19 Lala Kemana?

1.2K 174 103
                                    

Mas Dony maaf menggangu, apakah Mbak Lala sama Mas Dony?

Pesan itu tidak langsung dibalas oleh Dony. Eko sudah beranjak dari duduknya untuk pergi sendiri mencari Lala. Sesaat kemudian sebuah pesan tiba-tiba masuk ke hp-nya.

Mas Eko, ini Lala.
Saya tau kalau Mas Eko pasti langsung dilibatkan untuk mencari saya.
Tapi saya mohon Mas Eko tidak perlu mencari saya.
Maaf merepotkan Mas Eko.
Saya pergi dari rumah Lik Wati karena saya tidak mau merepotkan mereka lagi.
Saya sadar cara saya salah, tidak baik bahkan tidak sopan.
Tapi, menurut saya ini cara terbaik untuk saat ini.

Saya juga mau minta maaf karena ketidaktahuan saya mengenai hubungan Mas Eko dan Rani.
Saya sama sekali tidak bermaksud mengganggu hubungan Kalian.
Sekali lagi maaf dan tolong tidak usah cari saya karena akan semakin memperkeruh suasana.
Terima kasih karena sudah membantu saya sejauh ini.

Pesan panjang itu dibaca Eko dengan hati berdegup, sedang tubuhnya mematung. Ruangan depan rumah Warno dan Wati hening. Tidak ada yang bersuara. Seperti larut dalam pikiran masing-masing. Hujan deras membuat suasana semakin nyenyat. Wati kebingungan setengah mati karena keponakannya menghilang. Warno sedikit merasa bersalah karena omongannya mungkin menjadi penyebabnya.

Rani jadi orang yang serba salah. Dia kunci awal perkara ini, dia sakit hati, dia yang mengadu ke orang tuanya. Tapi salahnya, itu malah menjadi penyebab adu omongan bapak-ibu-nya. Puncaknya, Lala minggat. Dan sekarang, pemuda yang menjadi alasan kekesalannya pada Lala ada di depannya, baru membuka pesan yang membuatnya mematung. Tidak jadi pergi mencari Lala.

"Mas Eko?" tanya Rani memecah hening.

Eko bergerak sedikit, lalu berkata, "Pesan dari Lala,"

Semua mata memandang Eko. Menunggu kelanjutan informasi darinya. Eko memandangi orang di ruangan itu satu per satu. Mulai dari Warno, kemudian Wati dan terakhir Rani. Eko tidak memberikan informasi apapun. Dia menarik dan menghela nafas beberapa kali. Jujur saja, sebenarnya secara fisik dia lelah. Tapi mau tidak mau dia terseret pada urusan Lala.

"Rani, kita perlu bicara," ujar Eko begitu dingin.

"Ehm?"

"Kita ke depan?" ajak Eko untuk ke teras. Dia tidak mau Warno dan Wati terlibat dengan perbincangan mereka.

Rani mengangguk.

Eko memandang orang tua Rani, mohon ijin, "Maaf, Pak, Bu,"

Eko keluar rumah, lalu duduk di kursi panjang di teras yang tak seberapa luas. Rani mengikuti di belakangnya, lalu duduk di sebelah Eko berjeda agak lebar. Rani deg-deg-an, apa isi pesan Lala yang membuat Eko bersikap dingin padanya. Perempuan itu diliputi rasa bersalah.

Eko mengeluarkan hp-nya, membuka pesan Lala. Lalu memberikannya ke Rani. Meminta Rani membacanya.

"Mas..." Rani kesulitan berkata-kata.

"Kamu bilang apa ke Mbak Lala, Ran?" tanya Eko sambil memandang gadis manis di sebelahnya, dingin.

Rani terdiam, tidak berani menatap Eko. Gadis itu melihat rintik hujan yang jatuh dari atap tritisan rumahnya. Ada rasa malu di hatinya pada pemuda di sebelahnya. Dia khawatir pemuda itu marah padanya, dan malah menjauhinya. Apakah dia harus semakin kesal pada Lala? Karena kehadiran perempuan itu menjadi penyebab kekacauan malam ini.

"Ran, Kamu ngomong apa sama Mbak Lala?" Eko mengulangi pertanyaannya. Masih dingin. Rintik hujan membuat pertanyaan itu semakin terasa dingin.

"Aku, aku...." ucap Rani terbata.

"Ran..." desak Eko meminta Rani bicara cepat dan apa adanya.

"Mas... aku nggak bermaksud apa-apa sama mbak Lala," ucap Rani kemudian.

Warna Bianglala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang