*Plak - plak, plak - plak!
Beberapa kali Alexis kedapatan menampar wajahnya. Seolah ingin segera bangun dari delusi yang saat ini terjadi, pasalnya bagaimana mungkin kedua hal ini terjadi dalam waktu bersamaan?
"Bagaimana mungkin Dante meninggal kemudian Keenan mengalami kecelakaan fatal?!"
*Plak!
"Oh astaga, percaya tak percaya ini memang benar terjadi!" kulit tangannya terasa begitu dingin saat ini.
Mungkin pengaruh dari AC di ruangan kerjanya. Saat ini Alexis masih berada di rumah sakit setelah beberapa saat yang lalu telah melakukan pemindahan kepada jenazah Dokter Dante ke ruang autopsi.
Setelah itu Alexis pergi ke ruangannya utnuk menenangkan diri sambil menunggu semua persiapan siap. Alexis sempat menyeduh kopi hitam berhadapan dapat memberinya sedikit ketenangan.
Aroma khas kopi seolah dapat membuat hati Alexis lebih tenang lagi, wanita paruh baya itu kini menutup kedua matanya sembari menghirup dalam - dalam aroma kopi panas yang belum lama ini dia seduh.
Pikiran Alexis jauh melayang disaat dirinya pernah berkata - kata dengan mendiang Dante beberapa bulan yang lalu.
"Aku sangat ingin memberikan kesempatan kedua bagi Keenan untuk bisa menikmati hidup sedikit lebih lama lagi. Karena—"
["Mengapa Anda sangat perduli kepada keponakanmu, Prof?"] tanya Dante penasaran.
Senyuman tipis mengembang di sudut mulut Alexis.
"....Anak itu telah mengalami berbagai macam kesedihan yang tak pernah dia bagikan kepada seorangpun. Tetapi aku dapat dengan mudah membaca masa lalunya tanpa Keenan sadari. Anak itu selalu berada di tempat dan waktu yang salah sejak awal. Makanya Keenan selalu mengalami kemalangan seperti ini."
["Mmm, aku memang belum pernah bertemu secara pribadi dengannya. Namun dari sudut pandang yang anda sampaikan itu, lebih dari cukup informasi bagiku."] sahut Dante dengan tenang.
Kedua langkah kaki Dante berjalan menuju ke jendela di ruangan kerja milik Profesor Alexis yang langsung tembus ke taman rumah sakit. Ada beberapa taman hijau serta arena play ground untuk anak - anak.
["Profesor, kau pun tahu bahwa aku tak pernah meragukan penilaianmu selama ini. Maka dari itu, aku sudah memutuskannya tanpa melibatkan siapapun bahwa aku — Dante, bersedia menjadi pendonor untuk keponakanmu suatu hari nanti. Tapi tolong jangan beritahukan ini kepada siapapun, termasuk kepada Qira."] ucap Dante seraya berbalik badan menatap Alexis yang terus memperhatikannya.
Alexis melihat senyuman kecil dari wajah Dante, dengan keyakinan itulah membuat keyakinan di hati Alexis semakin mantap.
Kembali ke masa sekarang, Alexis melirik jam tangan di pergelangan tangannya. Waktu menunjukan pukul 22.00 malam waktu setempat.
*Tok - tok - tok!
"Profesor selamat malam, semua persiapan sudah siap sesuai prosedur yang Anda mintakan!" ucap suster Layla salah satu orang kepercayaan Alexis di rumah sakit ini.
"Mmm, baiklah terimakasih banyak, Layla!" gumam Alexis seraya beranjak dari kursinya dan membenarkan ikat rambut putihnya dengan kencang. Menyeruput sisa kopinya sebelum beranjak pergi ke tempat yang dimaksud.
***
Alexis sudah berada di dalam sebuah ruangan tertutup seorang diri, karena dia tak mengizinkan siapapun untuk mengganggu proses autopsinya. Sepasang obsidian gelap itu memperhatikan kondisi jenazah Dante diatas meja operasi. Sesaat Alexis mengambil nafas kemudian menutup matanya beberapa detik untuk mengumpulkan konsentrasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Separuh Aku Dirimu
Lãng mạn"Mengapa semua sangat berbeda dengan apa yang aku impikan selama ini!? Aku berniat segera kembali ke Pulau Bali untuk segera melamar Kak Yuyun... Tetapi, nampaknya Tuhan punya kehendak lain seperti plot twist di film-film. Sekarang dan selamanya, ak...