Kisah tentang Alice sudah selesai di sini. Besok-besok, aku akan menceritakan tentang diriku, Tuan Yuzak.
Akan tetapi sebelum itu, aku akan mengatakan alasan mengapa aku menyebut Sofiya Eshaal dengan "Alice"—selain karena dia jatuh hati pada Alice's Advantures in Wonderland.
Suatu ketika—mungkin satu setengah tahun sebelum sekarang—Alice memiliki cukup uang untuk membeli cake di sebuah toko kue yang bergengsi di kota ini. Dia sangat merindukan cherry dan strawberry serta krim yang manis. Dia menukar uang-uangnya untuk itu dan membawanya dalam sebuah bungkusan kardus kecil yang dilapisi kantung plastik.
Ketika dia keluar dari toko kue itu, entah sihir apa yang membawa Si Bajingan Alferd berada di hadapannya dan hendak memasuki toko itu. Keduanya pun bertatapan sejenak. Sudah sangat lama sekali mereka tidak berpapasan. Terakhir kali adalah di vila pinggir pantai itu kala Alice sekarat.
Alice menundukkan pandangannya. Dokter Alferd masih menatapnya.
Alice tidak pernah berharap permintaan maaf dari Dokter Alferd. Tetapi, dia juga tidak pernah menyangka bahwa Dokter Alferd malah melakukan hal yang kurang-ajar—lagi. Dan entah apa yang ada di dalam otaknya.
"Kau masih hidup juga," kata Dokter Alferd.
Alice menegakkan pandangannya. Dia mengatakan padaku bahwa tatapan Dokter Alferd itu diiringi dengan seringaian. Alice berfikir bahwa Dokter Alferd membencinya karena dia tidak senang Mark melaporkannya kepada polisi dan dia ditangkap. Itu semua karena Alice.
"Karenamu, hidupku menjadi kacau," sambung Dokter Alferd.
Aku tidak tahu bagaimana bisa dia mengatakannya? Apa yang Alice lakukan sehingga hidup Dokter Alferd menjadi kacau? Bukankah harusnya, Alice yang mengatakan hal itu? Dan apabila Dokter Alferd merasa runyam karena penyesalannya—yang dia sembunyikan—bukankah itu bukan kesalahan Alice? Bukankah itu kesalahannya sendiri? Mengapa dia menyalahkan Alice? Kedua bola-mata Alice yang cengeng itu mulai memerah dan basah.
"Polisi-polisi itu menangkapku. Itu memalukan." Sudah Alice duga, Dokter Alferd marah karena polisi terlibat. "Tetapi, untung saja itu terselesaikan dengan baik. Jika tidak, kau benar-benar menghancurkanku, segala usaha dan kerja kerasku, citraku dan keluargaku. Itukah yang kaumau?"
Alice tidak pernah ingin berniat buruk pada siapa pun—bahkan seorang penjahat seperti Si Bajingan Alferd. Dan bahkan, orang yang melapor ke polisi adalah Mark. Bukan Alice. Mengapa semuanya tampak menjadi salah Alice? Mengapa jika keluarga Mitchell hancur menjadi salah Alice? Alice sempurna menangis sekarang.
"Menangislah. Menangislah yang keras. Katakan pada dunia jika aku penjahat. Itu, 'kan, yang kaumau?" Dokter Alferd terkekeh.
Alice hanya menelan salivanya.
"Kau ini tidak tahu diri. Lihatlah dirimu. Siapa dirimu yang bermimpi menjadi pendamping hidup Ilya? Itu hanya halusinasi semata. Di dunia nyata ini, tidak ada seorang pangeran yang layak bersanding dengan pecundang."
Apakah Alice serendah itu? Apakah Dokter Alferd ini buta? Alice memiliki segalanya—sesungguhnya. Ayahnya, Rudy adalah orang yang berada. Begitu pula dengan Mia Denesty, ibunya. Mark—yang mengadopsinya—cukup dipandang di masyarakat. Alice juga memiliki pesona yang luar biasa serta ribuan bakat. Bagaimana mungkin Dokter Alferd masih merendahkan statusnya? Dia buta. Atau dungu. Aku tidak tahu.
"Seharusnya, Ilya berterima-kasih padaku karena aku memisahkannya darimu. Tetapi dia yang dungu itu malah marah-marah dan dendam padaku sampai ingin mencelakaiku. Anak itu memang tidak waras sejak kecil."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Killer [END]
غموض / إثارة[SANG PEMBUNUH] 18+ PLAGIAT DILARANG MENDEKAT ❗ *** Blurb : Dokter Alferd merupakan dokter yang tampan dan berkarisma. Tetapi, itu semua pudar ketika dia ditemukan tewas secara mengenaskan di huniannya. Dirnada "Nada" Atlicia Hayes merupakan putri d...