Setelah pertemuan pertama untuk membahas pekerjaan rebranding 'Luna', Dony, Nyoman, Sasya juga Lala mulai melakukan produksi konten. Mulai dari foto, tulisan, sampai desain grafisnya. Yang terakhir itu tugas Nyoman, selain dia membantu Dony untuk perkara foto, editing memang jagonya.
Mereka berempat sudah keliling beberapa lokasi untuk pengambilan gambar. Di stasiun, perpustakaan, pusat perbelanjaan, di pinggir jalan, dan restoran. Semua dilakukan dengan metode street photography. Tanpa keribetan menggunakan alat-alat tambahan, seperti untuk penambahan pencahayaan misalnya.
Modelnya pun dari orang-orang sekitar saja. Sasya paling sering jadi model. Luna pernah diajak dua kali. Desy pun sekali waktu dilibatkan menjadi model project ini. Lala memadu padankan jenis produk yang sesuai dengan lokasi pengambilan gambar juga modelnya. Baik dari segi bentuk maupun warnanya. Dia yang mengaturnya.
Proses ini semakin mengakrabkan mereka. Lala lebih santai dengan Dony, hubungan profesionalitas kerja. Meski Dony tahu, perkara cemburu pada Mara membuatnya mengerti kalau Lala hanya menjaga hatinya. Ah, benteng yang kokoh sekali.
Siang ini mereka berada di sebuah kota terpadu, kota yang sengaja dibangun secara lengkap tidak hanya untuk tempat tinggal, tapi juga pusat perbelanjaan, perkantoran, fasilitas kesehatan, taman hiburan sampai fasilitas pendidikan.
Kota yang sengaja dibangun untuk orang-orang berduit yang penat dengan kepadatan dan berbagai masalahnya. Memperbaiki masalah perkotaan itu terlalu sulit, jalan pintasnya membangun kota baru, lebih mudah. Kota terpadu itu menghabisi ribuan hektar kebun karet di pinggiran kota Jakarta.
Sesi pemotretan di pinggir jalan. Kota itu memberi setting kegiatan sehari-hari perempuan yang bekerja. Kota yang terencana. Rancang bangunnya bagus sebagai background.
"Lo tinggal daerah di sini?" tanya Lala lalu menyeruput kopi gula arennya.
Dony mengangguk, dia duduk di depan Lala. Mereka sedang beristirahat di sebuah coffee shop setelah urusan pekerjaan selesai. Dony sibuk dengan kameranya, seperti biasanya, back up file. Ah, dua orang lainnya sedang ke mall, Sasya mau creambath katanya. Nyoman diminta Dony untuk menemani, alasan saja.
"Dimana?" tanya Lala yang tidak mendapat jawaban suara.
Dony meletakkan hp-nya, "Di apartemen sebelah sana," ujarnya sambil menunjuk ke satu arah. Wajah Lala mengikuti arah telunjuk itu.
Lala kemudian membuka jurnalnya, melihat kembali list pekerjaan yang harus diselesaikan. sudah hampir tercentang semua, "Kerjaan kita kurang foto product doang. Semalem gue udah selesain tulisan-tulisannya. Nanti malam gue kirim ya."
Dony mengangguk, menyadari kalau urusan mereka akan segera berakhir. Kesadaran yang membuat ngelu. Hubungannya dengan Lala yang sudah semakin dekat karena urusan pekerjaan apakah juga akan berakhir? Dony memandang Lala dalam diam. Cewek aneh itu masih sibuk dengan jurnalnya.
"Gue masih kurang sreg dengan foto yang ini," ujar Dony menunjukkan foto Luna di pusat perbelanjaan. Ujarnya, "Kurang kontras, barang-barang disekitarnya terlalu colorful. Tas-nya jadi kurang menonjol,"
"Oh, ga bisa jadi point of interest ya? Keknya bisa diakali deh, tinggal dibikin blur aja background-nya," saran Lala. Cewek itu sudah mulai terbuka dengan wawasan-wawasan yang dia tahu.
"Tone color-nya jadi beda sama yang lain dong. Kayaknya gue mau ambil ini sekali lagi," ucap Dony.
"Atau kalau nggak, tinggal Kak Luna di rumah sakit juga oke tuh. Lo bisa ambil sendiri disana," usul Lala.
Dony mendengus. Lala menyadari sesuatu.
"Lo nggak lagi nyari cara biar nambah kerjaan gue kan?" tandas Lala dengan senyum mengejek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna Bianglala [END]
De TodoSebuah daerah di tengah Jawa Tengah, menarik perhatian Dony untuk datang mengunjunginya. Dony, seorang fotografer dari ibukota yang menyukai warna masa lalu. Daerah ini memiliki jejak cerita masa lampau yang panjang dan memukau. Jejak warnanya akan...