The Killer [END]

[14]

Tidak ada yang lebih dari Mark Siadhail yang dipercaya oleh Tuan Yuzak. Mark adalah tangan kanannya—sekaligus salah satu kadernya. Mark selalu berada di sisi Tuan Yuzak dalam setiap pertemuan dan kadang-kala menjadi juru bicaranya. Hal tersebut membuat Tuan Yuzak memberikan banyak fasilitas pada Mark.

Mengenai latar-belakang, Mark adalah seorang duda yang ditinggal mati oleh istrinya. Dia memutuskan untuk tidak menikah lagi dengan alasan anak-anak bandelnya mungkin tidak akan menerima orang asing sebagai ibu mereka.

Pada akhirnya, anak-anak itu tinggal sendirian dalam rumah mereka yang tidak besar-besar amat. Tetapi, tanpa adanya sosok ibu, tempat itu hening. Dan bahkan ketika mereka ada di ruangan yang sama, tidak ada sepatah kata pun yang terucap.

Alhasil, atas segala keluhan tentang kesepian, kerap-kali Mark membawa anak-anak itu ke mansion besar milik Anda, Tuan Yuzak. Mansion yang begitu besar, memiliki lapangan yang luas di mana anak-anak bisa bermain bola kasti dengan leluasa. Ada pula ayunan-ayunan yang tidak berdecit saat dimainkan—tidak seperti di rumah tua Mark. Tetapi, tidak ada yang lebih menarik daripada perpustakaan besar yang ada di sisi kanan bangunan. Sebuah perpustakaan yang luas dan penuh buku-buku dongeng yang kertasnya telah menguning. Walau begitu, anak-anak sangat senang dengan buku-buku dongeng. Mereka selalu melangkah memasuki ruangan yang dijejali dengan rak-rak buku itu dengan kaki-kaki mereka yang masih mulus dan terbalut dengan kaus-kaki panjang serta sepatu-sepatu pantofel yang mengkilap.

Semua orang yang berpendidikan sangat suka membaca. Entah buku-buku fiksi atau non-fiksi. Anak-anak serta cucu-cucu Tuan Yuzak pun sama. Perpustakaan adalah tempat paling tepat untuk mereka belajar. Dan Ilya—sejak kecil, remaja hingga dewasa—sangat menyukai perpustakaan.

Ilya sangat senang membaca. Dia membaca sastra-sastra Russia klasik mahakarya Tolstoy atau Dostoyevsky. Dan dalam gairahnya dengan tumpukan buku, Ilya memiliki mimpi menjadi pustakawan di masa depan nanti. Tetapi, keluarga kaya-raya selalu mengedepankan aliran nepotisme. Dia berasal dari keluarga pengusaha serta politikus dan pada akhirnya, dia tahu bahwa dia akan terseret dalam aliran yang sama. Mimpi menjadi pustakawan yang duduk sepanjang hari di perpustakaan yang sepi sembari mencatat buku-buku yang dipinjam oleh anak-anak seolah sirna bahkan ketika dia baru memikirkannya saja.

Hanya saja, Ilya Zachary tidak pernah berhenti mengunjungi perpustakaan pribadi keluarganya.

Anak-anak Mark pun juga menyukai buku fiksi. Mereka sangat menyukai dongeng Tuan Putri dan Pangeran. Mereka menyukai Alice, Hansel dan Gretel dan semacamnya. Buku-buku dongeng klasik dalam cetakan yang belum dimodifikasi secara modern selalu membangkitkan gairah mereka untuk membacanya. Apalagi cover-covernya yang cantik selalu terbayang dalam benak mereka.

Alice memiliki ketertarikan dengan Alice's Advantures in Wonderland karya Lewis Carroll. Dalam cetakan yang ada di perpustakaan Tuan Yuzak, cover buku itu didesain dengan indah. Sosok gadis dengan kemeja putih yang dibalut dengan rompi biru dan rok dengan warna senada. Sosok gadis dengan rambut keriting piram dan Netra sebiru langit yang cerah. Lantas, ditambah dengan karakter-karakter kartun seperti kelinci dan semacamnya—bagaimana yang ada dalam dongeng Sang Alice.

Berulang-kali Alice membaca buku itu. Dia tahu, endingnya akan sama dan tidak akan pernah berubah. Tetapi, dia tetap membacanya berkali-kali sampai dia bosan. Dan pada akhirnya, kebosanan itu membuatnya berhenti membacanya. Hanya saja, dia masih sangat mencintai Alice.

Dia selalu memandangi cover buku itu. Sampai pada akhirnya, di hari ulang-tahunnya, Mark membelikannya pensil warna merek terbaru. Dia pun melukis ulang cover buku Alice itu di dalam buku gambarnya yang menguning.

"Lukisanmu sangat indah." Ilya mengatakannya.

Alice segera menutup buku gambarnya karena malu. Dia akui, gambarannya memang unggul. Tetapi dia tetap tidak ingin menunjukkannya kepada siapa pun. Termasuk seseorang yang menawan seperti Ilya.