataupun Rani. Mungkin sedang kerja, pikir Dony. Setelah beberapa saat, Dony sedikit gelisah karena menunggu. Kok dia nggak tanya Lala pergi kemana. Kalau pergi jauh kan bisa dia susul.
Tak Lama Rani datang, naik motor maticnya.
"Mas Dony," sapa Rani malu-malu, dia hanya memandang sekilas lalu menundukkan pandangannya. Berlalu masuk ke rumah. Dony hanya mengangguk menanggapinya.
Lala yang tak kunjung datang membuat Dony semakin gelisah. Dia menyibukkan diri dengan rencana apa saja yang bisa diobrolkan dengan cewek aneh itu. Kemana sih Lo, La?
Lala muncul dari balik pagar tanaman berjalan kaki, dengan kantong kresek tergantung di tangannya. Wajahnya pun menunduk. Saat masuk ke pekarangan rumah itu, barulah cewek itu menegakkan wajahnya. Dan terkejut melihat mobil yang terparkir di sana, juga seorang cowok yang tiba-tiba berdiri saat melihat kehadirannya. Ngapain coba?
"La..." sapa Dony.
"Eh, hai..." timpal Lala singkat.
Dony mengulum senyum simpul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna Bianglala [END]
DiversosSebuah daerah di tengah Jawa Tengah, menarik perhatian Dony untuk datang mengunjunginya. Dony, seorang fotografer dari ibukota yang menyukai warna masa lalu. Daerah ini memiliki jejak cerita masa lampau yang panjang dan memukau. Jejak warnanya akan...