06 Pertemuan-pertemuan

1.5K 177 55
                                    

"Dulu tinggal di ujung jalan ini," ujar Ibu itu.

Sebentar, dulu? Lala dan Dony saling tatap, menarik senyum mereka.

"Tapi sekarang udah pindah," terang ibu itu.

Lala lesu lagi. Sepertinya harapannya hilang seketika.

"Ehm, maaf Bu, apakah ibu tahu kemana pindahnya?" tanya Dony mengambil alih percakapan.

"Saya taunya setelah pak Pasrah meninggal, Wati pindah ke Ngadirejo, tapi nggak tau persisnya,"

Lala masih terdiam, seperti asanya terbentur tembok penghalang lagi.

"Kalau mau tanya kira-kira ke siapa ya Bu?" tanya Dony, menggali lebih dalam.

"Dulu rumah mereka yang di ujung jalan ini, kanan jalan tapi udah dibeli orang Temanggung. Coba tanya sebelahnya," ujar Ibu itu.

"Baik, Bu. Terimakasih informasinya," ucap Dony bersopan santun.

Lala mengangguk untuk undur. Dia gelisah sendiri. Ada secercah harapan, setelah bertemu jalan buntu.

"Lala, Lo kenapa?" tanya Dony melihat air muka Lala yang lesu.

Lala menggeleng. Mereka kembali menelusuri jalan, menuju ujungnya. Lagi-lagi beruntung, ada seorang ibu paruh baya sedang menggendong seorang bayi, menyuapinya di ujung jalan. Sambil jalan, Dony mendapatkan banyak object visual untuk personal projectnya.

Lala kembali bertanya, kembali menyebutkan nama kakeknya. Dan ibu itu pun kembali mengenali nama Ayahnya dan nama Buliknya. Informasinya sama, pindah. Pertanyaan lanjutan juga diulangi.

"Apakah ibu tau kemana pindahnya?" tanya Lala.

"Maaf sebelumnya, adik ini siapa ya?" ucap ibu itu setelah menyuapkan sesendok makanan ke bayi di gendongannya. Ibu itu seperti tahu informasi, tapi memastikan dulu siapa yang bertanya.

Dony menatap mata Lala, mengangguk untuk meyakinkan.

"Saya Lala, Harwan itu ayah saya," ucap Lala lirih.

"Woalah, Ndhuk... Kamu anaknya Harwan to..." Ibu paruh baya itu malah terkesima. Dia mengusap lengan Lala, "Sudah besar Kamu, Ndhuk. Kita masih saudara jauh. Aku ini teman mainnya Wati dulu," ujar ibu itu.

Lala tersenyum merasa dikenali. Sambutannya pun hangat. Ada harapan lagi.

"Jadi tau dimana alamatnya Bulik Wati, Bu?" tanya Lala.

"Di Ngadirejo, waduh, gimana ya menerangkannya..." ibu itu kebingungan sendiri.

Dony dan Lala saling pandang lagi. Apakah harapannya akan pupus lagi?

"Tri, Tri..." panggil ibu paruh baya itu ke arah dalam rumahnya.

Seorang perempuan muda keluar tergopoh-gopoh.

"Pripun, Bu? Ayya kenapa?" perempuan muda itu menanyakan anaknya. Seorang ibu yang begitu sayang dengan putrinya. Lala trenyuh melihatnya. Iya, dia tidak pernah benar-benar merasakan kasih sayang seorang ibu.

"Ora popo, iki kowe iso ra terangke nang nggone Lik Wati nang Ngadirejo?" Ibu itu menerangkan kehendaknya, meminta perempuan bernama Tri, menjelaskan alamat Wati.

"Ehm, kalian tau Ngadirejo?" tanya Tri.

Lala menggeleng, "Kami dari Jakarta, baru pertama kali ke Temanggung,"

"Gimana ya..." Tri jadi bingung.

"Bisa liat di maps?" tanya Dony. Lebih taktis. Cowok itu membuka hp-nya lalu menyerahkan pada Tri dengan aplikasi peta yang sudah terbuka.

Warna Bianglala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang