*RS. Goeteng - Kota London
Qira berjalan tegas menyusuri koridor rumah sakit. Tatapan matanya yang awas memperhatikan suasana rumah sakit yang selalu ramai. Beberapa kali dia berpapasan dengan suster yang sudah familiar wajahnya.
"Oh astaga, dokter Bae! Anda kembali?! Tetapi bukannya waktu cuti anda tersisa 2 hari lagi ya?"
"Oh dokter Bae, apa kabarmu?"
"Senang melihat anda kembali lagi beraktivitas seperti biasanya..."
Mau tak mau, Qira harus berhenti dan menyapa mereka.
"Ya mau bagaimana lagi, it's duty call~" sahutnya cuek seperti biasanya.
Semua orang yang mengenal dokter Bae, sudah tidak kaget dengan reaksinya yang dingin dan cuek, bahkan raut wajahnya pun tak banyak menunjukkan perubahan.
"Saya tahu kalian khawatir, tetapi itu tidak perlu... Baiklah, kalau begitu saya izin undur diri karena masih ada urusan." sebagai bentuk penghormatan, Qira mengangguk sekilas dan kembali melanjutkan niatannya untuk pergi ke ruang operasi.
Rasa hangat menyelimuti hatinya yang dingin, kembali lagi ke suasana familiar namun ada satu perbedaan mencolok yang membuat hati Qira menohok. Tentu saja, di setiap sudut rumah sakit ini terus mengingatkan dia akan sosok mendiang Dante.
Qira menyimpan tangannya ke dalam saku jas, dalam diam tangannya mengepal kuat. Disaat seperti ini dia tidak boleh terlihat sebagai wanita yang lemah.
Tepat diujung belokan sana, Qira melihat Profesor Alexis yang tengah menunggunya dengan sabar.
"Oh, kamu sudah datang? Bagaimana kabar kamu, sekali lagi saya minta maaf atas desakan permintaan saya ini, dokter Bae." ucap Alexis seraya membungkukan badan.
Buru - buru Qira mendekati Alexis dan menarik badannya agar berhenti bersikap formal seperti itu padanya.
"Tolong hentikan ini, Profesor! Anda sudah sangat berjasa kepada karir saya selama ini, maka dari itu saya berhutang budi banyak kepada anda. Yaa, meskipun saya sangat tidak menyukai ide gila ini sih, karena saya ingin lebih lama lagi liburnya~" pengakuan jujur Qira membuat perasaan Alexis tak enak.
"Maafkan saya, Qira! Karena ini tugas mendesak dari saya, dan saya tidak mau menyerahkannya kepada dokter lain karena saya percaya dengan kemampuan kamu. Kamu mungkin belum mengerti, ayo sebaiknya ikut saya ke dalam... Biar kamu sendiri yang melihat kondisinya."
Alexis berjalan memimpin jalan disusul Qira dan menutup rapat pintu dibelakangnya.
Suasana mendadak berat, Qira bisa merasakan atmosfer di ruang operasi ini mendadak berubah. Mungkin karena emosi Alexis lebih dominan disini. Qira mendekati meja operasi. Kedua matanya terbelalak kaget saat melihat wajah pria yang sempat beberapa kali dia temui sebelumnya.
"""""
"Jadi—? Pasiennya adalah keponakan anda, Profesor?" sepasang mata obsidian itu menatap wajah Alexis yang terus terpaku kepada kulit pucat wajah pria yang dia ketahui bernama Keenan.
Helaan nafas berat terdengar dari mulut Alexis.
"I-Iya, seperti yang kamu lihat. Mungkin bisa saja saya yang melakukan operasinya. Tetapi emosi saya sangat tidak stabil apalagi saya harus terus melihat kenangan terakhir Keenan sebelum kecelakaan. Jujur, dada saya terasa sesak dan hampir - hampir kemarin saya tak sadarkan diri begitu mengetahui lengkap kebenarannya."
Alexis berbalik badan menghadap Qira.
"Maka dari itu, hanya kamu yang sanggup melakukannya, Qira. Sedangkan saya, saya akan menyempurnakan pil hati abadi tingkat 7 yang sudah lama saya persiapkan jika waktunya Keenan naik ke meja operasi untuk transplantasi jantung." kedua alis Alexis mengerut menunjukan keseriusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Separuh Aku Dirimu
Roman d'amour"Mengapa semua sangat berbeda dengan apa yang aku impikan selama ini!? Aku berniat segera kembali ke Pulau Bali untuk segera melamar Kak Yuyun... Tetapi, nampaknya Tuhan punya kehendak lain seperti plot twist di film-film. Sekarang dan selamanya, ak...