DIL (46)

1K 128 21
                                    

Jennie meremas kertas hasil pemeriksaannya. Matanya bergetar menatap deretan huruf yang tersusun di kertas itu. Ia menggeleng pelan, tak percaya dengan fakta yang baru saja ia ketahui.

Kanker paru-paru.

Jennie memilikinya.

"Aku akan menyarankan beberapa pengobatan untukmu. Stadium 2, kita masih bisa mengatasinya." ucap Bogum. Ia mencoba menenangkan Jennie yang tampaknya masih shock.

"Kau sudah menghubungi keluargamu?"

Jennie menyurai rambutnya ke belakang, ia menggeleng menjawab pertanyaan Bogum.

"Jangan beritahu siapapun."

"Keluargamu harus tau Jennie, ini bukan perkara sepele. Kau butuh perawatan dan kau butuh dukungan keluargamu."

Jennie menyentuh tangan Bogum, ia menatap penuh harap pada pria itu.

"Tolong jangan katakan pada mereka. Aku yang akan memberitahu mereka jika aku sudah siap."

Karna keluarganya baru saja berkumpul, ia tak ingin merusak kebahagiaan yang baru saja mereka bangun kembali.

.

.

.

Menarik nafas lalu ia hembuskan perlahan, Jennie mencoba bersikap sebiasa mungkin agar tak di curigai keluarganya. Ia menatap bangunan megah mansion Kim sejenak, sebelum akhirnya turun dari mobil pribadinya.

Beberapa pekerja membungkuk hormat saat Jennie datang. Mereka tampak terhenyak saat melihat Nona muda mereka tersenyum hangat.

"Ku pikir kita berhalusinasi."

"Apa kau melihatnya? Astaga senyum Nona Jennie."

"Aku baru melihatnya selama bekerja di sini."

Kira-kira begitulah ucapan para pekerja di sana. Karna Jennie sangat jarang, bahkan nyaris tak pernah tersenyum kecuali pada anggota keluarganya.

Jennie melangkah memasuki mansion. Tiba di ruang tengah, ia melihat kakak dan adik-adiknya berkumpul disana.

Tak langsung bergabung, Jennie memilih memperhatikan mereka. Menatap satu -persatu senyum saudari-saudarinya yang sedang bersenda gurau.

Jennie tak boleh melewatkan momen itu. Seolah ia tak akan bisa melihatnya kembali.

Bolehkah jika ia berharap hidup lebih lama?

Agar ia bisa terus melihat senyum kakak dan juga adik-adiknya.

Penyakit mengerikan itu... mengapa harus hinggap di tubuhnya?

Bagaimana jika semuanya menjadi buruk?

Ia bahkan tak sanggup membayangkannya.

Tidakkah takdir begitu jahat? Mereka baru saja menata kebahagiaan, namun takdir kembali mematahkannya.

"Ah Jennie Unnie, kau sudah pulang? Mengapa berdiri di sana?"

Suara adik bungsunya membuyarkan lamunan Jennie. Gadis mandu itu bergegas mendekati mereka.

Seperti biasa, ia akan menghadiahi kecupan singkat di pipi Yewon.

Ingat, hanya Yewon.

Si sulung tak akan mau ia kecup, lalu kedua adiknya yang lain juga menolak karna merasa sudah beranjak dewasa.

Tinggal Yewon yang menurut Jennie tetaplah adik kecilnya.

"Jisoo Unnie mengajak kita melihat pasar malam nanti, Unnie mau kan?"

DESIRE IN LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang