Setelah semalam Keenan tidak bisa tidur nyenyak karena bayangan wajah sedih Yuyun sungguh membuat hati Keenan dirundung cemas. Keenan mengambil kesimpulan asal bertemu dengan Ibu juga Neneknya, maka semua urusannya di Bandung telah usai. Maka dari itu pria jangkung tersebut telah menggunakan kaos lengan pendek berlapis jaket kulit warna hitam agar penghuni rumah tidak ada yang menyadari lukanya. Keenan juga malas untuk memperpanjang masalah dengan siapapun.
Tangan kekarnya menarik koper yang sudah dia persiapkan sejak semalam. Keenan menghampiri keluarganya yang tengah menunggunya untuk sarapan bersama. Namun siapa yang akan menyangka bahwa kemunculan Keenan menyeret koper besarnya itu. Buru - buru Marthaliani beranjak berdiri dan menemui putranya dengan wajah sedih sekaligus bingung.
"Nak, kamu mau kemana kok bawa - bawa koper segala?" memegang lengan Keenan.
Seperti biasa sepasang obsidian gelap miliknya tidak menunjukan emosi apapun dibawah tatapan sedih Marthaliani yang menolak secara tidak langsung. Pandangan mata Keenan menyapu seluruh wajah dari penghuni mansion Widjayakusuma sebelum kembali lagi menatap wajah Marthaliani.
"Aku lupa memberitahu ibu, kalau aku sudah ada janji. Aku akan segera ke Bali setelah sarapan."
Mulut Marthaliani gemetar, "T-tapi kenapa sayang? Mengapa mendadak begini, kamu kan baru sehari di Bandung Keenan..." suara Marthaliani merajuk kepada sang putra wayangnya.
Keenan memegang kedua bahu Ibunya yang gemetar.
"Maaf Ibu, Keenan lupa kasih tahu Ibu." meraih tangan kanan Marthaliani kemudian mengecup lembut punggung tangannya.
Ada penyesalan dari balik perkataan Keenan yang tiba - tiba memutuskan segala sesuatu tanpa berpikir panjang. Namun dibalik keputusan impulsifnya Keenan terus terbayang keadaan Yuyun yang sebenarnya. Ditambah lagi karena kemampuan spiritual Keenan tak mampu menjangkau keberadaan Yuyun saat ini. Hal ini jelas sangat menjengkelkan baginya.
Marthaliani tidak banyak merespon lagi, dia masih kaget juga tidak rela sebenarnya melihat Keenan hanya menginap sehari di rumah ini. Marthaliani memutuskan untuk mengikuti jejak Keenan yang kembali ke kursinya semula.
Karena sejak kemarin malam Louise sudah kembali maka dia duduk di kursi tengah. Di samping kanannya adalah kursi untuk Elisa juga Devan. Sedangkan di kursi samping kirinya adalah Lestari, Marthaliani, kemudian Keenan. Meskipun dengan jarak yang agak jauh dengan Louise, namun Keenan terus merasakan tatapan intens dari pelaku yang telah menorehkan banyak luka pada sekujur tubuhnya.
Namun Keenan tetaplah Keenan yang selalu bisa menyembunyikan perasaannya dengan baik. Beda cerita kalau Keenan berhadapan langsung dengan Alexis atau Yuyun. Keenan merasa pikirannya seperti buku terbuka yang mudah dibaca, entah mengapa keanehan itu bisa terjadi.
Dalam diam keluarga Widjayakusuma memulai sarapan, hanya terdengar suara denting garpu juga pisau yang saling beradu. Louise menjadi orang pertama yang mengakhiri sarapannya lalu berpamitan berangkat ke kantor dengan supir pribadinya. Pria itu pergi begitu saja tanpa ada basa - basi lagi, memang pria yang kaku.
Tak berselang lama giliran Elisa yang berpamitan pergi namun dia sempat mencium tangan Lestari untuk meminta restu, kan biar bagaimanapun juga Elisa adalah menantu pertama di keluarga Widjayakusuma. Meskipun sebenarnya Lestari tidak begitu menyukai sikap angkuh Elisa.
Setelah mereka semua pergi giliran Keenan yang beranjak berdiri berpamitan kepada Lestari dengan memeluknya erat. Tak lupa kecupan kecupan sayang Lestari berikan ke pipi pria jangkung yang rela untuk sedikit membungkukkan badannya itu.
"Sayang, mengapa terburu - buru sekali sih. Kan nenek masih kangen sama kamu." memegang kedua pipi tirus Keenan. Memang benar penglihatan Lestari tidak pernah salah, karena dimatanya Keenan adalah saudara kembarnya Louise. Melihat Keenan yang sekarang sama persis tampannya dengan Louise saat masih muda.
"Maaf ya pacar tuaku yang cantik." balas Keenan dengan meninggalkan kecupan lama kepada kening Lestari.
Namun sungguh perbandingan sikap Ayah dan Anak itu bagaikan bumi dengan langit. Itulah yang membuat hati Lestari merasa miris. Entah bagaiamana jadinya jika Anung - suaminya masih ada, melihat Anak dengan Cucunya itu tidak pernah akur bahkan sampai sekarang.
"Kamu hati - hati di jalan ya. Kalau lelah sebaiknya kamu cari rest area." nasehat Lestari menepuk pelan bahu Keenan.
"Iya Nenek~" kemudian Keenan bergegas menemui Marthaliani yang terus memperhatikannya sedari tadi.
Helaan nafas berat terdengar di telinga Keenan. Marthaliani membawa wajah Keenan untuk masuk ke dalam dekapannya. Satu tangan Marthaliani menepuk pelan punggung Keenan.
"Kamu anak kebanggaan ibu. Kamu tahu kan, kalau ibu tidak pernah menuntut apapun kepadamu. Asalkan anak ibu bahagia maka ibu juga akan terus bahagia. Kamu berhati - hatilah dalam hidup... Jangan mengambil keputusan impulsif yang kelak akan merugikan kamu sendiri." Marthaliani melepaskan pelukannya lalu menciumi kedua pipi Keenan dan terakhir adalah kening Keenan.
"Berhati - hatilah saat kamu menyetir sayang. Kabari ibu kalau kamu sudah sampai di Bali."
Sebuah anggukan mewakili seluruh perasaan Keenan yang tengah berkecambuk. Sebenarnya dia tak tega meninggalkan Ibunya lagi. Namun Keenan merasa sudah tidak berkepentingan lagi di rumah ini. Serta dia merasa sedih sejak semalam kepikiran Yuyun yang menangis.
Keenan meraih tangan Marthaliani kemudian mengecupnya lama. "Aku pamit ya bu... Terimakasih buat sup iga nya hehe. Dan juga terimaksih, aku akan menjaga hadiah pemberian ibu dengan baik, dadah~"
Melambaikan tangan dengan langkah setengah tegas Keenan menarik kopernya masuk ke bagasi Jaguar.
"Kamu hati - hati dijalan Kee, awas lho jangan kebut - kebutan!" ucap Marthaliani dengan setengah berteriak.
"Iya Ibu, siap delapan enam!" memberi salam hormat bendera sebelum masuk ke kursi kemudi.
Dibawah pengawasan Marthaliani juga Lestari, mobil berwarna biru metalik itu melaju pesat meninggalkan pekarangan rumah. Kali ini Keenan memilih perjalanan pagi sehingga banyak sekali pohon - pohon pinus serta kijang yang terlihat berkeliaran di sepanjang hutan.
Sejauh mata memandang, tepat di depan sana terlihat gerbang luar dengan tinggi menjulang ke langit. Dan siapa yang akan menyangka bahwa dari arah berlawanan muncul sebuah sedan hitam yang Keenan kenali pemiliknya.
Mobil mereka saling berpapasan. Lewat kaca spion belakang, Keenan memperhatikan mobil di belakangnya berhenti.
*Tin - tin!, tin - tin....!
Terdengar bunyi klakson dari pemilik sedan hitam tersebut. Keenan mengerutkan kedua alisnya bingung. Tak lama setelahnya munculah pemilik sedan hitam itu dengan setelan jas kemeja hitam dengan dasi berwarna merah tengah menghampiri Keenan dengan wajah tak senang.
Pria itu mengetuk kasar kaca mobil Keenan seraya memaksanya keluar.
"Sini, keluar kamu, cepetan!"
Mau tak mau Keenan harus meladeni keinginan pria yang lebih tua darinya itu. Beberapa detik Keenan membuka pintu, sebuah tangan kekar langsung menarik kerah jaket Keenan dengan kasar.
"Sini, aku bilangin kamu ya. Apa penglihatan kamu sudah tidak berfungsi lagi jelas - jelas aku melarang kamu datang ke Bandung!"
"Kak Devan." tangan Keenan berusaha menjauhkan wajah Devan yang menghardiknya tepat di depan wajah Keenan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Separuh Aku Dirimu
Storie d'amore"Mengapa semua sangat berbeda dengan apa yang aku impikan selama ini!? Aku berniat segera kembali ke Pulau Bali untuk segera melamar Kak Yuyun... Tetapi, nampaknya Tuhan punya kehendak lain seperti plot twist di film-film. Sekarang dan selamanya, ak...