[34]

137 22 11
                                    

Tuan Ramon memanggil Arman pada akhirnya. Dia mengatakan segalanya; kisah Alice, Dokter Alferd, Ilya dan bagaimana surat-surat itu merangkapnya menjadi cerita bersambung.

Arman tahu, hal itu akan terjadi—cepat atau lambat—ketika Tuan Ramon sudah putus asa untuk mengendus siapa pelakunya. Arman sendiri sebenarnya sudah tahu perihal surat itu dari acara mengupingnya. Tetapi, dia tidak tahu secara detail apa yang diceritakan oleh Sang Pembunuh di dalam ceritanya. Dan hari ini, dia membaca semuanya. Mulai dari kedekatan Ilya dan Sofiya sampai kedekatan Sofiya dan Dokter Alferd. Sayangnya, cerita itu masih bersambung. Hanya saja Arman sudah tahu apa yang akan terjadi setelahnya.

Bagi Arman, Sang Pembunuh benar. Sofiya berada dalam manipulasi yang menjijikkan. Dia adalah sosok gadis muda yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang—terlebih dari seorang ayah. Dan mungkin saat itu—dalam pandangan netranya—dia menganggap Dokter Alferd mampu memberikan segala hal yang kurang dari dirinya, termasuk kasih-sayang itu. Dia tidak memahami bagaimana bentuk kasih sayang dan cinta sesungguhnya. Jadi, manipulasi dan tipuan itu dia anggap hal yang sama. Dan nyatanya, kenapa Alice dilecehkan berdasarkan alasan bahwa dia dipertaruhkan. Ini benar-benar tidak manusiawi. Orang-orang seperti Dokter Alferd ini benar-benar menjijikkan—bagi Arman. Rasanya, dia ingin membongkar makam Dokter Alferd dan meninju jenazahnya.

Arman berpura-pura marah. "Ini sangat... menjijikkan. Mungkin, jika aku seorang psikopat, aku akan melakukan hal yang sama."

Tuan Yuzak mengembuskan napas panjang.

"Tugasmu adalah menelaah surat-surat itu," kata Tuan Ramon yang duduk di samping Arman.

"Katakan padaku bagaimana caranya? Dan bahkan Anda tidak dapat melakukannya." Arman tetap berpura-pura jengkel. Oh yeah, diri Anda membuat citra Anda sendiri menjadi buruk di mataku, Bangsat. Lihat saja nanti, aku akan menggantikan posisi Anda sebagai kepala kepolisian. Arman menyeringai. Dia tiba-tiba berpikir bahwa dia ingin merenggut posisi Tuan Ramon suatu saat nanti. Dia sudah membenci pria itu sejak dia tahu dia menyembunyikan sesuatu tentang kasus Alice—dan mungkin kasus-kasus yang lainnya.

"Itulah tugasmu," kata Tuan Ramon.

"Ini diketik dengan font komputer. Dan Anda mengatakan padaku bahwa tidak ada sidik jari atau pun DNA pelaku." Arman memegangi janggutnya. "Kertas yang digunakan untuk mencetak tulisan ini adalah kertas HVS. Jika dalam kondisi bersih, maka dia mengambil kertas dari bagian tengah dalam satu pack. Pintar juga. Dapat kusimpulkan bahwa dia seseorang dengan kecerdasan di atas rata-rata."

"Menurutmu pula, siapakah yang menulis surat ini?" tanya Tuan Ramon.

"Orangnya tidak muncul dalam cerita."

"Yah, kurasa juga begitu," kata Tuan Yuzak.

"Dia memanggil Tuan Yuzak dengan sebutan 'Anda', para tokoh dengan 'dia'. Jadi, seharusnya dia menggunakan kata ganti dirinya sebagai 'aku'. Tetapi sejauh ini, belum kutemukan tokoh yang muncul dengan kata ganti 'aku' di sini. Tetapi, ada kemungkinan kedua. Yakni dia berbohong. Dia sudah ada, tetapi menyamarkan dirinya. Kemungkinan pertama dan kedua ini imbang."

"Tetapi, kemungkinan pertama lebih masuk akal, bukan?"

"Jikalau benar begitu, maka Sang Pembunuh ini belum muncul dalam cerita. Padahal, sudah sejauh ini. Artinya, di kisah aslinya pun belum muncul. Ada dua kemungkinan pula akan hal ini. Pertama, dia sudah ada di kehidupan Alice tetapi tidak penting dalam cerita sejauh ini. Kedua, dia adalah orang yang baru Alice temui setelah tragedi ini."

"Aku tidak tahu pasti bagaimana karakteristik Sang Pembunuh. Tetapi, kau bisa bertanya kepada peneliti perilaku kriminal akan hal ini. Apakah dia memiliki kecenderungan untuk berbohong atau tidak. Jika tidak, maka kemungkinan pertama akan menjadi lebih jelas," kata Tuan Ramon.

The Killer [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang