Bab 6 : Rumah sakit Nusabakti

46 34 0
                                    

Berkat informasi akurat dari Andhika salah seorang tangan kanan kepercayaan Louise. Hari ini, Marthaliani beserta Lestari naik mobil dengan disupiri Pak Joni membawa mereka ke alamat rumah sakit tempat Keenan dirawat.

Sejak semalam Marthaliani sama sekali tidak tidur, dan membutuhkan waktu satu malam bagi Marthaliani agar kembali tenang setelah mengalami serangan syok sejak kemarin sore. Pagi ini dengan ditemani Lestari mereka pergi ke Rumah Sakit Nusabakti, dengan kecepatan diatas normal keahlian Joni sangat diunggulkan untuk memangkas waktu menuju ke Jln. Raya Pantura.

Sepanjang jalan tidak henti - hentinya Marthaliani mendoakan keselamatan Keenan sembari memeluk sebingkai foto dirinya waktu SMP. Pun sama halnya apa yang dilakukan oleh Lestari, kecemasan yang sempat melandanya berangsur membaik. Saat ini Lestari mencoba berkomunikasi dengan pihak Rumah Sakit melalui telfon, memastikan bahwa ada anggota keluarga Widjayakusuma yang menjalani perawatan disana.

"Halo, selamat datang di customer call Rumah Sakit Nusabakti selamat pagi ibu/bapak ada yang bisa kami bantu?" suara lembut dan ramah menyapa indra pendengaran Lestari.

"Halo saya Lestari kami keluarga Widjayakusuma dari Bandung, ingin memastikan bahwa betul pasien atas nama Keenan Pranadipta Widjayakusuma sedang dirawat di sana? Anak kami Keenan, diketahui menjadi salah satu korban kecelakaan kemarin di Jln. Raya Pantura."

"Baiklah ibu, tunggu sebentar biar kami mengecek database pasien dari komputer..." helaan nafas kasar keluar dari hidung Lestari, berharap hatinya yang gusar dapat tercerahkan dengan kabar kepastian mengenai keberadaan Keenan.

"Oh betul ibu, pasien atas nama Keenan Pranadipta Widjayakusuma saat ini masih di ruang ICU. Dan kami masih menunggu keluarga pasien untuk melengkapi administrasi."

"Terimakasih atas informasinya, kami sedang dalam perjalanan ke Rumah Sakit. Baiklah saya tutup dulu..." pamit Lestari kemudian menyimpan kembali benda tipis persegi panjang itu ke tempatnya semula.

Lestari menggeser badannya memperhatikan kondisi Marthaliani yang jauh lebih baik daripada kemarin.

"Pak Joni, tolong lebih cepat lagi ya?"

"Baik nyonya besar!" sejurus kemudian kecepatan laju mobil sedan hitam itu meningkat drastis.

Lestari mengusap punggung Marthaliani memberikan dukungan moril.

"Bersabarlah, kita hampir sampai menemui Keenan disana." bisik Lestari pelan.

"Ibu, mengapa anak itu selalu saja bernasib buruk ya? Apakah karena terlahir dari ibu yang buruk sepertiku sehingga Keenan selalu mengalami kejadian buruk." dengan suara pelan Marthaliani mengeluarkan isi pikirannya.

"Husst! Kamu tidak boleh berkata begitu. Akan sangat menyakitkan kalau sampai Keenan mendengar ucapanmu barusan ... bayangkan bagaimana wajah kecewanya nanti saat kamu disini malah merendahkan dirimu sendiri dan bukannya mendorong bahu Keenan agar tetap berdiri tegap. Ayolah, Martha anakku tidak selemah ini sayang~"

Mendengar perkataan Lestari membuat Marthaliani menggeser wajahnya dan masuk ke dekapan Ibu mertua tercintanya.

"Maaf Bu, maaf.... A-aku harus tetap tegar demi Keenan!" pungkas Marthaliani menghapus jejak air matanya kasar.

"Nah begitu dong, baru betul...." hibur Lestari.

Sementara Joni merasa iba kepada kedua wanita di belakangnya itu, apalagi Joni mengenal bagaimana keseharian Keenan selama di Bandung.

"Anak itu melarangmu menyebutnya sebagai Tuan Muda haha. Keenan lebih senang dipanggil Mas atau namanya saja. Dan baru sekali aku melihatmu lagi setelah sekian tahun lamanya, kamu telah banyak berubah Keenan. Aku senang kamu melanjutkan hidupmu di London dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi." batin Joni tersenyum getir.

"Mungkin kamu lupa satu kelakuan kamu yang aku terus ingat... Yaitu saat aku mendapatkan masalah dengan Tuan Besar kemudian sebagai hukuman aku harus mengganti biaya dengan sebagian besar uang gajiku. Lalu tiba - tiba kamu menyusulku ke gerbang utama dan memberikan beberapa lembar uang yang jumlahnya tidak banyak. Aku terenyuh saat kamu bilang bahwa ini yang tabunganmu dan memintaku untuk memakainya tanpa khawatir harus mengembalikannya. Ahahaa... Apakah kamu tahu Keenan, saat itu yang tersebuat sangatlah berarti buatku, karena ada istriku yang hendak melahirkan anak pertama kami. Sejak saat itu, aku selalu menganggap kamu seperti anakku sendiri." senyuman mengembang dari wajah Joni, dengan segenggam tekadnya ia menambah kecepatan laju mobil untuk segera sampai ke Rumah Sakit.

***

Begitu Marthaliani membaca tugu rumah sakit bahkan sebelum mobil benar-benar terparkir dengan sempurna, Marthaliani nekat meloncat keluar dengan membawa foto Keenan di tangannya.

"Eh-eh?!" teriak Lestari kaget segera Joni membuka pintu untuk Lestari dan keduanya segera masuk ke dalam gedung.

"Cepat sekali larinya Marthaliani..." cerutu Lestari diikuti Joni mengawal kepergiannya.

"Itu dia ruang ICU Nyonya!" tunjuk Joni.

Segera mereka menjuju ke arah yang dituju. Marthaliani tak kelihatan namun dapat dipastikan bahwa Marthaliani sudah masuk ke ruang ICU tanpa izin. Lestari bersma Joni masuk ke dalam ruangan Keenan dirawat. Kedua mata keriputnya terbelalak kaget melihat sekujur badan Keenan dibaluti kain perban. Ada bekas jahitan di kening Keenan, selang oksigen yang masih terpasang.

Marthaliani menangis dalam diam. Tangan gemetarnya berusaha menyentuh Keenan namun tak tega jika itu malah membuat Keenan makin kesakitan.

"Nak, bangunlah sayang~ Ada Ibu, Nenek, juga Pak Joni disini. Kenapa kamu bisa sampai seperti ini sih? Terakhir melihatmu dalam keadaan sehat dan tersenyum lalu sekarang malah-hiks, hiks~" dengan satu tangan Marthaliani membungkam mulutnya agar tangisannya berhenti.

Kedua lutut Marthaliani terasa seperti jelly, kepalanya mendadak pusing. Saking tak kuatnya melihat kondisi Keenan, Marthaliani berlari keluar dari ruang ICU dan duduk di kursi tunggu dengan lemas. Disana tangisannya pecah tanpa mengeluarkan suara. Disusul Lestari yang ikut menangis bersama Joni, tak ada yang sanggup melihat wajah pucat Keenan yang tak berdaya itu.

"Aku tidak sanggup bu...! Aku tidak sanggup berlama - lama menemani Keenan, aku tak tega melihatnya terpuruk seperti itu... hiks, hiks~"

"Iya sayang iya~ Kita harus menemui dokter menanyai kondisinya seperti apa-" belum selesai Lestari mengatakannya, ada seorang dokter yang berjalan mendekati mereka.

"Permisi, apakah betul anda sekalian adalah keluarga dari pasien atas nama Keenan Pranadipta Widjayakusuma? Saya dokter Alfian yang bertugas menangani pasien." dengan ramah dokter Alfian mengulurkan tangan kanannya.

Lestari berdiri menyambut tangan dokter Alfian. "Betul dokter, saya Lestari nenek Keenan, juga ini Marthaliani ibunya. Bagaiamana kondisi anak kami dokter?"

Dokter Alfian menggeleng singkat, "Sangat disayangkan pasien banyak mengalami lebam juga luka sobek, akibat dari benturan keras sewaktu kecelakaan terjadi. Kondisinya saat ini belum stabil, belum bisa dikatakan keluar dari kondisi komanya."

"A-apa koma dokter?! Anakku mengalami koma...?" Marthaliani berdiri dengan tatapan kosong.

"Kapan cucuku bisa sadar dokter?"

"Maaf kami belum dapat memastikannya, apalagi jika melihat dari kondisi pasien saat ini. Ada kemungkinan dalam waktu dua minggu kedepan barulah pasien sadar."

"Mengapa bisa selama itu...." bisik Marthaliani.

"Karena disebabkan benturan yang cukup keras sehingga merusak bagian otak yang mengatur kesadaran, dalam beberapa kasus kerusakan tersebut dapat terjadi dalam jangka pendek maupun panjang. Kegagalan pasien dalam merespon lingkungan sekitarnya menjadi faktor utama. Oh iya, saya sempat menghubungi polisi yang memang sejak kemarin ditugaskan untuk mengawasi pasien selagi menunggu kerabat atau saudaranya datang. Dan tak lama lagi mereka akan datang untuk meminta melengkapi data maupun untuk menanyai beberapa hal. Kalau begitu saya izin pamit undur diri dahulu, permisi...."

Karena saking sibuknya dokter Alfian harus berlari ke ruangan pasien lainnya yang membutuhakan bantuan, meninggalkan keluarga Widjayakusuma seorang diri.

"Baiklah dokter terimakasih...!" ucap Marthaliani setengah teriak.

Separuh Aku DirimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang