Bab 60 : Mengapa?

0 0 0
                                    

*Keenan side

Keenan terhuyung langkahnya berat.
Setiap tarikan nafas terasa seperti menelan pisau tajam. Punggungnya terasa terbakar hebat. Darah segar menetes dari luka parah yang dia terima sebagai akibat dari dirinya menentang kehendak leluhur Klan yang telah mewarisi dirinya seluruh ilmu pengetahuan taoisme dari para leluhur sebelumnya.

Tidak hanya itu, pandangannya pun mulai sedikit bermasalah, dunia di depannya tak lagi jelas. Hanya bayangan buram, warna-warna samar yang berbaur dengan rasa sakit yang semakin menyiksa.

"Ini... di...dimana...?" seram suara Keenan tercekat di tenggorokannya.

Pasalnya sebelum ini, jelas-jelas terdengar suara getaran udara terbelah dengan kilauan cahaya keemasan yang langsung menelan Keenan hidup-hidup ke dalamnya.

Terdengar suara batuk pria tua berdehem terdengar begitu familiar di telinga Keenan. "...Sekarang kamu telah kembali ke Aula Utama."

"Kakek Guru Liam...?" panggil Keenan yang terasa seperti bunyi bisikan di telinga Liam, terasa gelenyar sakit menjalar di hati Liam.

Meskipun Liam memiliki ketenangan yang terlatih, wajahnya tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran yang mendalam.

Aula Klan Alexander yang terasa sunyi, hanya terdengar degup jantung serta hembusan nafas Keenan yang tersengal-sengal. Tidak ada sahutan dari yang terakhir, membuat Keenan mencoba menoleh. Tetapi punggungnya terasa semakin berat.

"Ack...!"

Erangan Keenan tertahan manakala sebuah tangan besar kasar & dingin menyentuh bahunya. Bersamaan dengan helaan nafas panjang terdengar dari yang terakhir.

"Jangan kaget jika dalam waktu dekat perlahan-lahan kamu akan kehilangan data dari kelima indramu. Ini termasuk hukuman yang tertulis dari gulungan melawan langit dengan segala konsekuensinya..."

"A-apa?!" kejut Keenan tak menyangka kalau konsekuensinya akan seberat ini.

"....Kamu hanya bisa bertahan dengan mengandalkan tekad kuat sebagai manusia biasa saja..." lanjut Liam memperhatikan setiap detik ekspresi Keenan berubah.

Keenan terjatuh di lantai saat mencoba menggerakkan satu senti saja kakinya. Nafas Keenan tersengal-sengal, dengan seteguk darah yang kembali keluar dari mulutnya. Mencoba membuka matanya dengan lebih lebar, tetapi dunia di sekitarnya terus memudar, menjadi gelap.

"Keenan...! Kamu tenang saja, aku akan coba menyembuhkan luka di punggungmu." suara Liam terdengar gemetar.

Semuanya tampak gelap & samar bagi Keenan saat Liam mengatakan sesuatu kepadanya. Dalam kesadaran yang mulai hilang, dia hanya bisa merasakan dinginnya lantai di bawah tubuhnya yang lemah, dan suara-suara khawatir yang tampak mengelilinginya. Punggung Keenan terasa seperti dilahap api panas, dan pandangannya gelap seketika.

***

Beberapa hari berselang

Keenan perlahan mulai tersadar dari pingsannya. Kesadaran yang kembali begitu lambat, seolah menariknya dari dasar lautan yang gelap dan dingin. Begitu matanya terbuka, yang pertama kali menyapa adalah aroma lembut wewangian terapi, menenangkan namun asing. Dia merasakan tubuhnya terbaring di atas alas tipis yang terasa keras di atas lantai kayu, suara retakan halus lantai di bawahnya memberi tahu dia bahwa ini bukan tempat yang mewah. Ruangan itu sederhana, tanpa banyak dekorasi.

Keenan berusaha menajamkan pandangannya, namun kesadarannya terhantam oleh kenyataan pahit pandangannya buram, sulit untuk membedakan detail di sekitarnya.

Di tengah ketidakjelasan itu, dia hanya bisa menebak kalau dirinya masih berada di Klan Alexander. Kata-kata Liam kembali menghantam benaknya tentang masalah penglihatan yang saat ini kian parah. Rasa cemas mulai merambat di dalam dirinya. Jika sekarang saja dengan satu indera yang melemah sudah terasa sangat menyusahkan, bagaimana dia akan menghadapi masa depan jika perlahan kelima indranya memudar satu per satu? Pemikiran itu menekan dadanya, membuatnya merasa terperangkap dalam ketidakpastian yang mengerikan.

Separuh Aku DirimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang