35 Badut

1.8K 202 228
                                    

Don, gue kangen.

Pesan itu, Lala melihatnya juga. Cewek itu langsung menarik tubuhnya menjauh dari Dony. Menempel ke jendela. Sial. Lala merasa menjadi badut. Sekuat tenaga Lala menata hatinya yang mendadak tak karuan. Menyusun lebih tinggi benteng pertahanannya. Menjaga hatinya. Kalau perlu melapisinya dengan bubble wrap. Karena yang jatuh itu biasanya sakit, mungkin demikian juga dengan cinta.

Dony kebingungan. Dia bertanya-tanya, apa Lala melihat pesannya? Telepon Mara membuat kepalanya yang pusing makin pusing. Dony ingin cepat-cepat menjelaskan pada Lala, tapi bagaimana memulainya. Sedangkan dia sendiri tidak tahu Lala mengetahuinya atau tidak. Mungkin saja tadi Lala masih terlelap.

Donya mengamati cewek yang sekarang bersandar ke kaca jendela. Merem. Tapi, bagaimana kalau Lala tau?

Telepon masuk lagi, Mara Lagi. Dony berdiri, berjalan menjauh dari kursinya. Mengangkat telepon itu.

Lala membuka matanya, dia mengamati sekitar. Kereta baru saja melewati Stasiun Bekasi. Lala berdiri mengambil ransel dan tote bag warna merahnya. Dony yang melihatnya dari kejauhan bergegas menutup teleponnya lalu mendekat ke Lala.

"La, Lo ngapain?" tanya Dony, berpikir cewek itu berencana minggat darinya. Apa Lala tau?

"Gue turun bentar lagi ya... di Jatinegara," ujar Lala.

"La, ga turun Gambir?" tanya Dony memastikan.

Lala menggeleng, lanjutnya, "Anyway, thanks ya udah bayarin tiket gue. Gue cuma bisa bilang makasih terus dari kemarin."

Lala mengulurkan tangan untuk bersalaman. Dony mengabaikannya, dia malah berdiri, mengambil barang-barangnya juga. Setelahnya dia menelpon seseorang. "Pak, ganti. Jemput Jatinegara."

Lala bingung memandang Dony.

"Ini masih pagi buta. Kenapa Lo nggak ngomong kalau mau turun di Jatinegara?"

"Ehm, tadi gue mau ngomong. Tapi kan Lo lagi telepon," ujar Lala, berusaha biasa saja.

Dony tau cewek di depannya sedang menyindirnya. Lala tau, simpulnya. Cowok gamon, predikat itu pasti sudah melekat lagi di kepala Lala. Dony ingin menjelaskan, tapi bagaimana memulainya? Pick up line, Dony butuh itu.

Dony dan Lala turun di Stasiun Jatinegara. Lala membuka hp-nya untuk mencari ojek online. Sambil berjalan keluar dari kereta, dia mencari arah keluar menuju titik penjemputan ojek online di seberang pintu keluar. Dony menebak gerak-gerik Lala. Kebingungan.

"La, gue antar ya," tawar Dony.

"Nggak usah Mas, udah deket kok," Lala berkilah.

"La... tunggu bentar, jemputan gue bentar lagi sampai kok," pinta Dony.

Sial bagi Lala tidak ada satupun ojek online yang menerima pesanannya. Lala sampai berganti aplikasi. Sama nihilnya. Mungkin ramai pemesan. Lala mencoba ulang pesanannya sambil terus berjalan.

"La, bareng gue aja ya. Ini masih gelap," ujar Dony mulai khawatir dengan kenekatan cewek itu. Si singa nekat.

Dony pun menelepon orang yang menjemputnya. Setelah memastikannya, ia menarik lengan Lala ke arah keluar. Sebuah mobil hitam bongsor sudah menunggu di area pintu keluar, mereka mesti bergegas karena tidak parkir. Pintu belakang mobil itu terbuka otomatis, menggeser.

"Donnieo!" teriak seorang perempuan turun dari seat belakang, memberikan panggilan sayangnya lalu memeluk Dony. Dony kaget, tapi dia tetap memeluk balik, tanpa melepas genggaman tangannya di lengan Lala. Lala bingung.

"Lo demam?" tanya perempuan itu setelah melepas pelukannya.

"Kak, antar temen gue dulu ya?" tanya Dony tanpa menjawab pertanyaan perempuan itu.

Warna Bianglala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang