27 Drama Pagi

1.4K 196 182
                                    

"Bukan batas Lo yang gue jaga. Gue menjaga hati gue sendiri," ucap Lala, on point. Lala berlalu masuk ke villa meninggalkan Dony yang ternganga.

Lala masuk ke kamarnya. Langsung membanting tubuhnya ke ranjang. Membenamkan kepalanya ke bantal. Sedang tangannya beberapa kali memukul kasur.

Tolol!

Lala merutuki kalimatnya yang gegabah tadi di hadapan Dony. Apa yang harus dia lakukan esok? Dia sangat malu dengan Dony. Dia tidak punya muka untuk menampakkan batang hidungnya di depan cowok itu. Kenapa dia mesti nyeplos begitu. Padahal bisa aja dia ngeles apa kek. Lala memukul-mukul kasur lagi beberapa kali.

Urusan Lala mencari ibunya belum selesai, kenapa dia nyari masalah baru. Lala menyesal juga karena dia malah langsung masuk ke kamar, sehingga dia tidak melihat bagaimana reaksi Dony. Apakah Dony paham dengan maksudnya, ataukah tidak. Lala benar-benar merutuki sikapnya. Dia kelewat malu karena telah mengakui alasannya membuat batas.

Malam itu Lala sampai susah tidur karena memikirkannya. Ah, dia suka sekali ngomong dulu, baru bikin kepikiran kemudian. Menyusahkan diri sendiri. Apa yang harus dia lakukan. Hal memalukan itu membuat pikirannya tersita. Malah melupakan kegundahannya akan kemungkinan bertemu ibunya.

Lala malah menyusun rencana untuk besok. Dia akan pergi sepagi mungkin, sebelum Dony terjaga. Lala mengemas barang-barangnya. Supaya besok bisa langsung pergi tanpa harus bertemu Dony. Iya, minggat lagi. Sepertinya keahliannya minggat sewaktu sekolah terpakai saat ini. Setelah semua siap, Lala memasang alarm jam 4, lantas tidur.

Besoknya, tidak bisa tidur karena kepikiran malunya yang teramat membuat Lala bangun kesiangan. Dia bangun pukul 5.35. Alarm tidak terdengar olehnya. Lala tergesa bangun mencuci muka sebentar lalu bergegas menyambar tasnya. Lalu segera keluar kamar untuk pergi. Diluar kamar sepi. Dia langsung keluar rumah. Pintunya tidak terkunci, Dony ceroboh sekali.

Lala berjalan cepat, dan saat di depan bangunan joglo...

"La!" panggil Dony dari anjungan, kamera mirrorless ada di tangannya. Tali strap-nya melingkar di lengannya.

Lala berhenti. Kaget bukan kepalang. Ternyata Dony sudah bangun lebih dulu. Iya, memotret matahari terbit. Lala melihat Dony sekilas, lalu melanjutkan jalan cepatnya lagi. Membuang muka dari tatapan Dony. Dony berjalan lebih cepat hendak menghadang Lala. Dia sadar kalau lala hendak pergi tanpa diketahui.

"La!" panggil Dony lagi. Lala tak bergeming. Si cowok mempercepat jalannya. Menuruni tangga cepat-cepat.

Lala sedikit mempercepat jalannya. Langkahnya lebar-lebar sekarang. Lala tidak mendengar Dony memanggilnya lagi. Tapi tiba-tiba cowok itu mencengkeram lengan Lala. Cukup erat. Seperti di hari pertama mereka bertemu di terminal Temanggung. Saat Dony memaksa Lala menginap di hotel yang sama dengannya.

"Lepasin!" ucap Lala keras.

"Lo mau kemana?" tanya Dony lembut.

"Mas, tolong lepasin!" Lala memohon, namun tetap membuang muka. Malu.

"La, kenapa sih?" tanya Dony sedikit keras, mulai kesal. Mulai seperti badak lagi.

"Lepasin!" pekik Lala.

"La, jangan keras-keras nanti kedengeran orang dikiranya gue ngapain lagi!" ucap Dony sepelan mungkin meski dia agak kesal.

Lala tetap berusaha melepaskan genggaman tangan Dony walaupun sudah tidak bersuara lagi.

"La, liat gue! Lo kenapa?" tanya Dony tegas.

Lala tidak menggubrisnya, masih sangat malu. Apalagi ditambah ketahuan kalau mau minggat. Malunya berlipat-lipat. Wajah Lala tertunduk masih berusaha melepas cengkraman kuat si badak. Lala takut si cowok badak makin membuatnya kehilangan muka.

Warna Bianglala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang