Dony butuh waktu sangat lama untuk membalas pesan Lala. 'Ya Tuhan! Akhirnya kamu buka block-nya.' Tadinya Dony mau mengetik begitu. Tapi terlalu lebay. Terlalu ketara kalau dia begitu mengharapkan. Kurang pas. 'Okey', kata itu sudah diketik. Tapi kemudian dihapusnya juga. 'Iya, baik.' dianggapnya terlalu kaku, kering. Dony menghapusnya lagi.
'Makasih ya, udah buka block-nya. Ayo besok makan shabu. Sore aku jemput.'
Akhirnya begitu pesan yang dikirim Dony. Diplomatis. Senyumnya merekah, tumpah kemana-mana. Dia jadi semangat menyelesaikan pekerjaannya. Biar besok bisa makan shabu dengan tenang, harapnya.
Nyoman masih menemani Dony, menghabiskan kopinya sambil main game. Pekerjaannya sudah selesai. Sudah lebih santai. Dia mengamati Dony yang bolak balik melihat hp-nya sambil senyum-senyum. Lama-lama Nyoman muak.
"Sinting!" celanya.
"Sirik aja Lo!"
"Jangan seneng dulu," ucap Nyoman.
Dony menatap tajam temannya itu. Apa maksudnya?
"Siapa tau besok mau ngajak bubaran baik-baik," ucap Nyoman dengan nada malas.
"Sial! Lo ngerusak suasana aja. Jangan dipatahin dong, bikin bad mood," ucap Dony kesal.
Nyoman tertawa, beranjak menuju tempat tidur. Meninggalkan Dony ke alam mimpi.
Sedang Dony malah jadi beneran kepikiran omongan terakhir Nyoman. Bagaimana kalau Lala memang mau mengajak ke perpisahan? Berpisah baik-baik? Mana ada? Perpisahan itu selalu tidak menyenangkan. Pasti bikin sakit. Kecewa. Ah, sebut saja semua yang tidak enak. Beberapa hari ini Dony sudah merasakannya.
Sial. Dony berulang kali menggerutu. Pekerjaannya jadi terganggu lagi. Terusik dengan pikiran tidak tenangnya. Tapi dia harus segera menyelesaikannya. Tanggung jawab.
Pekerjaan Dony baru selesai saat matahari pagi sudah menyingsing. Cahayanya masuk lewat celah-celah ventilasi. Membuat pancaran bayang-bayang yang menjadi lukisan cahaya di lantai kamar. Dia begitu bekerja keras menyelesaikannya, di sela pikirannya tentang Lala yang terbang kemana-mana. Dia langsung mengirimkan file itu pada pihak yang meng-hire-nya.
Dia menguap lebar. Lalu menjatuhkan diri ke kasur di sebelah Nyoman. Matanya sudah tidak kuat lagi. Bahkan pikiran tentang Lala tidak sanggup membuatnya terjaga sangking lelahnya.
"Don, bangun!!!" teriak Nyoman pukul 3.00 sore.
Nyoman membangunkan temannya yang masih terlelap dengan kasar.
"Brisik! Bentar lagi," ucap Dony malas, dia tidak suka suara keras.
"Lo jadi ketemu Lala nggak? Gue mau jalan ke rumahnya sekarang."
Ucapan nyoman seketika membuat Dony terjaga. Dia mengusap wajahnya kasar.
"Jam berapa?" tanya Dony.
"Jam 03.00. Dasar badak!"
"Monyet, kenapa ga bangunin gue dari tadi, sial!" pekik Dony.
"Lo tidur kaya badak, bego! Udah gue bangunin dari tadi!"
"Lo mau kemana?"
"Main lah. Lo ngajak gue kesini cuma buat kerja lagi? Enak aja," tukas Nyoman.
Dony langsung beranjak ke kamar mandi. "Tunggu gue!"
Drama sahabat itu belum berakhir, mereka masih berdebat siapa yang bawa motor, siapa yang bawa mobil. Iya, motor Nana dari kemarin masih ditempat itu, sejak dipinjam oleh Dony. Mereka saling lempar dan rebutan, seperti anak kecil.

KAMU SEDANG MEMBACA
Warna Bianglala [END]
DiversosSebuah daerah di tengah Jawa Tengah, menarik perhatian Dony untuk datang mengunjunginya. Dony, seorang fotografer dari ibukota yang menyukai warna masa lalu. Daerah ini memiliki jejak cerita masa lampau yang panjang dan memukau. Jejak warnanya akan...