[39]

131 20 1
                                    

Pada akhirnya, Arman tidak hanya membeli es krim. Tetapi dia juga membeli balon dengan bentuk bebek tetapi berwarna merah muda—karena sudah tidak ada warna yang lain. Dia tidak tahu kenapa dia melakukannya. Dahulu, ketika masih kecil dia senang sekali membeli balon. Tetapi dia tidak diperkenankan. Sekarang, dia bisa membeli puluhan bahkan ratusan balon. Hanya saja, kesenangannya berbeda. Dia berfikir bahwa dia akan kembali kegirangan ketika menggenggam balon bodoh itu. Tetapi nyatanya, dia malah malu ketika orang-orang memandangnya.

Jadi, dengan buru-buru dia kembali ke mobil dan meletakkan balon itu di jok belakang. Dia pun kini duduk manis sambil menggigit es krimnya. Sayangnya, es krim itu malah meleleh ke bawah. Jika mobilnya kotor, maka Nada akan mengamuk. Jadi, Arman berniat mengelapnya dengan tissue.

Dia pun berjongkok mengelap noda es krim yang jatuh. Tetapi, di antara tetesan-tetesan itu—di bagian bawah mobil—Arman menemukan sebuah buku tebal bersampul merah maroon. Bagian selipan buku itu tampak diselipkan kertas-kertas lain. Karena penasaran dan iseng, Arman pun mengambil buku itu lantas membukanya.

Ternyata, kertas-kertas yang ada di selipan buku itu merupakan foto-foto yang telah dicetak. Itu merupakan foto-foto Daniel Ruth. Nada memotret Danya secara diam-diam dari kejauhan. Dia juga mencetaknya. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya Nada benar-benar menyukai Danya. Dan bahkan rasa suka itu telah berubah menjadi obsesi. Tidak hanya itu, di selipan lembaran-lembaran kertas buku itu juga terdapat sebuah kalung berwarna silver dengan bandul berinisial huruf "M". Jika kalung itu berada di antara bagian-bagian dari foto Danya, maka kemungkinan—bagi Arman—kalung itu juga merupakan bagian dari Danya. Alias Nada mencurinya dari Danya.

"Anak ini cukup gila," kata Arman berbisik.

Akan tetapi, Arman akan mencoba memakluminya. Dilihat dari sisi mana pun, Danya itu menawan parasnya. Pemikirannya juga cerdas, pekerja keras dan mandiri. Siapa yang tidak menyukainya?

***

Nada berjalan sendirian. Dia menatap beberapa manik-manik yang dia beli di sebuah stand. Dia sendiri berfikir apakah dia akan memakai benda kekanak-kanakan itu? Baginya, itu lucu. Tetapi Olivia akan menertawakannya jika dia mengenakannya. Gadis itu melirik arlojinya. Sudah tiga-puluhan menit dia pergi berpisah dengan Arman dan Danya. Dia harus segera kembali. Jadi, dia memutuskan untuk kembali ke mobil.

Jarak antara festival dan di mana Arman memarkiran mobilnya itu cukup jauh. Nada juga harus melewati beberapa jalanan yang lenggang dan dikelilingi dengan pasar terbengkalai—yang desas-desusnya akan segera dihancurkan dan dibangun bangunan baru.

Akan tetapi, langkah Nada tersedat ketika dia mendengar sesuatu yang samar. Seperti sebuah alunan alat musik; violin. Sebuah melodi yang sedih. Menyadari hal itu, Nada berhenti berjalan. Dia menerka-nerka dari manakah alunan musik itu berasal. Melodi yang melankolis itu mengingatkannya pada Sofiya. Sependek perkenalannya dengan Sofiya, Nada pernah mendengar alunan yang sama. Jadi, gadis itu mencarinya.

Dia malah memasuki area pasar yang cukup gelap karena minim pencahayaan. Tetapi dia merasa bahwa dia tidak salah langkah. Semakin lama, suara itu semakin jelas. Tetapi, semakin lama pula, aroma busuk sampah mulai menyengat di indra penciumannya. Rasanya hampir muntah. Nada menyumpal hidung dan mulutnya. Dia terus berjalan menuju ke tumpukan bak sampah yang menjijikkan.

Suara melodi sedih itu semakin jelas. Dan yang paling mengejutkan, itu sama persis seperti yang dimainkan oleh Sofiya di ensambel. Nada mengingatnya!

Nada berhenti di sebuah bak sampah berwarna hijau yang besar. Di atas bak sampah itu, ada alat pemutar suara kecil. Nada pun mengambilnya. Alunan violin itu ternyata merupakan putaran dari alat pemutar suara itu. Nada pun mematikannya, dan suaranya juga ikut mati. Dia bertanya-tanya dalam hati, mengapa alunan musik Sofiya ada di sana? Itu pasti memiliki keterkaitan dengan pembunuhannya.

The Killer [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang