30 Akhirnya Ketemu

1.5K 203 249
                                    

"Hai, La..." sapa Dony begitu Lala menemuinya di teras rumah Ibu Lala. Senyumnya lebar. Dia menurunkan gulungan singsingan lengan kemejanya.

"Hai," Lala menimpali singkat, "Masuk, Mas,"

Dony mengangguk lalu mengikuti Lala masuk ke ruang tamu membawa kotak kardus kecil. Sebelum duduk di kursi kayu berbalut busa warna hijau, Dony menyerahkan kotak di tangannya. Lalu duduk di kursi tunggal, sedangkan Lala di kursi yang panjang.

"Buat Lo, La..." ucap Dony pelan.

"Apa ini?" tanya Lala, melihat kotak karton berwarna coklat, ada huruf 'g' yang menonjol tercetak di kotak itu.

Lala membukanya, sebuah radio kayu Magno paling kecil yang ia pilih tadi di pesan Dony.

"Katanya Lo yang mau beli?" tanya Lala.

"Katanya Lo, BM," timpal Dony.

"Ya, gue pengen aja, bukan berarti mesti Lo bawain,"

"Sekalian lah, mumpung gue disana," ucap Dony beralasan.

Saat sedang meributkan barang pemberian Dony, Asih datang membawa teh hangat dan sepiring bolu cukil. Asih bergabung bersama Dony dan Lala. Asih memberikan senyum manis yang ramah. Khas keibuan.

"Oya, Bu. Ini Mas Dony, yang tadi diceritain Mas Agus," ucap Lala.

Dony mencium tangan Asih. Lala melihatnya dengan heran, seingat Lala, Dony tidak mencium tangan Wati. Dony sebenarnya bingung, bagaimana dia harus memanggil Asih, entah kenapa dia kepikiran hal itu. Tante? Ibu? Ah, Ibu, seperti Eko dan Arham.

"Saya Dony, Bu," ucap Dony. Seperti memanggil ibunya saja.

"Mas Dony, makasih ya, katanya kemarin udah bareng dari Jogja ya? Kok cepet?" tanya Asih.

Dony mengangguk, "Tadi dari Kandangan,"

Asih memandang Lala, kok ga cerita sudah sedekat itu. Asih kemudian ikut bergabung dalam obrolan, duduk di salah satu kursi tunggal yang lain. Asih memberikan beberapa pertanyaan. Mulai dari asalnya dari mana dan bagaimana bertemu dengan Lala. Dony keterusan cerita kalau dia juga mengantar Lala ke Pringapus, Liyangan, juga ke Temanggung menemui Arham. Sampai cerita mengenai foto asih di toko Roti di hari pertama mereka di Parakan. Dony seperti ingin mengambil hati Ibu Lala. Lala sudah deg-degan kalau Dony kelepasan perkara hotel dan villa. Tapi Asih malah mengeluarkan pertanyaan yang lain.

"Bianglala, kok nggak cerita?" tanya Asih memandang anak perempuannya, Dony juga.

Lala bingung, "Cerita apa?"

"Ya, itu semua, yang kemarin Kamu cerita kan nggak bilang kalau diantar Mas Dony kemana-mana. Kamu cuma cerita kalau ketemu Eko dan Arham saja. Kamu ini gimana sih?" pandangan Asih pindah ke Dony, "Duh, makasih banget ya Mas Dony, ibu nggak tau mesti bilang apa sama Mas Dony. Makasih udah nemenin Lala sampai akhirnya ketemu saya,"

Dony memandang Lala, seriously? Lala kikuk, sebisa mungkin pandangannya lari dari tatapan Dony. Dony bingung mencerna maksud Lala. Rupanya Lala menyembunyikan keberadaan bahkan keterlibatannya dalam pencarian ini. Apa sebegitu tidak berartinya dia di mata Lala? Lebih berarti Eko dan Arham. Dony dan Asih masih menatap Lala yang tidak juga memberi penjelasan kenapanya.

"Assalamualaikum?" uluk salam seorang gadis yang baru pulang.

Ketiga orang itu menjawab salam itu. Si gadis langsung mencium tangan ibunya. Lalu memandang dua orang lainnya.

"Ehm, Mas. Kenalin, ini Nana, adek gue yang kemarin gue ceritain," ujar Lala. Lanjutnya, "Ini Mas Dony, Na,"

Ekspresi Nana langsung memandang Lala dengan aneh, menggoda. Dony dan Nana saling memperkenalkan diri, menyebut nama masing-masing. Mata Nana langsung melihat sesuatu yang mencolok di meja.

Warna Bianglala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang