Bab 16 : Apa yang sebenarnya terjadi?

10 10 0
                                    

"Tidaklah kamu tahu bahwa sekarang ini adalah tanggal 5 Maret, yang mana artinya kamu sudah koma selama hampir 3 bukan disini. Dan saat ini kamu sedang berada di London sayang, dan bukan di Bandung apalagi di Bali seperti yang kamu maksud." dengan lembut Alexis menjelaskan kebingungan yang tengah dirasakan oleh Keenan.

"Hah? A-aku mengalami koma, Bibi?" gumam Keenan mengulangi kembali pernyataan Alexis.

Perlahan cairan bening keluar dari kedua mata Keenan tanpa bisa dikendalikan lagi.

Alexis menarik badannya dan mendekap Keenan kedalam pelukannya. Dirinya tak lagi menampik kesedihan yang sama juga dia rasakan selama ini.

"A-apa?! Jadi yang selama ini aku lihat ternyata hanyalah mimpi? Ta-tapi aku pikir aku sudah sampai di Bali." Keenan merasa tertipu dengan apa yang dia lihat selama ini.

Keenan menjauhkan diri dari Alexis.

Sepasang obsidian itu menatap tajam kepada wanita yang lebih tua darinya itu.

"Bibi, tolong katakan padaku ... bahwa ini semua bohong kan?" mencengkram erat tangan Alexis meskipun tangan Keenan sangat gemetar sekarang.

"Kee, mana pernah aku berbohong kepadamu~ Seperti orang gila aku dan Serge mengejar penerbangan pertama ke Bandung lalu kami mendapat informasi bahwa kamu sedang di rawat di RS. Nusabakti dalam keadaan koma. Kamu bisa bayangkan bagaimana hancurnya perasaan seorang Ibu saat melihat anaknya terkapar tak berdaya?" suara Alexis gemetar menunjukan betapa terpukulnya dia.

"I-ibu? Ada dimana Ibu aku?!" kedua alis Keenan terangkat celingukan mencari keberadaan Marthaliani. Namun usahanya nihil, tidak ada siapapun di ruang rawat Keenan hanya ada Alexis saat ini.

"Ibu!" panggil Keenan seperti anak anjing yang tersesat.

"Tolong maafkan Ibumu juga, karena Ayahmu tak mengizinkan Ibumu pergi jauh terlalu lama. Baru dua hari yang lalu, Louise datang dan memaksa Marthaliani untuk segera kembali ke Bandung."

Keenan melepaskan cengkraman tangannya pada Alexis. Rahang bawah Keenan gemetar menahan gelombang amarah yang terus membuncah ingin segera meletus. Deretan gigi perannya saling bergesekan.

"Keterlaluan!" teriak Keenan tatapan matanya menajam, kedua alisnya mengerut serius.

"Tolong maafkan Marthaliani, sayang~" telapak tangan Alexis bertemu di depan dada seraya memohon kepada Keenan atas pengertiannya.

"Keluar Bibi, aku tak ingin menemui siapapun!" tegas Keenan dengan suara dingin.

"Tapi Kee, aku belum selesai bicara —"

"Aku bilang keluar ya keluar!" sepasang obsidian gelap itu menatap tajam kepada Alexis penuh amarah. Alexis sedikit gemetar karena belum pernah dibentak oleh Keenan yang selalu nampak penuh kasih sayang juga konyol di matanya.

Alexis tidak menundukan pandangannya, melainkan hanya mengangguk kecil.

"Okay, baik! Tapi tolong panggil aku atau suster, atau bahkan panggil dokter Reyhan jika kamu membutuhkan sesuatu, okay?"

Keenan tidak menjawab namun terus menatap tajam kepada Alexis sampai akhirnya dia menghilang dari balik pintu.

Tangan Keenan yang masih sakit, kini mengepal kuat sampai urat - urat di kulit tangannya terlihat.

"Tidak Ibu bahkan Kak Yuyun juga tidak ada disini, sebenarnya apa saja yang aku lewatkan selama ini?!" teriak Keenan frustasi sekaligus kecewa dengan dirinya sendiri, karena keadaannya sekarang menjadi penghambat utama Keenan kehilangan komunikasi dari dua wanita yang begitu berarti di hidup Keenan.

Separuh Aku DirimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang