24 Kebingungan

1.4K 196 156
                                    

"Mas, jawab jujur deh. Lo deketin gue kan?"

Dony kesal dengan pertanyaan Lala yang straightforward. Lala tidak memberinya waktu juga kesempatan untuk berpikir lebih jauh. Apakah hal semacam itu harus benar-benar diutarakan? Secepat itu? Ini baru 6 hari dari pertemuan pertama mereka. Apakah mendekati atau naksir itu bisa diputuskan secepat itu? Tapi cewek itu malah mengejarnya terus dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah ke sana.

Cewek itu cantik, unik juga menarik. Bukan berarti keputusan yang mudah untuk langsung menjawab pertanyaannya. Sebentar, tapi kenapa Lala begitu mengejar dengan pertanyaan ke arah sana? Apa Lala justru mengharapkannya? Tidak, sepertinya Lala bukan tipe perempuan yang seperti itu. Lantas apa maksud dari pertanyaan-pertanyaannya itu? Dony terserang gelisah sekarang, dia memandang Lala tanpa berkedip. Bingung.

"Kalau gue jawab iya kenapa, kalau gue jawab enggak gimana?" Dony akhirnya menjawab dengan pertanyaan.

Lala mendengus, kesal juga dengan jawaban Dony yang bertele-tele.

"Mas, Dony. Let's make it clear. Mau jawaban Lo iya atau nggak, sebenernya nggak ada bedanya buat gue. Sebenernya gue cuma mau ngomong. Please, tidak usah berpikir ke arah sana. We can't make it," ucap Lala tegas dan lantang.

Hati Dony bergetar. We can't make it. Sebuah kalimat yang menjadi garis demarkasi, Lala membuatnya dengan tegas. Ada kecewa atas pernyataan Lala barusan. Entah, kenapa dia memiliki perasaan seperti itu. Apakah Yang Maha kuasa atas rasa dengan gampang membolak-baliknan perasaannya juga. Perjalanannya 3 tahun penuh dendam, amarah dan kekecewaan terhapuskan oleh perjalanan singkat selama 6 hari? Gila, tidak masuk dalam logikanya.

Dony merenung dengan pernyataan sikap Lala. Lala membatasi untuk tidak ke arah itu, kenapa?

Dony tidak mau terpicu dengan pertanyaan-pertanyaan Lala, itu bisa menjebak dirinya sendiri. Apa benar Lala sudah membuatnya jatuh hati? Atau hanya pelarian perasaannya saja? Tidak, Dony tidak ingin seperti itu. Lala terlalu baik untuk sekedar menjadi pelariannya. Tapi Lala  malah sudah membuat batas, bahwa mereka tidak akan ke arah itu. Dony gamang, kenapa tidak bisa?

"La, saat ini gue tulus berteman sama Lo. Gue cuma melakukan apa yang sekiranya baik dan benar, itu saja. Apakah itu cukup untuk menjawab pertanyaan Lo?" Dony akhirnya menyuarakan sikapnya. Mengulur waktu untuk menyatakan sikap atas pernyataan Lala.

Lala menyeringai, "Meskipun kebenaran untuk setiap orang juga beda-beda ya, Mas?"

Dony tersenyum setengah bercanda, "Biar nggak ribet. Males ah pertanyaan Lo gitu mulu. Banyak hal yang lebih penting," ujar Dony.

"Apa?" tanya Lala, diam-diam penasaran.

"Nge-laundry! Baju gue juga habis yang bersih," ucap Dony dengan senyum tengilnya.

Lala tersenyum, meski Lala sebenarnya kesal dengan jawaban Dony yang diplomatis juga candaannya. Membuatnya berada di ruang abu-abu untuk sekedar tahu sikap apa yang sebaiknya dia ambil untuk menghadapi cowok itu. Cowok badak itu terlalu lembut untuk sekedar menentukan sikap. Menjengkelkan.

Hp Dony yang diletakkan di dashboard untuk aplikasi peta tadinya mati lalu menyala, ada pop up pesan di layar dengan background foto perempuan cantik. Lala tersenyum tipis melihatnya. Ah, sepertinya dia berlebihan. Sikap Dony sudah jelas, cowok itu masih memakai foto perempuan cantik itu di layar hp-nya. Lala aja yang berpikir kejauhan. Ingat, baru 6 hari! Tidak semudah itu, jadi jangan khawatir Lala, batin Lala pada dirinya sendiri. Santai saja.

Dony menyadari Lala yang sedang mengamati layar hp-nya. Dony meraih hp-itu dengan gugup, melihat pesannya. Lalu mematikannya.

"Ehm, ini udah siang. Mending Lo laundry sekalian, bau apek baju Lo!" ucap Dony, membuat topik baru.

Warna Bianglala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang