11 Malam ke-Tiga, Hari ke-Empat

1.7K 177 114
                                    

"La,"

Cewek yang dipanggil namanya menoleh.

"Makasih ya, udah bolehin gue ikut besok,"

"Apa sih, Don? Gue kali yang mestinya bilang makasih. Lo udah anterin gue kemana-mana, udah dengerin gue cerita juga, dan tadi udah ngajakin gue makan mie ayam," ujar Lala menunjukkan sederet fakta kebaikan Dony.

"Gatau kenapa, gue seneng ikut perjalanan Lo, dengerin cerita Lo, dan pengen denger lebih banyak cerita lagi dari Lo," ungkap Dony dengan lembut. Suasana mendadak syahdu bagi Dony.

Lala menyeringai, "Orang aneh,"

Dony menghela nafas, kehilangan momen syahdunya.

"Gue turun dulu ya," ujar Lala.

Hari sudah malam. Belum terlalu larut menurut Lala, baru jam 09.00. Mereka sudah sampai di depan rumah Wati dan Warno. Lala turun, Dony juga turun. Lala sedikit bingung, ngapain cowok itu ikut turun.

"Gue temenin sampai Lo dibukain pintu," ujar Dony, melihat wajah Lala yang bingung.

Lala tersenyum simpul, siapa yang tidak senang diperlakukan begitu.

Lala tidak perlu mengetuk pintu, seorang laki-laki paruh baya keluar dari rumahnya.

"Pak Lik," sapa Lala.

"Selamat malam, Om," ucap Dony.

Warno hanya mengangguk.

"Dari mana, kok sampai malam?" tanya Warno sedikit ketus.

"Ehm, tadi ketemu Mas Eko. Terus ke warung kopi di Utara sana," ujar Lala berusaha menjelaskan.

"Anak perawan nggak baik keluar malam. Ini bukan Jakarta," ujar Warno.

Lala baru sadar kalau Pak Lik-nya sedang tidak ramah. Dony jadi merasa bersalah karena mengajak Lala keluar sampai malam.

"Maaf Pak Lik, kalau Lala salah," ujar Lala.

"Sudah, masuk sana," ujar Warno.

Lala memandang Dony sekilas, "Ehm, gue masuk dulu,"

"Ok. Besok gue jemput," ujar Dony. Lanjutnya, "Saya sekalian pamit, Om,"

Dony langsung menyalami Warno pamitan, dia tahu suasananya sedang tidak biasa saja. Biar tidak semakin berlarut dia segera berlalu menuju mobilnya. Pergi.

Lala masuk ke rumah. Wati tidak menampakkan diri malam itu. Mungkin sudah istirahat. Di desa jam 09.00 malam rupanya sudah cukup larut. Lala masuk ke kamar Rani setelah mengetuk pintunya pelan, takut mengganggu. Gadis itu belum tidur. Sedang bermain dengan hp-nya.

"Baru pulang, Mbak?" tanya Rani.

"Iya, tadi ngopi dulu di Utara sana,"

"Warung djadoel?" tanya Rani.

Lala mengangguk. Lalu dia mendudukan diri di pinggir dipan.

"Gimana tadi ketemu Mas Eko?" tanya Rani.

Lala menghela nafas, "Mas Eko juga tidak tahu banyak, tapi dia bilang mau membantu,"

Rani tersenyum.

"Baik banget tu orang, mau-maunya direpotin, besok kami ketemu lagi. Mau ke Liyangan," ujar Lala.

"Sama Mas Dony, Mbak?"

Lala tidak menimpali dengan suara, menganggukkan kepalanya tanda mengiyakan.

"Eh, Mbak Lala pacaran sama Mas Dony ya?" tanya Rani kemudian.

"Ngarang Kamu. Kami beneran baru ketemu di stasiun kemarin,"

"Kayaknya Mas Dony baik ya mbak?"

"Ehm... jangan-jangan Kamu yang naksir dia ya? Hayo... Ikut aja besok?"

Warna Bianglala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang