Beberapa hari berlalu akhirnya Keenan telah resmi dipindahkan ke RS. Goeteng - Kota London, setelah melewati serangkaian proses perizinan yang tidak mudah... Namun Alexis dengan dibantu oleh Serge dapat memuluskan perizinan dengan mudah, meskipun beratnya harus bertatap muka langsung dengan Louise - orang yang tidak di sukai olehnya. Tetapi ini demi kebaikan Keenan, maka Alexis akan berada di garda terdepan.
"Apa - apaan ini, memangnya anda pikir anda siapa, datang main atur - atur segala lagi!" bentak Louise geram. Siang itu, Alexis ditemani oleh Serge datang langsung ke ruangan CEO dari Kantor Widjayakusuma Grup.
Kemunculan sepasang suami - istri itu langsung menyita banyak perhatian pegawai kantor karena mereka datang di jam karyawan berlalu - lalang peralihan dari jam istirahat karyawan.
Serge mendengus sebal.
"Hmph! Bukankah sudah jelas tertera dari lembaran dokumen itu? Kami tidak datang kemari untuk meminta persetujuan anda. Kami pasti akan membawa Keenan bersama kami, dengan atau tanpa sepengetahuan anda!" jawab Serge tegas. Namun masih dengan gaya santainya, Serge memasukan tangannya ke saku celana.
"Dan mengapa harus di bawa ke London, memangnya teknologi serta dokter disini tidak ada yang mampu menyembuhkan Keenan apa?!" bukannya menjawab justru Louise mengajukan pertanyaan lain.
Sepasang mata obsidian gelap itu menatap tajam kepada sepasang suami - istri yang datang tanpa di undang.
"Bukan masalah itu, hanya saja — dengan aku mengawasinya langsung disana maka hatiku merasa tenang, dan aku sama sekali tidak percaya dengan dokter mana pun yang menangani keponakan aku." kali ini Alexis membuka suara namun wajahnya tetap sama dingin seperti biasa.
"Hmph, bagaimana jika aku menolak, apa yang akan kalian berdua lakukan?" tantang Louise menaikan sebelah alisnya, sebuah busur miring dengan tatapan penuh ejek dia berikan.
"Kamu—! Sebaiknya kamu diam saja tidak perlu melakukan apapun. Kami pasti akan menemukan cara agar Keenan bisa pulih seperti sedia kala, dan aku tidak sudi melihat Keenan berlama - lama tinggal di lingkungan toxic seperti kamu!"
*Brakk!
Louise menggebrak meja di depannya dan menciptakan efek domino yang membuat barang - barang diatasnya gemetar.
"Selama berada disini, ada baiknya jika kalian berdua selalu menjaga sikap." peringatan pertama lolos begitu saja dari mulut Louise langsung.
"Ha... haha haha~ Kamu jangan kira bisa lolos dari perhatian aku ya, karena aku sudah tahu apa yang kamu perbuat sebelum Keenan pergi dari mansion." tawa remeh Alexis terdengar menggema di ruangan pribadi Louise.
Sepasang mata obsidian yang tadinya teguh kini nampak terguncang.
"Coba lihat wajah tua mu itu yang ketakutan haha~ Aku melihatnya semua lho, saat dengan bengisnya kamu mencambuk Keenan dengan sabuk yang kamu pakai di hari yang sama..." lanjut Alexis dengan santai.
Serge menoleh memperhatikan wajah Alexis dan sebenarnya dia juga terkejut atas pernyataan Alexis barusan.
"I-Ini adalah sesuatu yang tidak aku ketahui..." bisik Serge dalam hati.
"B-Bicara apa kamu?! Apakah kamu ada buktinya, kakak ipar yang sembrono." ejek Louise dengan wajah tersenyum miring.
"Bukti? Kamu masih menginginkan buktinya sedangkan bukti itu jelas membekas di punggung Keenan!" bentak Alexis tak habis pikir.
"Tapi kamu tidak memiliki saksi mata lho, haha kasihan sekali sih." ucap Louise dengan mendrama.
"Ohh, jadi kamu menginginkan saksi mata sedangkan Keenan sendiri dapat bersaksi atas perbuatan keji kamu selama ini tahu~" tawa Alexis pecah saat melihat yang terakhir memasang wajah hijau keputihan menahan marah juga malu.
Hampir - hampir tawa Louise meledak jika dia tidak menahan kedua bibirnya.
"Hmph, jadi kamu berpikir bahwa Keenan akan membuka matanya dan datang kepadaku kemudian melawan aku begitu? Haa... hahaha haha~ Lelucon macam apa ini? Kan masih di bulan Januari, terlalu dini untuk perayaan April Mop! Aduh, perut aku sakit~" mengusap perut buncitnya dengan wajah gembira.
"Kamu tidak mengerti, Kakak ipar. Bahwa Keenan tak mungkin sampai hati akan melakukannya, karena dia terlalu pengecut untuk melakukannya!" seringai miring Louise layangkan kepada Serge juga Alexis.
Tanpa sadar Alexis mengepalkan tangannya kuat, "Kamu salah besar disini! Justru kamulah yang benar - benar tak mengenal baik Keenan itu seperti apa. Dan benar, aku terkadang menyayangkan hatinya yang terlalu lembut sehingga enggan menyeret kamu ke meja hijau!"
"Namun ya, aku juga banyak merasa bersyukur sih. Karena keponakan aku tumbuh jauh diluar sifat serta kebiasaan buruk kamu! Meskipun kalian sedarah tetapi kalian sangat jauh, bagaikan langit dengan bumi! Meskipun sikap kalian juga sama halnya dengan minyak dan air yang tak akan pernah bisa saling sepemahaman. Aku bersyukur bahwa Keenan tumbuh tidak meniru contoh buruk dari orang - orang yang berada di sekitarnya!" tatapan tajam Alexis tidak pernah berakhir.
Bahkan saat dirinya mengambil kembali dokumen pelengkap persyaratan pemindahan rawat Keenan dari RS. Nusabakti berpindah ke RS. Goeteng di London, ekspresi wajah Alexis tak banyak berubah. Hanya agak melembutkan saat menyadari tatapan Serge padanya, yang menatap penuh kekaguman.
Dibawah pengawasan matanya, Serge melihat punggung mungil Alexis telah menghilang dari balik pintu ruang pribadi Louise. Tiba - tiba Serge berbalik badan dan menatap yang terakhir.
"Aku bersumpah, jika sesuatu yang buruk terjadi kepada orang - orang yang aku sayangi itu karena ulahmu, aku berjanji dengan kedua tangan inilah aku akan bermandikan darah milikmu!" Serge berpaling tanpa menunggu jawaban dari yang terakhir.
*Pyangg!
"Dasar, bajingan brengsek! Awas ya kalian berdua jika berani macam - macam, maka aku akan gelap mata ... tidak perduli lagi ikatan apapun yang terjalin diantara kita!"
Suara benda jatuh dan teriakan dari Louise cukup membuat seringai lebar dari wajah tegas Serge.
Alexis mengerutkan kening saat yang terakhir berjalan melewatinya.
"Eh, kenapa kamu tersenyum begitu? Apa yang kamu katakan di dalam sana?"
Serge menggeleng singkat.
"Tidak ada, hanya menggertak pria paruh baya saja, haha...."
"Ck, dasar~ Selera humor bapak - bapak memang diluar nurul..." cerutu Alexis.
Keduanya berjalan beriringan dibawah tatapan kagum serta bingung dari pegawai di kantor Widjayakusuma Grup. Tak terkecuali Devan, yang belum lama ini selesai meeting dari ruang rapat bersama dengan karyawan lainnya.
Devan berdiri tak jauh dari jalan yang dilalui oleh Alexis juga Serge. Kedua alisnya mengerut heran.
"A-Apa yang dilakukan oleh mereka disini?" pandangan Devan mengikuti punggung mereka yang perlahan menghilang.
"Eh-eh? Apa ada yang tahu, siapa mereka tadi ya?"
"Engga weh, baru pertama kali lihat malah!"
"Iya bener, puluhan tahun aku kerja disini ... baru kali pertama aku lihat mereka!"
"Apakah mereka klient penting dari LN?"
"Entahlah, yang jelas aku tadi sempat ngelihat mereka masuk ke ruang CEO tanpa mengetuk pintu."
"Oh!" kejut semua orang yang tengah berkerumun itu.
"Astaga, biang gosip ada dimana - mana ya ternyata~ Hey, kalian...! Ayo berhenti bergosip yang bukan urusan kalian!" tegur Devan yang sebenarnya dia juga tidak perduli dengan apa yang terjadi sebenarnya. Hanya saja, Devan orang yang kamu jika menyangkut pekerjaan maka dia akan sangat serius dan jarang bercanda apalagi tertawa.
Semua pegawai menunduk patuh dan pergi melanjutkan tugas mereka masing - masing. Menyisakan Devan yang masih berdiri di tempatnya dengan menggeleng heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Separuh Aku Dirimu
Romansa"Mengapa semua sangat berbeda dengan apa yang aku impikan selama ini!? Aku berniat segera kembali ke Pulau Bali untuk segera melamar Kak Yuyun... Tetapi, nampaknya Tuhan punya kehendak lain seperti plot twist di film-film. Sekarang dan selamanya, ak...