[48]

131 13 6
                                    

Ilya meninggal dunia.

Dia pergi bahkan sebelum operasi dilaksanakan. Tidak ada yang melihatnya meninggal. Ketika perawat datang, dia sudah tidak bernapas. Jantungnya sempurna berhenti bekerja. Pagi itu, pukul tujuh pagi. Di sebuah pagi yang mendung dan berangin. Setelah beberapa menit, hujan dan gerimis. Pemakaman dilaksanakan keesokan harinya.

Ilya adalah anak yang baik dan disenangi oleh banyak orang karena kelembutan dan kebaikannya. Alhasil, pemakaman itu diiringi dengan suara tangisan para pelayat. Hardin mengatakan pada Tuan Yuzak bahwa Ilya tidak ingin makamnya berdekatan dengan Dokter Alferd, Julian, Nyonya Vivian dan Liliya. Jadi, dia masih berada di pemakaman yang sama tetapi dengan lokasi yang sangat jauh dari anggota keluarganya yang lain. Hardin juga menyampaikan bahwa Ilya ingin membawa gambaran wajahnya dari Alice. Karena itu keinginan orang yang sudah mati, Tuan Yuzak tidak dapat mengelaknya. Figura itu ikut dikubur bersama dengan Ilya.

Gial Zachary juga menitihkan air-matanya saat pemakaman Ilya. Padahal, dia sama sekali tidak menghambur-hamburkan air-matanya di pemakaman istri dan anak-anaknya yang lain—bahkan anak kandungnya, Julian.

Dapat ditebak, yang paling gila akan kejadian ini adalah Hardin Ezekiel. Dia tumbuh bersama Ilya, bertengkar besama Ilya, berebut cinta bersama Ilya. Tiba-tiba, dia kehilangan Ilya. Ilya selalu hadir di hidupnya sepanjang waktu dan kini dia sudah tidak dapat menemukan Ilya lagi. Hardin yang gila itu menangis tersedu-sedu. Semua orang keheranan. Dia memekik—menambah kesan gilanya. Para pelayan menenangkannya yang lemas. Kaki-kakinya seolah tidak dapat menompang tubuhnya.

Nada, Danya dan Arman ada di sana. Mereka melihat kehebohan Hardin di pinggir makam dari kejauhan. Nada pun berinisiatif mendekati pemuda itu dan mengucap bela sungkawa secara langsung.

Hardin masih bersimpuh di makam Ilya.

"Turut berduka-cita." Nada menepuk bahu Hardin.

Hardin menoleh ke arah Nada. Dia berhenti menangis sejenak dan mengusap air-matanya. "Tidak apa-apa."

Tidak apa-apa bagaimana? Kau menangis histeris seperti orang gila.

"Tidak apa-apa." Hardin menelan salivanya. "Dia sudah mendapatkan apa yang dia inginkan. Ayolah, Hardin, usap air-matamu."

Nada mengernyitkan dahi. "Apa yang dia inginkan?"

"Dia ingin tahu siapa Sang Pembunuh."

"Jadi, dia sudah tahu? Bagaimana?"

Pemuda itu tidak menjawabnya. Dia pun bangkit dari posisinya dan mengembuskan napas panjang. Secara tiba-tiba, pandangannya tertuju ke arah lain; pohon beringin tengah makam. Di sana, sosok Sofiya Eshaal berdiri dengan wajah yang sendu dan rambut bergelombangnya yang tertiup angin.

Menyadari perhatian Hardin teralihkan, Nada ikut memperhatikan apa yang Hardin tatap. Dan alangkah terkejutnya dia melihat Sofiya pula. Jadi, dengan segera Nada berlari ke arah pohon beringin itu untuk menemui Sofiya.

Di tengah-tengah lariannya, Nada melihat bahwa Sofiya membalikkan badannya. Dia pergi dari bawah pohon beringin itu dengan berjalan begitu saja—tanpa berlari. Tetapi, ketika Nada sudah sampai di pohon beringin itu, sosok Sofiya sudah lenyap seperti kabut. Dia tidak ada di sana. Nada mencari-cari perempuan itu sepanjang penglihatannya dapat menjangkau. Tetapi, dia sama sekali tidak mendapatkan Sofiya lagi. Padahal jelas-jelas Sofiya tidak berlari. Bagaimana dia bisa menghilang secepat itu?

Karena sudah berputus asa, Nada kembali ke posisinya semula; tempat di mana Arman dan Danya berada.

"Tadi, aku melihat Sofiya di pohon beringin sana." Nada menuding pohon beringin itu. "Tetapi, dia tidak ada sekarang."

The Killer [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang