"Dek Asih, terima kasih," ucap Harwan.
Asih, tersenyum tipis. Asih dan Nana, bersama Dony dan Nyoman sedang berpamitan pulang pada Harwan. Lala berdiri di belakang Harwan melepas ibu dan adiknya. Acara ngaji setelah meninggalnya Wati selesai sebelum waktu Isya. Tapi urusan dapur tidak selesai disitu saja. Urusan beberes memakan waktu lebih lama. Asih tidak mungkin meninggalkan Rani mengurusnya sendiri.
"Pamit, Om," ucap Dony sambil mengangguk. Wajah Harwan datar. Membuat Dony tak karuan. Tapi dia berusaha biasa saja.
Kemudian Dony memandang Lala, "Aku pamit antar Nana dulu, La."
Lala tetap membuang muka pada Dony, tidak menghiraukan ucapan cowok itu. Iya, Lala memilih tinggal bersama ayahnya di Ngadirejo. Menemani Rani, katanya. Dony langsung masuk ke mobil, di belakang kemudi. Nana, Asih dan Nyoman mengikutinya. Mereka menuju Kandangan di mana rumah Asih berada.
Malam itu mereka lewat jalan alternatif tanpa harus melewati kota Parakan. Jalanan sudah cukup sepi. Sedikit berkelok di beberapa ruas. Dony berusaha tetap konsentrasi meskipun hatinya kacau karena Lala tidak juga menghiraukannya. Cewek itu begitu keras kepala. Kedatangan Dony ke Temanggung sepertinya sia-sia.
Lala begitu marah pada Dony. Apa tidak ada kesempatan buat Dony lagi? Begitu mahal pintu maaf Lala.
"Mas Don, Mbak Lala belum mau diajak ngomong?" Nana tiba-tiba memecah hening dalam mobil Dony.
Dony bingung menjawabnya. Ada Asih disana, apa yang harus dia katakan? Entah apa yang sudah Nyoman tularkan pada Nana. Adik Lala itu tiba-tiba jadi ceplas-ceplos nggak ada rem. Tolonglah, Na. Ada ibumu. Batin Dony.
"Ehm..."
"Mas Dony ada masalah sama Lala?" tanya Asih.
'Kan...' Dony kebingungan harus menjawab apa.
Nyoman menutup mulutnya, menahan tawa. Dony melirik Nyoman dengan tatapan sinis. Sementara dia sedang kesulitan untuk menjawab pertanyaan Asih.
Asih sabar menunggu jawaban. Tadinya ia pikir kedatangan Dony dan Nyoman karena memang janjian dengan Lala atau Nana. Rupanya dua cowok itu memiliki misi yang lain. Mengejar Lala, mungkin karena ada masalah yang tadi disebutkan Nana. Tapi Asih berpikir ulang dengan pertanyaannya.
"Oh, jadi tadi itu kalian belum tau kalau Wati meninggal?" tanya Asih, mengganti pertanyaannya. Dia tidak mau terjebak dalam pusaran masalah Lala dan Dony. Bukan urusannya. Lagi pula pertanyaan itu membuat seakan Asih ingin mencampuri urusan anaknya. Tidak baik. Apalagi dia belum tahu duduk perkaranya.
"Belum tahu, Bu. Kami baru tahu waktu sampai," jawab Dony sekenanya.
"Owalah, itu kalian bener-bener baru sampai dari Jakarta?" tanya Asih lagi.
"Iya, Bu," jawab Dony singkat.
"Ya ampuun, capek banget mesti kalian," ucap Asih.
"Kok tau kami ke Temanggung?" tanya Nana, mencari tahu kebingungan bagaimana mereka bisa sampai ke Temanggung.
"Dari Sasya. Maksudnya, mamahku yang cerita kalau kalian ke Temanggung infonya dari Sasya. Semalam mamah lagi bahas kerjaan sama Sasya, tadinya mau ngajak Lala juga. Tapi katanya Lala nggak bisa. Gitu," cerita Dony menjelaskan.
"Mas Dony yang nyuruh mamahnya Mas Dony ya?" ledek Nana. Bener-bener udah ketularan Nyoman sepertinya.
"Mana ada sih, Na. Tanya aja tu si kunyuk," ucap Dony menunjuk Nyoman.
Asih senyum-senyum melihat celoteh anaknya dan dua temannya itu.
"Iya, Mas Nyoman?" tanya Nana.
Nyoman melirik Dony, tatapannya sudah murka. Ujarnya, "Iya, Na. Tante Desy memang lagi bahas kerjaan sama Sasya."
![](https://img.wattpad.com/cover/356953909-288-k793863.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna Bianglala [END]
RandomSebuah daerah di tengah Jawa Tengah, menarik perhatian Dony untuk datang mengunjunginya. Dony, seorang fotografer dari ibukota yang menyukai warna masa lalu. Daerah ini memiliki jejak cerita masa lampau yang panjang dan memukau. Jejak warnanya akan...