"Lo naksir gue?" tanya Lalag, lagi-lagi on point.
'Sial! Bisa pelan-pelan ga si, La?'
"Eh... Lo ngarep gue naksir Lo?" tanya Dony balik, berkelit.
"Abisnya Lo dari tadi liatin gue mulu, Mas," jawab Lala salah tingkah.
Dony menyodorkan kotak tisu ke depan Lala, "Tu ada nasi di bibir Lo, risih gue liatnya,"
"Eh," Lala buru-buru mengambil tisu dan membersihkan nasi di bibirnya.
Dony senyum-senyum sendiri melihat tingkah Lala yang kikuk. Bibirnya yang sebelah kiri naik lebih tinggi. Cewek lucu dan menggemaskan. Kikuk sendiri karena pertanyaannya. Sejujurnya Dony kaget dengan pertanyaan Lala, tapi dia takut alih-alih jawabannya bikin makin dekat, cewek itu malah mungkin semakin menjauh. Dia tidak mau seperti itu. Terlalu terburu-buru.
Dony menunggu Lala menyelesaikan makannya, cewek itu menghabiskan sesuap demi sesuap, pelan. Tidak ada obrolan. Tapi Dony melihat dari sorot matanya kalau banyak hal yang cewek itu pikirkan. Apa? Entahlah. Dony mau merokok, dia minta ijin dengan menunjukkan sebatang rokok yang terselip di antara telunjuk dan jari tengahnya. Lala mengangguk.
"Ada nasi lagi ya di bibir gue?" tanya Lala ke Dony, sambil membersihkan bibirnya dengan tisu di suapan terakhirnya.
Dony menggeleng, "Lo mikirin apa si?"
"Cenayang ya, Mas?"
"Keliatan dari muka Lo,"
"Ehm... iya si gue kepikiran sesuatu," ucap Lala jujur,
"Apa kalau boleh tau? Soal tadi ga usah dipikir ya, gue bercanda," ujar Dony, ada sesal sepertinya.
Lala tersenyum tipis, lalu meminum tehnya.
"Gue mikirin rencana gue selanjutnya. Abis ini gue nyari nyokap gue, kalau nggak ketemu gimana? Gue mesti tinggal dimana lagi?" ungkap Lala jujur.
"La, gue extend semalam lagi disini, Lo bisa tinggal bareng gue," ujar Dony memotong kalimat Lala. Kemudian, "Ya, kamar disini nggak cuma satu, dan selalu kosong, kalau Lo mau di sini aja," ujar Dony lembut melengkapi penjelasannya.
Lala memandang Dony yang duduk membelakangi matahari, mata Lala menyipit karena sinar matahari cukup terang. Perempuan itu menarik nafas dalam untuk menata perasaannya. Cowok kek badak yang lembut padanya itu membuatnya bingung. Syukur karena bertemu dengan cowok itu tersaingi rasa curiga sekarang.
"Mas, Lo kenapa si? Kenapa Lo baik banget sama gue? Gue nggak tau harus gimana membalas kebaikan Lo," ujar Lala
Dony mendesah, menghembuskan nafas panjang berasap. Dia mengarahkan asap itu menjauhi Lala. Dony kesal karena cewek aneh itu menuntut penjelasan. Apakah seaneh itu untuk berbuat baik? Apakah orang butuh alasan untuk berbuat baik?
"Kenapa si orang mau berbuat baik aja butuh alasan?" tanya Dony mengungkapkan keresahannya.
"Karena yang Lo lakuin buat gue banyak banget, too much," jawab Lala.
"Emang ada itung-itungan dalam berbuat baik? Atau cara Lo berbuat baik memang gitu? Pamrih dong," kritik Dony dengan cara berpikir Lala.
"There's no such thing as a free lunch, huh? Kecuali semesta yang sebaik itu ngasih banyak hal secara percuma,"
"Let's say, gue bagian dari semesta itu?" ujar Dony. Alasan yang masuk akal, tapi tidak cukup memenuhi akal Lala.
"Gue nggak mau hutang budi, gue nggak mau kebaikan Lo kali ini memaksa gue secara lembut untuk melakukan sesuatu nantinya karena kebaikan Lo bikin gue merasa tidak enak hati untuk menolak. Dan gue nggak mau itu terjadi. Hidup gue udah susah, gue nggak mau nambah susah, Mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna Bianglala [END]
AcakSebuah daerah di tengah Jawa Tengah, menarik perhatian Dony untuk datang mengunjunginya. Dony, seorang fotografer dari ibukota yang menyukai warna masa lalu. Daerah ini memiliki jejak cerita masa lampau yang panjang dan memukau. Jejak warnanya akan...