Bab 5 : Kenangan Terakhir Dante

40 34 0
                                    

Bahu Lestari basah karena Marthaliani menangis tanpa henti.

"Anakku..."

["Permisa kami baru saja mendapatkan update berita kecelakaan di Jln. Pantura saat ini, sebanyak 3 mobil pribadi dan bus pariwisata turut menjadi korban dari truk kontainer. Baru saja data yang masuk sebanyak 29 korban jiwa meninggal di TKP, dan 18 orang lainnya meninggal setelah mendapat perawatan intensif di rumah sakit terdekat, beserta korban - korban luka lainnya sebanyak lebih dari 20 orang harus mendapatkan pemantauan dari pihak medis."]

Reporter itu kembali menyimpan buku catatan ke dalam saku rompinya.

["Baiklah permisi, cukup segini dulu berita laka lalu lintas di Jln. pantura hari ini. Untuk informasi lebih lanjut, kami akan segera kembali setelah jadi pariwara berikut. Selamat sore, selamat beraktifitas!"]

Sambungan live terputus berganti dengan deretan iklan komersil yang menyebalkan bermunculan.

Suasana tegang dan penuh kesedihan memenuhi mansion Widjayakusuma ini, Yeni tak kuasa menahan air matanya melihat Marthaliani yang begitu rapuh ketika mendengar sekaligus melihat bagaiamana kondisi terakhir Keenan yang mengenaskan sekali. Hati Yeni bergetir menyakitkan, baginya Keenan sudah seperti anaknya sendiri. Keenan memiliki jiwa yang begitu tulus mencintai penuh kasih sayang.

Louise menghampiri Marthaliani, meskipun dari raut wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apapun. Namun Louise tetaplah seorang ayah yang sama merasakan sakit jika kemalangan menimpa buah hatinya. Louise menarik punggung gemetar Marthaliani ke dalam dekapannya.

"Anakku...." bisik Marthaliani berulang kali dengan pandangan mata kosong. Seolah jiwa serta pikirannya sedang berada di alam lain meninggalkan raganya yang masih terguncang sakit.

"Bersabarlah, kita sudah menemukan titik terang. Selanjutnya aku akan mengatur waktu sesegera mungkin meminta orang suruhan ku untuk menjaga Keenan. Sementara aku harus tetap disini mengawasi perusahaan yang hampir kolaps, bersabarlah..." suara baritone itu untuk pertama kalinya terdengar lembut penuh kasih sayang. Seolah berbeda dengan sosok Louise yang mereka kenal selama ini.

"Ibu, tolong ajak Martha kembali ke kamarnya." Louise beranjak pergi ke ruang kerjanya.

Devan melihat punggung ringkih Louise yang agak gemetar. Devan memiringkan kepalanya, "Apa aku tak salah lihat ya barusan?" gumam Devan sebelum memutuskan untuk masuk ke kamar pribadinya.

Dengan dibantu oleh Yeni, Lestari membawa Marthaliani untuk beristirahat di dalam kamarnya.

***

*Sementara dibelahan bumi yang lain. Tepatnya di rumah sakit Goeteng's Hospitals. Beberapa saat yang lalu Dokter Dante baru saja melakukan sebuah treatment kepada pasien anak perempuan berusia 11 tahunan.

Setelah beberapa menit Dokter Dante melakukan perawatan pada luka pada lutut Hani, akhirnya perban sudah dipasang dengan rapih.

"Terimakasih banyak Dokter Dante, maaf ... karena Kami telah banyak menyusahkan mu." ucap Ayah dari Hani dengan tulus.

Hani merupakan seorang anak Sekolah Dasar yang belum lama ini mengalami kecelakaan saat sedang bermain sepeda bersama temannya di taman dekat kompleks perumahan.

Dante tersenyum tulus kepada Ayah Hani juga Ibunya. "Sama - sama Tuan juga Nyonya, namanya juga anak seusia Hani ini memang sedang aktif-aktifnya. Nah... Kalau Saya boleh tahu, kenapa Nak Hani bisa sampai terjatuh? Padahal kata Ibu Hani, kondisi jalan di dekat taman selalu lenggang lho..."

Dante berusaha keras untuk mengajak obrolan Hani yang masih trauma juga kesakitan.

"A-anu... Mama, Papa... Sebenarnya tadi Hani berusaha menghindari lubang di trotoar. Tapi malah jadi sepeda Hani yang kehilangan keseimbangan dan terjatuh deh... Untung saja, teman Hani tadi di belakang Hani bisa menghindari juga, kalau tidak...? Mungkin nasibnya akan sama seperti Hani?" ucap Hani menjelaskan kronologis kejadian yang dialaminya.

Separuh Aku DirimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang