[56]

186 14 5
                                    

Sering-kali, Danya mengalami insomnia. Dia tidak bisa tidur. Dia harus menggantungkan tidur-tidurnya dengan obat-obatan. Tetapi, manusia memiliki lelah. Dia tidak mungkin terus-terusan menyiksa ginjalnya. Itu akan memperpendek umurnya. Sedangkan dia sendiri ingin panjang umur. Jadi, dia berusaha mencari cara lain. Dia mencoba mendengarkan instrumen pengantar tidur yang tersebar di internet. Tetapi, instrumen itu buruk sekali. Dia malah mengeluh sendiri. Mengapa orang yang bermain melodi itu sangat percaya diri mengunggah permainannya yang jelek?

Danya berusaha mencari instrumen lain. Dia melihat salah satu playlist-nya. The Sadness Alice yang dia rekam beberapa waktu lalu masih ada di sana. Dia pun iseng-iseng memutar rekaman itu. Dia mendengarkannya dengan seksama. Sekali lagi, melodi itu menghanyutkan pikirannya. Pikiran itu menjadi kosong. Satu putaran, dua putaran, tiga putaran, hingga pada akhirnya dia mengantuk dan dapat terlelap dalam alunan musik sedih itu.

Lantas keesokan harinya, dia mencobanya lagi dan itu berhasil.

"Ini seperti sihir," katanya pada dirinya sendiri.

Sejak saat itu, dia benar-benar memikirkan Sofiya Eshaal. Awalnya, dia bekerja sebagai Staf IT pula—tetapi di sekolahan lain. Saat bekerja, pemikirannya hanya penuh dengan Sofiya yang berlari-lari menghindarinya. Saat dia ada kelas di sore hari, dia juga malah melihat Sofiya dalam benaknya. Sofiya sudah memasuki urat nadinya.

Sekarang, tidak hanya Hardin, tetapi juga Danya yang menguntit Sofiya.

Sesekali, Hardin ingin menemui Sofiya. Tetapi Sofiya malah menghindarinya. Yang Sofiya dengar—dari sisa kenalannya yang ada di mansion Tuan Yuzak—Ilya sedang sakit. Dan itu adalah masalah yang serius hingga Sofiya menjadi kembali sedih.

Dia tidak ingin Hardin tahu bahwa dirinya ada di dalam masalah. Sebab jika begitu, maka Hardin akan mengatakannya kepada Ilya dan Ilya akan kembali mengingatnya. Ilya akan sedih. Itu akan memperburuk kondisinya. Jadi, sebisa mungkin sekarang—walau pun Hardin membuntutinya—Sofiya harus bersikap biasa seolah tidak ada yang terjadi. Sesungguhnya dia ingin Ilya melupakannya. Dirinya adalah sumber penyesalan dan kesedihan Ilya. Dan kesedihan itu dapat memicu sakit dalam fisiknya. Sekali lagi, dia tidak ingin Ilya tambah lemah.

Hidup Sofiya rumit. Entah kenapa dia merasa terkutuk. Tidak hanya Hardin dan Danya, dia dikejar oleh banyak orang. Bahkan, preman-preman jalanan. Mereka benar-benar meresahkan Sofiya. Mereka memberikan catcalling. Itu merupakan makanan sehari-hari Sofiya. Bahkan ketika dia sudah menutup tubuhnya rapat-rapat. Apakah dia harus menggunakan masker?

"Kau cantik sekali," kata seseorang sembari berisul. "Lepaskanlah mantel bodoh itu. Kau pasti sangat seksi."

Bajingan. Sofiya terus berjalan. Tetapi, siulan-siulan itu tidak berhenti.

Di saat yang bersamaan, Danya juga ada di sana. Tentu saja menguntit Sofiya dan apabila ada kesempatan, dia akan menarik Sofiya dan menagih janjinya.

Danya yang melihat kejadian itu lansung menggelandang baju pria yang melakukan catcalling itu. Tanpa basa-basi, Danya langsung meninju rahang orang itu. Orang itu langsung tersungkur di trotoar. Dalam beberapa detik, orang-orang lainnya berhenti berjalan dan melihat kejadian itu. Danya menendang-nendang rahang orang itu tanpa ampun. Darah-darah sudah tampak dari ujung bibir dan hidung pria yang hampir sekarat itu.

Sementara Sofiya hanya ternganga. Dia tidak bisa bergerak. Apa yang dilakukan Danya ini—menurutnya—sudah sangat kelewat batas. Dia mengutuk dirinya sendiri. Harusnya, dia tidak pergi ke toko buku itu dan bertemu dengan Danya yang membahas literatur Rusia.

Hardin juga ada di sana. Dia bergegas menuju ke arah Sofiya. Dan bertanya, "ada apa di sini?"

Sofiya menelan salivanya. Dia menatap ke arah Hardin. Dia masih tidak ingin mengatakan kalau Si Gila Danya membuntutinya dan tiba-tiba menghajar orang yang melakukan catcalling kepadanya. Jadi, Sofiya menggeleng. "Aku tidak tahu."

The Killer [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang